Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai Kepala Suku

Dunia Buku, Kopi, dan Jokowi

Puthut EA oleh Puthut EA
25 Oktober 2018
A A
kepala suku
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Kesadaran membangan ekosistem bisnis yang baik, dalam hal ini adalah dunia buku Yogya, sudah banyak disadari pelaku bisnis buku.

Bagi orang seperti saya, susah membayangkan Indonesia tanpa memasukkan unsur buku dan susah membayangkan perkembangan buku di Indonesia tanpa melibatkan Yogya.

Beberapa hari ini, saya mengikuti dengan saksama perkembangan buku di Yogya dengan lebih jeli lagi. Saya adalah pelaku buku di Yogya. Kadang karena terlalu dekat, butuh jarak yang cukup untuk mendapatkan jarak pandang yang cukup jernih.

Beberapa penulis besar Indonesia, yang bahkan sudah mulai mendapatkan tempat yang murwat di dunia internasional, ikut turun gelanggang meramaikan jagat buku lagi. Menariknya, mereka memulai dari Yogya. Sejak dulu, Yogya tidak bisa dipisahkan dari buku. Yogya menyediakan semua hal yang dibutuhkan dalam memajukan industri buku: penulis, penyunting, penerjemah, desainer sampul, tata letak, percetakan, penerbitan, penjual, dll.

Ketika era penerbit indie muncul, Yogya juga menempati posisi yang strategis. Terlebih ketika dunia digital dan media sosial menyeruak masuk. Penerbitan indie dan dunia digital (terutama medsos) adalah persekutuan yang saling pas.

Di sisi yang lain, iklim bisnis juga berubah. Kompetisi sudah bukan lagi ruh dalam bisnis. Kita mulai akrab dengan kata: sinergi dan kooperasi. Hal itu pun menjadi fundamental pertumbuhan dunia digital. Kelak kemudian, kita bertemu dengan istilah: ekosistem.

Dunia buku, juga penerbitan indie, mensyaratkan ekosistem yang baik, dari mulai hulu ketika naskah digarap, sampai hilir ketika buku dijual. Ekosistem yang sehat akan menguntungkan semua pihak, dari mulai produsen teks sampai pembaca. Kesadaran membangun ekosistem yang sehat inilah yang sangat penting disadari oleh para insan buku.

Saya mengenal setidaknya ada empat penyunting muda yang mumpuni di Yogya. Tapi pada akhirnya mereka memilih jenis pekerjaan lain. Ada yang menjadi wartawan, bahkan ada yang jadi pegawai negeri. Saya tidak mengatakan bahwa menjadi wartawan dan pegawai negeri itu kurang baik. Tidak. Tapi saya sekadar mau memberi contoh bahwa dengan perpindahan profesi ini, berarti profesi penyunting buku dianggap kurang bisa diandalkan untuk hidup (baca: mendapatkan uang).

Padahal semua orang buku pasti tahu betapa pentingnya posisi penyunting dalam industri perbukuan. Tidak mudah mendapatkan penyunting yang berkualitas. Seseorang butuh melatih kemampuannya menyunting bertahun-tahun agar bisa menjadi penyunting yang baik. Tapi karena industri perbukuan masih kurang sehat, mereka lebih memilih profesi lain.

Masih banyak persoalan yang mesti dipandang dengan lebih baik lagi dalam dunia perbukuan di Indonesia, khususnya di Yogya. Hubungan yang sehat antara penerbit dengan distributor, penerbit dengan percetakan, distributor dengan toko buku, penerbit dengan pedagang buku online, dll. Ini tanggung jawab bersama, bukan orang per orang atau satu dua unit bisnis.

Saya termasuk orang yang optimistis dengan perkembangan dunia buku di Yogya dan di Indonesia. Bahwa ada orang lain yang pesimistis, silakan saja. Mas Edi Mulyono, salah satu pebisnis buku besar di Yogya misalnya, orang yang mau berbagi pengalamannya kepada siapa saja, bahkan bersedia diajak kerja sama. Mas Indra Ismawan juga.

Mas Buldanul Khuri, dengan tingkahnya yang kerap susah dipahami orang, pun masih selalu siap memberi masukan berdasarkan pengalaman bisnis buku yang digelutinya selama berpuluh tahun. Ada terlalu banyak nama di Yogya yang mudah kita temui untuk diajak rembukan buku: Mas Adhe Ma’ruf, Mas Hairus Salim, Mas Dodo Hartoko, Mas Hinu, dll. Banyak sekali. Komplet.

Sementara di Yogya juga ada penjual buku online yang sukses macam Dana dari Berdikari, Tomi dari Buku Akik, Hasbi dari Mojok Store. Sungguh pepak. Tinggal bagaimana kita terus berinteraksi, membicarakan masalah perbukuan ini, melakukan otokritik, dan perbaikan.

