Ada keganjilan di sana
Penulis artikel ini menganggap, aksi perburuan loker oleh “Pahlawan Kita” ini menyimpan keganjilan karena “Bung Tomo pernah mengembalikan kedudukannja sebagai Djendral Major, sehingga orang menduga ada udang dibalik permintaan pekerdjaan dari Bung Tomo tsb”.
Nah, dugaan si “Koresponden Kita Sendiri” ini, Bung Tomo mau-maunya menceburkan diri sebagai pegawai, walau rendahan, dicurigai sebagai usaha suci dan heroik dari “Pahlawan Kita” memperbaiki kinerja badan usaha negara, yang sayang sekali tidak disebutkan namanya.
“Tapi keterangan selandjutnja jang kita peroleh mengatakan bahwa permintaan Bung Tomo itu telah ditolak dengan alasan ini dan itu. Ada dugaan, bahwa penolakan itu adalah karena pemimpin2 djawatan jang bersangkutan kuatir terhadap akibat penerimaan Bung Tomo sebagai pegawai dalam kantor dan djawatannja,” tulis “Koresponden Kita Sendiri”.
Apa yang dilakukan Bung Tomo itu, memburu loker di tengah peperangan, khas dan cerminan kita kiwari. Masih ingat “Perang Sarinah” saat polisi melakukan pelumpuhan pelaku teror di pusat perbelanjaan Sarinah, Jakarta Pusat, pada awal tahun 2016 silam?
Berani
Ada dua yang mencolok dan mendapat perhatian. Satu, hestek aneh #kaminaksir mencuat lantaran outfit yang dikenakan polisi-polisi ganteng penyerbu. Polisi yang dipimpin Krishna Murti itu tak ubahnya seperti para bintang film drakor yang sedang berlaga dan menjadi tontonan.
Dua, di tengah dar der dor dan mayat pelaku teror tumbang di jalan, tak jauh dari situ dengan anteng penjual sate sedang “membakar” dagangannya. Dan, ada yang beli. Ramai. “Perang Sarinah” pun tak ubahnya seperti suting film.
Bung Tomo itu, “Pahlawan Kita” ini, ya, seperti penjual sate itu. Mau negara genting, mau Republik di tubir jurang kekalahan perang di meja dan medan tempur, mendapatkan pekerjaan tetap di BUMN menjadi jalan ninja yang mesti didahulukan.
Biarlah perang berkobar asal ketersediaan logistik aman.
Kita kemudian tahu, penolakan atas surat lamaran kerja atau rekes dari Bung Tomo mengantarkannya menjadi politisi. Gagal jadi pegawai rendahan, “Pahlawan Kita” menemukan solusi jitu menepis status jobless: bikin partai dan komentator politik.
Bung Tomo memang begitu. Posisinya selalu beyond. Nggak gampang tertebak. Jadi ikon pertempuran 10 November walau nggak ada di tanggal dan tempat lokasi kejadian, Surabaya.
Saat Republik sedang gawat, dia justru sibuk cari kerja untuk jadi pegawai tetap perusahaan atau jawatan. Pegawai rendahan pun nggak apa asal BUMN.
Tetap semangat wahai pencari kerja
Bagi para pemburu loker, tetap bersemangat. Dengan kobaran Api 10 November, rengkuhlah kerja tetap. Jabatan paling rendah nggak apa, sebagaimana sikap Bung Tomo, yang penting pegawai tetap. Semoga kalian semua, teman-teman saya pemburu kerja yang progresif bisa mendapatkan perusahaan yang pas dan bos yang menyenangkan.
Mengikuti teladan baik dari Bung Tomo, pahlawan sejati adalah mereka yang berusaha keras menulis surat lamaran kerja, bangun paling pagi bawa amplop cokelat ngantre di loket jawatan demi posisi, demi kerja. Janganlah takut gagal. Mereka yang gagal lalu putus asa sama saja
Sebagaimana Bung Tomo, gagal melamar kerja berpotensi sukses jadi anggota DPR. Jarak dari 1949 hingga 1955 itu singkat sekali.
Memang, ente kadang-kadang ente. Allahu akbar. Itu.
BACA JUGA Tak Ada Bung Tomo di Pertempuran 10 November dan fakta menarik lainnya di rubrik ESAI.
Penulis: Muhidin M. Dahlan
Editor: Yamadipati Seno