MOJOK.CO – Fanshuri diceramahi karena kebiasaannya salaman usai salat dengan jamaah lainnya, apalagi menurut Kang Bakar itu bidah.
Usai salat yang diimami Kang Bakar, Fanshuri yang menjadi makmum sedikit bingung menunggu sang imam menyodorkan tangannya. Maklum, sudah menjadi kebiasaan bagi Fanshuri untuk salaman usai salat, sehingga Fanshuri merasa ganjil dengan pemandangan Kang Bakar yang langsung berzikir sambil sekalian membuka hape untuk mengecek pesan masuk.
Tak ingin berlama-lama, Fanshuri pun menyodorkan tangannya dengan menyentuh sedikit lengan Kang Bakar dari belakang untuk memberi kode meminta salaman. Kang Bakar yang sedikit terkejut langsung melihat Fanshuri dengan tatapan aneh.
“Kenapa, Fan?” tanya Kang Bakar.
“Ya salaman to, Kang?” tanya Fanshuri.
Perlu waktu beberapa detik bagi Kang Bakar untuk memahami maksud Fanshuri, lalu dengan gestur yang terlihat malas Kang Bakar membalas sodoran tangan Fanshuri. Anehnya, begitu Fanshuri mau undur ke belakang, Kang Bakar malah menggenggam tangan Fanshuri cukup kuat.
“Tunggu dulu,” kata Kang Bakar seraya menahan tangan Fanshuri.
Fanshuri tentu kaget.
“Kenapa, Kang?” tanya Fanshuri.
“Kamu tahu kan, kalau salaman usai salat itu bisa dikategorikan bidah?” tanya Kang Bakar.
Fanshuri semakin terkejut tahu-tahu mendapat pertanyaan super-berat seperti itu.
“Ma, maksudnya, Kang?” tanya Fanshuri bingung.
“Ya ini, apa yang kamu lakukan ini termasuk bidah,” kata Kang Bakar cukup tegas.
Fanshuri langsung ciut mendengar itu. Keringat dingin langsung mengalir di keningnya. Mendapati Fanshuri yang langsung kaget begitu, Kang Bakar pun merasa di atas angin, makanya perlu menjelaskan sesuatu.
“Sini kamu duduk dulu, jangan pergi dulu,” kata Kang Bakar sambil tetap menggenggam tangan Fanshuri.
Fanshuri pun mau tak mau harus ikut.
“Kamu harus tahu, Fan, bahwa barang siapa yang membuat perkara baru dalam urusan agama tanpa dari dalil dari Al-Quran dan Sunah, maka hukumnya bidah. Apalagi salaman usai salat begini. Bisa makruh, bahkan sampai haram itu jatuhnya,” kata Kang Bakar.
Fanshuri masih cengengesan, menyembunyikan rasa takutnya.
“Kamu jangan cengengesan, ini saya kasih tahu kamu biar kamu denger baik-baik,” kata Kang Bakar yang bikin hati Fanshuri makin ciut.
“Ya maaf, Kang. Soalnya ini udah kebiasaan saya, kalau habis salat biasanya langsung salaman sama kanan-kiri. Karena kebetulan makmumnya cuma saya ya saya jadi ngajak salaman sampeyan to,” kata Fanshuri mencoba menjelaskan.
“Iya, buat orang yang kurang ilmu seperti kamu, hal kayak gini mungkin masih bisa dimaafkan sama Gusti Allah, tapi kan ini saya ngasih tahu yang benar gimana. Ngasih tahu kalau salaman usai salat itu bidah, jadi jangan kamu teruskan kebiasaan itu. Nanti Gusti Allah bisa marah, kamu bisa kena azab nanti,” kata Kang Bakar, kali ini sambil melepaskan cengkeraman tangannya dari tangan Fanshuri.
Fanshuri segera menarik tangannya, sambil meremas-remas tangannya yang rada sakit dicengkeram begitu kuat.
“Ta, tapi, Kang…” kata Fanshuri
“Apalagi?” tanya Kang Bakar.
“Bukannya kalau sesama saudara muslim itu bertemu terus salaman itu ada sunahnya juga ya?” tanya Fanshuri.
“Kamu nggak usah ngetes dalil sama saya. Memangnya kamu tahu dalilnya?” tanya Kang Bakar.
