MOJOK.CO – Film Dirty Vote berhasil mengupas banyak data terkait kecurangan Pemilu 2024. Namun, tidak semua orang beruntung bisa menontonnya.
Setelah selesai nonton Dirty Vote selama hampir 2 jam tadi malam, saya keluar rumah untuk menunaikan kewajiban sebagai warga yang baik. Malam Senin adalah jadwal saya ronda.
Selama berjalan keliling rumah warga untuk mengambil jimpitan ronda, dada ini terbakar emosi. Saya berjalan dengan terus mengumpat dalam hati, menyerapahi kenyataan tentang kecurangan-kecurangan dalam pemilu tahun ini. Kecurangan yang secara terang benderang dipaparkan di video Dirty Vote.
Sialnya, ternyata kawan-kawan ronda saya tidak ada yang nonton (atau tahu) tentang tayangan itu. Niat saya untuk menggosipkannya di poskamling jadi muspra, sia-sia. Mereka tidak terpapar sama sekali video penting menjelang pemilu ini.
Padahal video di YouTube itu dengan gamblang membukakan mata kita akan skenario yang tersusun rapi mengenai pengangkatan PJ gubernur dan bupati hari ini, yang ternyata sudah di-setting sedemikian rupa berisi orang-orang pilihan presiden. Juga berbagai upaya sistematis lainnya demi mendukung ambisi penguasa negara ini menyiasati aturan demi melanggengkan kekuasaannya.
Strategi menjinakkan “raja-raja” kecil
Seharusnya, dalam Dirty Vote, ada hal yang sangat menarik untuk diperbincangkan di grup ronda saya. Apalagi kalau bukan karena menyinggung bagaimana upaya mereka memenangi pemilu dengan merongrong hingga ke masyarakat desa. Salah satunya lewat strategi menjinakkan kades dengan iming-iming penambahan masa jabatan dan eskalasi dana desa.
Dengan “memegang ekor” raja-raja kecil di desa untuk memobilisasi suara, orang-orang pusat dengan cerdik mampu menghimpun kekuasaannya hingga ke tingkat pelosok. Sebuah struktur pengendalian kekuatan yang sangat sistematis yang sebenarnya merupakan warisan ajaran kolonialisme Belanda.
Baca halaman selanjutnya: Strategi penjajah di Pemilu 2024.