MOJOK.CO – Aksi perayaan membuka baju yang dilakukan Jonatan Christie pada laga final Asian Games 2018 dikomentari dengan selentingan panas para perempuan di media sosial, fenomena apa ini?
Jonatan Christie alias Jojo buka baju di arena Asian Games 2018 setelah dipastikan dapat medali emas untuk cabang bulutangkis tunggal putra. Emak-emak, juga calon emak-emak histeris. Ada yang berkomentar dengan gaya ero-scientific setelah melihat six-pack Jojo. “Ovariumku meledak-ledak, memproduksi sel telur.” Itu adalah ekspresi erotik yang dinyatakan dalam format scientific.
Histeria terhadap Jojo dinyatakan dengan terang-terangan, tanpa malu-malu. Persis seperti histeria kaum lelaki terhadap Maria Ozawa atau Mia Khilafa. Bagi yang belum mengenal dua nama itu, saya tambahkan catatan bahwa keduanya adalah guru besar di bidang sex education for teenagers and adult. Biasanya hanya kaum lelaki yang berani secara terang-terangan mengungkapkan ekspresi seksualnya. Tapi kini perempuan pun mulai berani. Ada apa ini?
Seks adalah kebutuhan dasar manusia, dan hewan pada umumnya. Dalam konteks ini manusia hanyalah satu spesies hewan. Seks adalah kebutuhan hewan, baik jantan maupun betina. Mereka memiliki berbagai jenis sex appeal, kekuatan atau teknik untuk menarik perhatian lawan jenis, sebagai langkah awal untuk berhubungan seks.
Sex appeal itu sekaligus juga sebagai tanda bahwa ia siap berhubungan seks. Betina suatu spesies kadal yang hidup di dataran tinggi Arizona mengeluarkan bercak berwarna jingga saat ia dalam keadaan siap berhubungan seks. Melihat itu pejantan akan datang menghampirinya. Dalam hal manusia, sex appeal itu bisa berupa wajah cantik/tampan, atau bentuk tubuh. Kalau perempuan buah dada yang montok serta pinggang ramping, pada laki-laki ia berupa postur tinggi besar dan otot-otot yang menonjol.
Perbedaan mendasar antara manusia, lebih spesifik lagi spesies homo sapiens adalah bahwa perilaku manusia tidak sepenuhnya diatur oleh gen. Gen hewan menentukan pola perilakunya. Perilaku hewan dapat berubah sebagai reaksi maupun adaptasi terhadap lingkungan. Perubahan perilaku itu didahului oleh mutasi gen. Gen berubah, menyesuaikan diri dengan lingkungan, dan perubahan itu menyebabkan perubahan perilaku. Nah, pola itu tidak berlaku pada manusia homo sapiens.
Manusia punya kemampuan unik mengubah perilaku dan menyebarkan perilaku itu lintas generasi, tanpa terlebih dahulu mengalami mutasi gen. Kemampuan diperoleh setelah manusia mengalami Cognitive Revolution. Perubahan perilaku itu bisa berlangsung sangat cepat, mengalahkan perubahan perilaku berbasis mutasi gen yang sangat lambat. Inilah yang menjadi ciri khas manusia, yang membuatnya bisa melakukan banyak hal yang tidak bisa dilakukan oleh hewan spesies lain.
Menariknya, Cognitive Revolution tidak selalu berujung positif, dalam arti selalu sinkron dengan lingkungan baru kita. Cukup sering produknya menimbulkan konflik dalam diri manusia. Satu contohnya adalah pola makan. Pola makan kita masih dikendalikan oleh otak produk evolusi sampai ke zaman berburu dan meramu. Di zaman itu manusia sangat banyak bergerak untuk mendapatkan makanan. Berjalan mencari bahan makanan, memanjat, atau berlari mengejar hewan buruan. Kegiatan itu membutuhkan banyak karbohidrat, sehingga otak manusia terprogram untuk banyak makan karbohidrat.
Pola makan itu masih terekam dalam bentuk program di otak kita. Di zaman ketika kebutuhan gerak kita untuk hidup sudah sangat sedikit, otak kita masih terus memberi komando pada kita untuk banyak mengkonsumsi karbohidrat. Itu adalah satu pangkal masalah manusia modern, yaitu obesitas.
Berbagai produk Cognitive Revolution itu di antaranya adalah agama dan adat istiadat. Produk-produk ini kemudian lebih mendominasi kontrol terhadap perilaku manusia ketimbang dorongan basic instinc yang bersifat genetik. Satu di antaranya adalah soal hubungan seksual.
Seperti diungkap di atas, berhubungan seks adalah kebutuhan manusia, sebagaimana itu juga merupakan kebutuhan sepasang anjing. Tapi Cognitive Revolution membuat manusia menciptakan seperangkat aturan rumit tentang hubungan seks. Kita tidak bisa serta merta bisa bersenggama saat kita menginginkannya, sedangkan anjing bisa. Kalau anjing bisa mengamati dan berpikir tentang pola hubungan seks kita, mereka akan heran melihat kita mencari tempat tersembunyi untuk berhubungan seks.
Budaya partiarki, produk lanjutan dari Cognitive Revolution tadi lalu mengatur bahwa perempuan harus pasif dalam soal ekspresi seksual. Laki-laki boleh mengumbar ketertarikannya pada perempuan. Tapi perempuan tidak boleh melakukannya. Perempuan akan dianggap murahan kalau melakukan hal itu. Ekspresi seksual perempuan dikerangkeng, tidak boleh dinyatakan terbuka. Sex appeal mereka juga ditutupi, misalnya dengan aturan harus menutup seluruh tubuh.
Selama puluhan abad aturan itu berlaku. Tapi secara perlahan itu pun mulai bergeser. Pergeseran ini pun bagian dari produk Cognitive Revolution. Dalam dunia partiarki laki-laki meemegang semua peranan kendali, karena mereka lebih bebas mengembangkan kekuatan fisik, yang menjadi kunci pembagian peran di dunia itu. Kini keadaan sudah berubah. Kekuatan intelektual menjadi lebih penting ketimbang kekuatan fisik. Seorang programmer komputer kini dihargai jauh lebih tinggi dari tukang pikul. Situasi memberi kesempatan kepada perempuan untuk tampil memegang lebih banyak peranan.
Situasi itu juga secara perlahan menggeser pola hubungan seks. Laki-laki tetap masih dominan, tapi perlahan dominasi itu menipis. Kita mengenal revolusi seksual, yang mementahkan berbagai tata krama hubungan seks tadi. Ekspresi seksual tidak melulu dari laki-laki, perempuan juga boleh mengungkapkannya secara terbuka. Dalam konteks tertentu, ini bisa kita anggap sebagai arus balik Cognitive Revolution. Pola hubungan seksual sedang bergerak menuju ke pola basic instinc, di mana perempuan sebagai pihak yang juga punya hasrat boleh mengekspresikan hasrat itu secara terbuka.
Histeria emak-emak dan gadis-gadis saat melihat tubuh kekar dan seksi milik Jojo adalah sebuah tanda arus balik dari Cognitive Revolution ini sedang terjadi.