Cita Citata, penyanyi dangdut cantik mungil itu kembali mencatatkan dirinya dalam jajaran orang paling populer di jagat Youtube tanah air. Dua video musiknya, “Goyang Dumang” dan “Aku Mah Apa Atuh” tercatat sebagai dua dari 10 video musik paling banyak ditonton di Indonesia.
Hingga saat ini, video “Goyang Dumang” telah disimak 34,5 juta penonton, menempatkannya sebagai video kedua paling banyak ditonton youtubers Indonesia di tahun 2015 setelah video “See You Again” (Wiz Khalifa feat Charlie Puth). Sementara itu, video “Aku Mah Apa Atuh”, masih milik Cita Citata, berhasil menarik 29,2 juta penonton, berada di urutan ke-4.
Tak hanya di Indonesia, “Goyang Dumang” juga masuk jajaran video musik paling banyak ditonton di negerinya Siti Nurhaliza, Malaysia. Di negara tetangga itu, “Goyang Dumang” berada di urutan ke-5. Dato Siti sendiri harus mengalah karena tak satu pun klip musiknya masuk 10 besar.
Jika Anda menonton video “Goyang Dumang” di Youtube, lihatlah kolom komentar di bawah. Tak hanya orang berbahasa Indonesia dan Melayu, ada juga mereka yang berkomentar dalam Bahasa Inggris, bahkan ada pula yang menuliskan kesannya menggunakan aksara Thailand.
Sebagian kecil orang asing yang berkomentar menyebut dirinya kesasar masuk ke sana. Ada yang senang dan memuji, ada juga yang mengutuk. Itu tentu hal biasa di dunia maya. Tak lengkap rasanya kalau tak ada haters.
Selain video klip, sejumlah footage yang tersebar di Youtube juga banyak menampilkan Cita Citata membawakan “Goyang Dumang” live di Malaysia, Singapura, bahkan Korea Selatan. What? Sampai di sini, apakah Anda tidak merasa aneh? Ini dangdut lho? Musik yang sering dicibir kampungan.
Sejak 2014, Cita Citata menjadi youtubers’ darling di Indonesia. Bukan Raisa, yang selama ini disebut godaan terberat laki-laki di negeri ini setelah harta dan tahta. Bukan juga Agnez Mo, penyanyi Indonesia yang oleh para penggemarnya dianggap lebih hebat daripada Anggun C Sasmi. Isyana Sarasvati, si pendatang baru pujaan para jomblo, hanya berada di posisi ke-6.
Bagi saya, kenyataan ini tidak boleh dianggap sepintas lalu. Fenomena Cita Citata ini sangat layak dikaji secara serius menggunakan sudut pandang multidisiplin ilmu. Para pakar Antropologi, Sosiologi, Musikologi, Komunikasi dan lain sebagainya, harus bisa menjelaskan ini. Kenapa dangdut? Kenapa Cita Citata?
Bagi Anda yang belum tahu, tahun 2014 Cita Citata juga mencatatkan video musiknya, “Sakitnya Tuh di Sini”, di urutan ke-2 deretan video musik Indonesia paling banyak ditonton. Padahal, video klip tersebut baru diunggah bulan Oktober tahun tersebut. Lebih heboh lagi, klip “Sakitnya Tuh di Sini”, hingga kini masih tercatat sebagai video musik Indonesia paling banyak ditonton, dengan jumlah viewers mencapai 59,5 juta.
Jika para pakar nanti akan menjelaskannya secara teoritis dan berbasiskan riset yang kredibel, maka izinkanlah saya untuk turut menyumbang pendapat sebagai seorang awam.
Fenomena Cita Citata, Apa Ini?
Bagi saya, fenomena Cita Citata bermakna banyak hal. Pertama, ini merupakan pengakuan malu-malu masyarakat Indonesia yang begitu mencintai dangdut. Tidak hanya masyarakat jelata seperti dicitrakan selama ini, tetapi juga masyarkat kelas menengah ke atas.
Dasar argumennya sederhana saja. Bukankah pengguna internet di Indoensia yang mencapai 137 jiwa (57 persen populasi, Kominfo 2015) didominasi kelas bermilik? Jadi, penonton Cita Ciatata di Youtube itu tak lain adalah mereka-mereka juga yang menggemari musik jazz atau band-band indie.
Dari segi musikalitas, dangdut Cita Citata ini adalah formulasi baru. Dangdut yang dibawakan Cita Citata dan teman-temannya, seperti Ayu Ting Ting, Zaskia Gotik atau Siti Badriah, telah meninggalkan unsur-unsur instrumen dan irama dangdut yang sebelumnya menjadi pakem.
Perlu dicatat, para pemirsa Youtube tidak hanya menggemari Cita Citata. Video-video musik para pedangdut sejenis juga rata-rata menembus 10 jurta viewers. Tengoklah video klip “Klepek-Klepek” milik pendangdut pendatang baru bernama Hesty. Penontonnya saat ini mencapai 19,6 juta.
Kenapa kita suka dangdut berirama disko? Menurut saya, karena musik jenis ini sangat ramah dan menyenangkan di telinga, serta membawa suasana hati yang ceria.
Ditambah lagi, lirik-lirik lagu dangdut sangat ringan dan dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Tema-tema soal kehidupan janda, atau soal soal paket internet yang habis, jelas tidak pernah diangkat Afgan atau Nidji.
Di Indonesia, musik dangdut dengan irama pop-disko dalam ingatan saya telah ada sejak tahun 90-an. Beberapa judul yang populer contohnya adalah “Mas Joko” (Helvy Maryand) atau “Gantengnya Pacarku” (Nini Karlina). Selama ini, musik jenis ini tidak pernah mati. Bahkan, aliran electronic dance music atau EDM saat ini sedang sangat digemari di dunia.
Alasan lain kenapa kita suka dangdut disko-elektronik, menurut saya karena musik ini mengundang kita untuk bergoyang. Sebagai catatan penting, goyang atau tarian adalah rumus penting dibalik kesuksesan sebuah lagu (pop).
Masih ingatkah Anda lagu “Asereje” (Las Ketchup) yang booming dengan goyangan tangan ala gunting rumput? Dan rasanya tidak ada mahluk modern yang tidak tahu “Gangnam Style” (Psy) yang terkenal dengan goyangan koboy gila-nya.
Hingga kini, video “Gangnam Style” masih mencatatkan diri sebagai yang paling banyak ditonton di Youtube. Tak kurang dari 2,4 miliar warga internet pernah melihat video tersebut di Youtube. Perlu dicatat, Psy ini juga musisi beraliran EDM.
Selain soal musik, alasan lain kenapa Cita Citata juara di Youtube, tentu saja karena dia cantik. Ini adalah rumus kuno dalam industri hiburan. Dengan formulasi musik yang asik untuk bergoyang, lirik yang ringan, serta penyanyi yang cantik, menurut saya, hanya ulama zuhud dan mereka yang jaim saja yang akan berpaling saat menonton Cita Citata.
Jika menurut Anda pendapat saya masuk akal, tentunya Anda sepakat bahwa Cita Citata ini adalah potensi besar bagi Indonesia. Para pelaku industri hiburan tinggal berpikir sedikti lagi untuk menghasilkan lagu dan goyangan unik untuk dibawakan Cita Citata. Jika itu terpenuhi, tidak tertutup kemungkinan dangdut dan Cita Citata akan menjadi fenomena jagat maya yang lebih luas. Ya, setidaknya di Asia Tenggara.