Dunia politik di Indonesia itu kalau diikuti dengan hati, akan makan hati. Kalau diikuti dengan pikiran, ya akan bikin stres. Apalagi dalam kurun waktu lima tahun ke belakang ini, seakan-akan hidup ini hanya soal kampret dan kecebong saja.
Sejak dulu, saya sudah dan selalu mengajak (bagi siapa pun yang mau) untuk mengikuti gegap gempita dunia politik dengan cara yang rileks dan penuh perspektif humor. Tidak perlulah terlalu mbentoyong, terlalu serius. Sudah, anggap saja politik itu sebagai tontonan yang menghibur, yang menyenangkan.
Persoalannya, baru-baru saja, seorang mantan aktivis HAM ternama di Indonesia, Rachlan Nashidik membuat kicauan yang cukup mengentak. Isinya:
“Saya mau ganti Presiden! Kalau demi itu saya harus bekerja sama dengan setan, saya akan lakukan. Apalagi cuma kerja sama dengan Prabowo.”
Kontan cuitan Rachlan yang sekarang ini menjabat sebagai Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat banyak menuai komentar pro-kontra. Kalau Anda baca kicauan dan komentarnya dengan pandangan politik, bagi yang suka Prabowo Subianto pasti akan senang sekali. Akan tetapi bagi yang nggak suka dengan Prabowo, pasti bikin dongkol hati. Makanya, kadang suka kadang nggak suka itu nggak asyik.
Seorang netizen segera menyambar kicauan Rachlan tersebut, balasannya pun tak kalah pedas: “Saya nggak mau ganti Presiden! Kalau demi itu saya harus melawan setan, saya akan lakukan. Apalagi cuma melawan teman-temannya setan seperti Anda, Bung!”
Airlangga Pribadi, seorang akademisi dan juga mantan aktivis, ikut membalas: “Itu juga kalau setan mau kerja sama dengan Abang. Emang mau?”
Ada juga yang berkomentar agak bijak: “Sampai segitunya, Mas? Dunia cuman numpang kentut aja, sampai berkongsi sama setan.”
Hampir semua komentar tersebut kalau dibaca cukup seru. Dari situ sebetulnya kita tahu, rakyat Indonesia itu penuh dengan kreativitas dan punya cara pikir nakal.
Salah satu kreativitas ajaib itu adalah dengan membongkar sejarah kicauan Rachlan. Seorang netizen mendapati kicaun Rachlan dan mengepcernya. Kicauan pada tanggal 20 Mei 2014 itu berbunyi: “Berkoalisi dengan Prabowo bukan saja tak bisa, tapi juga salah. PD (Partai Demokrat) tak mau dan tak akan membantu membalik masa lalu menjadi masa depan Indonesia.”
Tapi yang menarik, Rachlan tak kehabisan ide. Pertanda dia juga sangat kreatif. Tak lama setelah kicauannya disambar banyak netizen, Rachlan membuat kicauan lanjutan yang menarik:
“Pilihannya cuma berkuda atau naik sepeda. Saya pilih berkuda.”
Pesan ini secara simbolik makin menunjukkan bahwa Partai Demokrat hampir pasti akan berkoalisi dengan Gerindra, dan mungkin plus PKS dan PAN.
Pada kicauan kali ini, banyak sentimen positif yang membalas Rachlan. Saya akan ambil beberapa sebagai contoh:
“Naik kuda gak perlu hafal nama-nama ikan, Kak…”
“Naik sepeda genjotnya nggak kuat, jalanan yang dibangun dari utang makin terjal. Jadi mending berkuda.”
Saya membaca kicauan demi kicauan tersebut dengan tersenyum. Banyak yang jenaka. Saya jadi berpikir, kayaknya nanti bukan hanya istilah cebong vs kampret yang akan menghiasi dunia politik kita dari sisi dunia binatang.
Dari dunia alat transportasi akan menyusul: kuda vs sepeda.
Sudah nggak perlu marah-marahan. Kayak siapa pun yang jadi presiden bakal berpengaruh di kehidupan Anda saja. Lebih baik mari terus belajar bergembira.