Fanshuri terdiam sejenak.
“Kalau tidak salah, waktu saya ngaji ke Gus Mut, ada tuh… tidaklah dua orang muslim yang bertemu lalu berjabat tangan, melainkan berguguranlah dosa-dosanya sebagaimana gugurnya daun dari pohon. Kayaknya sih kayak gitu, ya saya nggak hafal-hafal betul teks arabnya,” kata Fanshuri.
Air muka Kang Bakar sedikit tidak nyaman mendengar celotehan Fanshuri soal dalil itu.
“Iya, Fan. Itu betul dalilnya, tapi itu dalil bukan dikhususkan dalam keadaan sesudah salat,” kata Kang Bakar.
“Oh… begitu. Lah, memang apa salahnya usai salat terus salaman?” tanya Fanshuri.
“Ya kan itu jadinya kamu memasukkan salaman usai salat ke dalam rukun salat. Itu nambah-nambahi perkara agama namanya. Islam itu datang sudah sempurna, tak perlu kamu tambahi-tambahi. Memangnya kamu ini siapa? Ulama?” kata Kang Bakar.
Fanshuri cuma manggut-manggut sebentar.
“Ta, tapi, Kang… saya nggak ada maksud memasukkan itu ke dalam rukun salat sama sekali. Masa iya saya yang awam begini berani betul mengubah rukun salat jadi nambahi ada rukun salat segala,” kata Kang Bakar.
“Makanya itu jangan berani-beraninya kamu nambahi rukun salat,” kata Kang Bakar.
“Ya saya nggak nambahi rukun, Kang. Itu kan karena emang udah kelar salatnya aja, jadi seharusnya sudah tidak termasuk rukun dong,” kata Fanshuri masih ngeyel.
“Halah, kamu itu memang susah dibilangin yang bener. Memang di sini tuh orang-orang membiasakan perkara bidah salaman usai salat begini, jadi terbiasa dengan bidah jadi menganggapnya wajar. Padahal ini salah total. Bahaya ini,” kata Kang Bakar.
“Ta, tapi, Kang…”
“Sudah, sudah. Saya tahu kamu mungkin nggak setuju. Tapi saya kasih tahu aja, kalau ada perselisihan dalam agama kayak gini, sebaiknya kita itu kembali ke Sunah dan Al-Quran saja. Kalau belum pernah ada contohnya, ya udah jangan diikuti,” kata Kang Bakar.
Fanshuri manggut-manggut lagi.
“Eee tapi kalau saya nanya boleh, Kang?” tanya Fanshuri.
“Iya boleh,” kata Kang Bakar sudah mulai semringah, sepertinya Fanshuri sudah mulai mengimani nasihatnya.
“Setahu saya ini, Kang, mohon maaf kalau salah mohon saya dikoreksi. Orang kalau habis salat itu kan bebas to mau ngapain aja? Kan udah selesai salatnya,” tanya Fanshuri.
“Ma, maksudmu?” Kang Bakar tak mengerti arah pertanyaan Fanshuri.
“Ya maksud saya, kalau habis salat itu saya langsung ke kamar mandi, mau kencing, langsung berangkat kerja, mau ke sawah, atau langsung lihat-lihat hape kayak Kang Bakar tadi, nggak masalah kan?” tanya Fanshuri.
“Ya nggak masalah. Kan udah bukan dalam keadaan salat. Salatnya kan udah selesai. Saya lihat hape tadi kan udah bukan dalam keadaan salat,” kata Kang Bakar.
“Sebentar, maksud pertanyaamu itu apa sih, Fan?” tanya Kang Bakar lagi.
“Oalah… berarti yang nggak boleh itu cuma salaman to kalau orang habis salat itu. Jadi kalau pipis boleh, berak boleh, ke dapur boleh, masak air boleh, tapi salaman itu nggak boleh karena bidah. Begitu kan, Kang?” tembak Fanshuri.
Kang Bakar terkejut.
“Oh, nggak… maksudnya… eee, gini….” Kang Bakar mendadak gelagepan.
*) Diolah dari penjelasan Gus Baha’.
BACA JUGA Benarkah Anak Perempuan Pakai Jilbab itu Selalu karena Paksaan Orang tuanya? dan kisah-kisah Fanshuri lainnya.