Hal yang hampir sama dengan buku adalah kopi. Sepuluh tahun belakangan ini, dunia kopi bergerak dinamis. Kedai-kedai kopi tumbuh berjamuran. Di Yogya saja ada lebih dari 1500 kedai kopi. Efek positifnya adalah petani kopi di berbagai daerah ikut menikmatinya. Para pemilik kedai datang ke berbagai daerah di Indonesia, menjalin kerjasama dengan para petani kopi secara langsung. Melakukan pendampingan. Harga kopi yang diolah pasca-panen dengan baik punya harga yang jauh lebih mahal. Semua senang.

Iklan

Memang ada pebisnis kedai kopi yang bangkrut. Tapi secara keseluruhan industri kopi tumbuh, petani kopi ikut menikmatinya. Memang ada pebisnis buku yang bangkrut, tapi secara keseluruhan industri buku kita makin baik. Siapa yang bisa menyangkal itu?

Beberapa tahun lalu, ketika sedang mengerjakan penulisan buku di Jakarta, saya bertemu dengan seorang sahabat lama. Kami ngopi bersama. Kebetulan teman saya sedang bertemu juga dengan temannya, yang kebetulan pebisnis mebel dari Solo. Saat itu, Jokowi memang sudah agak terkenal. Dia masih sebagai walikota Solo.

Iseng saya bertanya kepada si pebisnis mebel itu, apa sih yang membuat Jokowi kemudian dipercaya oleh orang Solo?

Singkat cerita, orang ini bilang, salah satu prestasi Jokowi adalah ikut mempersatukan semua elemen pebisnis mebel di Solo. Saat itu, ekosistem bisnis mebel di Solo tidak begitu sehat. Jokowi mengambil inisiatif untuk memperbaikinya. Dia bersama teman-teman sesama pebisnis mebel yang menyadari pentingnya membangun ekosistem bisnis mebel yang sehat, bahu-membahu menyehatkan ekosistem itu. Usaha itu berhasil.

Konon, asosiasi pebisnis mebel inilah yang kemudian mendorong Jokowi untuk maju ikut mencalonkan diri sebagai calon walikota Solo.

Tulisan ini tidak ada urusannya dengan pencapresan Jokowi. Kebenarannya pun saya tak tahu pasti, yang saya tahu pasti: kisah itu diceritakan oleh pebisnis mebel kebetulan bertemu dengan saya.

Saya hanya mau bilang bahwa, kesadaran membangun ekosistem bisnis yang baik, dalam hal ini adalah dunia buku Yogya (baik mayor maupun indie), sudah makin banyak disadari oleh orang per orang pelaku bisnis buku. Pertemuan informal juga sudah sering terjadi.

Tinggal masalahnya, bagaimana hal ini menjadi kesadaran bersama, kesepakatan bersama, dan kerja bersama.

Saya kira bisa. Yogya selalu punya cara.

Terakhir diperbarui pada 25 Oktober 2018 oleh

Tags: industri buku Yogyajokowikedai kopipebisnis mebelpetani
Puthut EA

Puthut EA

Kepala Suku Mojok. Anak kesayangan Tuhan.

Artikel Terkait

Kereta Cepat Whoosh DOSA Jokowi Paling Besar Tak Termaafkan MOJOK.CO
Esai

Whoosh Adalah Proyek Kereta Cepat yang Sudah Busuk Sebelum Mulai, Jadi Dosa Besar Jokowi yang Tidak Bisa Saya Maafkan

17 Oktober 2025
Pupuk Organik Buatan Sendiri Jadi Andalan di Tengah Krisis Bertani
Video

Pupuk Organik Buatan Sendiri Jadi Andalan di Tengah Krisis Bertani

15 Juli 2025
Beras Bulog capai 4 juta ton. MOJOK.CO
Ragam

Stok Beras Bulog Capai 4 Juta Ton, Lalu Gunanya untuk Rakyat Apa kalau Harganya Masih Anomali?

2 Juni 2025
Sialnya Warga Banjarsari Solo: Dekat Rumah Jokowi, tapi Jadi Langganan Banjir Gara-gara Proyek Jokowi.MOJOK.CO
Aktual

Sialnya Warga Banjarsari Solo: Dekat Rumah Jokowi, tapi Jadi Langganan Banjir Gara-gara Proyek Jokowi

7 Maret 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

ILUNI UI gelar konser untuk bencana Sumatra. MOJOK.CO

ILUNI UI Gelar Penggalangan Dana untuk Sumatra lewat 100 Musisi Heal Sumatra Charity Concert

6 Desember 2025
Maybank Cycling Mojok.co

750 Pesepeda Ramaikan Maybank Cycling Series Il Festino 2025 Yogyakarta, Ini Para Juaranya

1 Desember 2025
jogjarockarta.MOJOK.CO

Mataram Is Rock, Persaudaraan Jogja-Solo di Panggung Musik Keras

3 Desember 2025
S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
Gowes Ke-Bike-An Maybank Indonesia Mojok.co

Maybank Indonesia Perkuat Komitmen Keberlanjutan Lewat Program Gowes Ke-BIKE-an

29 November 2025
Menanti kabar dari keluarga, korban bencana banjir dan longsor di Sumatera. MOJOK.CO

‘Kami Sedih dan Waswas, Mereka seperti Tinggal di Kota Mati’ – Kata Keluarga Korban Bencana di Sumatera

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.