Awal “petaka” kilir lidah
Di sesi ini, pata finalis dibagi menjadi dua giliran. Yang pertama adalah para calon Gus, lalu disusul lima besar finalis Ning.
Lima finalis Gus dapat menjawab dengan lancar. Bahasa Inggris hingga bahasa hibrid Jawa dan Madura pun muncul menambah keseruan.
Ada juga yang menggunakan pantun untuk menarik perhatian panelis dan penonton. Nah, di sinilah awal petaka kilir lidah terjadi.
“Nang Puslit, nganggo klambi kuning. Giliranku dhisik yo, Ning,” ucap Ning pertama membuka. Dia melanjutkan pantun dengan jawaban yang penuh keyakinan. Ning yang pertama ini menghabiskan 60 detik dengan penuh percaya diri.
“Neng Roxy, tuku anting. Tak tambahi, yo Ning.” Sambut Ning kedua dengan nomor peserta 8 di pinggangnya. Dia menambahkan jawaban dari Ning sebelumnya tentang data kunjungan wisatawan ke Jember.
“Jember adalah miniaturnya Indonesia”. Tegasnya singkat.
Namun, saat ingin menutup jawaban dengan pantun, terjadi petaka. Nggak disangka, dia malah kepleset lidah. Dia bilang begini:
“Hey, Rek! Tuku tempek bek lemper neng mayangan. Wes wayahe Jember membanggakan.”
Dia sadar sudah melakukan kesalahan dan berusaha memperbaikinya di percobaan kedua. Namun, salah ucap itu sudah kadung terekam dan menjadi jejak digital yang memalukan.
Penonton mendadak bersorak heboh. Dua finalis di samping kanan dan kirinya melirik dengan kikuk, namun tetap menjaga wibawa. Beberapa pemain musik latar terpantau saling berbisik. Mas MC hanya bisa tersenyum panjang menganggap tidak ada yang terjadi.
Akhir acara yang terasa “dingin”
Perasaan gugup, takut, malu, dan kaget bercampur aduk menjadi satu. Meski membuat kesalahan, Ning dengan nomor peserta 8 di pinggangnya ini berusaha tidak panik. Untuk ini, kita seharusnya memberi apresiasi. Dia “terlihat” mampu menguasai keadaan.
Meskipun akhirnya tidak lolos ke babak berikutnya, ini mungkin akan menjadi pengalaman yang sangat luar biasa dalam hidupnya. Rispek!
Singkat cerita, acara tetap berjalan sesuai rundown. Dua finalis terpilih sebagai Gus dan Ning Jember 2024. Namun, acara yang seharusnya menjadi perayaan akan pengukuhan duta wisata berakhir dingin. Semua tersedot ke blunder salah satu finalis. Dan, yang tak disangka, efeknya bertahan sangat lama sampai hari ini.
Tidak ada perlindungan kepada Ning yang blunder
Keesokan harinya, potongan video finalis Ning yang kepleset pas main pantun mulai ramai. Respons warga sangat beragam. Ada yang kaget, menyangkan kenapa harus terjadi, hingga banyak guyonan cabul muncul di timeline.
Acara Gus dan Ning memang untuk memilih duta wisata Jember. Namun, gaungnya bersifat nasional. Apalagi ada bumbu blunder yang cukup kontroversial. Mungkin benar kata Ning yang blunder tadi bahwa Jember adalah miniaturnya Indonesia.
Tidak hanya warga Jember yang berkomentar, artis nasional pun urun respons. Misalnya: “Sek sek sek (3 emoticon mata berkaca).” Tulis akun @guyonwatonofficial pada unggahan tersebut.
Banyak akun di Instagram dan TikTok menaikkan konten mereka. Banyak yang berusaha memahami perasaan Ning dengan nomor peserta 8 di pinggangnya. Ada yang menjadikannya konten guyonan. Tidak sedikit yang cabul dan terdengar sangat tidak pantas. Bahkan ada alasan-alasan mistis yang sulit dibuktikan kebenarannya.
Satu hal yang pasti, kilir lidah itu membuat Ning berada dalam spotlight. Apalagi dia membawa nama Jember. Jadi, banyak yang menganggapnya sudah mempermalukan Jember sebagai sebuah kabupaten dengan potensi wisata yang besar. Di sini, saya tidak melihat adanya perlindungan kepada anak muda yang menjadi bahan perundungan.
Kilir lidah adalah hal yang lumrah
“Slip tongue atau kilir lidah lumrah terjadi di dunia public speaking,” ungkap Verra Zen Via, seorang jurnalis dan penulis.
“Biasanya ya banyak faktor. Bisa jadi grogi, tidak menguasai panggung, atau bahkan tidak terbiasa menggunakan bahasa yang berbeda.” Imbuh perempuan asli Jember yang saat ini sedang berdomisili di Kupang.
Romdhi Fatkhur Rozi, seorang doktor dan dosen Ilmu Komunikasi di Universitas Jember menambahkan bahwa slip tongue itu adalah hasil dari uniknya cara kerja otak dan perjalanan kebiasaan komunikasi masing-masing individu.
“Dalam ranah komunikasi, ini juga bisa terjadi karena beberapa distraksi fokus saat berbicara. Fokus ini biasanya sangat dipengaruhi oleh alam bawah sadar dan keseharian kita banyak dipengaruhi oleh otomatisasi,” katanya ketika saya wawancara.
“Untuk menjaga kenyamanan komunikasi, kita perlu melakukan penyesuaian yang intens. Karena otomatisasi terbentuk dari kebiasaan, apa yang kita ucapkan berasal dari pola komunikasi, diksi, dan teknik tutur yang sering kita gunakan.”
Grogi di atas panggung, apalagi di tengah acara besar seperti Gus dan Ning Jember adalah hal normal. Akui saja, kamu juga belum tentu sanggup mengatasi tekanan di atas panggung sebesar itu. Sudah begitu, kamu akan menjadi wajah sebuah kabupaten. Nggak heran kalau tekanan di pundak Gus dan Ning makin berat meskipun mereka seharusnya sadar akan hal itu.
Butuh persiapan lebih matang dari pihak penyelenggara Gus dan Ning Jember 2024
Selain kontrol diri dari peserta, perlu persiapan matang dari pihak penyelenggara Gus dan Ning Jember 2024. Misalnya, melakukan kontrol ketat ketika gladi bersih sehingga peserta merasa yakin dan nyaman. Apalagi terkait diksi-diksi yang berpotensi membuat finalis kilir lidah.
Selain itu, perlu juga dibuat mitigasi ketika terjadi blunder. Misalnya dengan “berdiri bersama korban”. Jangan sampai warga menganggap blunder tadi adalah aib dan berpotensi merusak pariwisata Jember sehingga merasa perlu diselamatkan. Apalagi kemarin mulai bergulir bola liar bahwa acara Gus dan Ning dipertanyakan kredibilitasnya.
Memitigasi dengan sigap setelah terjadi blunder itu penting. Ya supaya finalis merasa aman meski membuat kesalahan. Jangan sampai hal ini terulang kembali. Apalagi sampai membuat finalis merasa tidak aman jika ikut acara kayak gini lagi.
Penulis: Elmi Auliya Bayu Purna
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Penderitaan Orang Jember Selatan yang seperti Menjadi “Anak Tiri” Kabupaten Jember karena Perbedaan Bahasa dan Budaya dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.