Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Catatan Pinggiran untuk Mojok dan Goenawan Mohamad

Irham Thoriq oleh Irham Thoriq
9 Juni 2017
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Jika Hamid Basyaib menyebut bahwa “Catatan Pinggir” Goenawan Mohamad lebih suka mengajukan pertanyaan dibanding memberi jawaban, saya kira Mojok adalah pertanyaan itu sendiri. Mojok lahir sebagai pertanyaan. Kita tak perlu mengajukan pertanyaan dalam tulisan-tulisan kita di situs ini karena Mojok bagian dari pertanyaan itu sendiri.

Matinya pertanyaan tentu saja akan membuat heboh. Juga membuat bodoh. Ketika sudah tidak ada pertanyaan, sejatinya berakhirlah kehidupan. Selain itu, terlalu banyak orang yang bergantung pada pertanyaan sehingga jika pertanyaan mati, orang tak bisa berbuat apa-apa.

Mungkin inilah yang dirasakan banyak orang ketika Mojok mati sebentar. Orang kebingungan mencari dan melontarkan pertanyaan. Dalam artian pertanyaan yang jenaka, menggugah, dan cenderung mengolok-olok diri sendiri. Nyaris tak ada media selihai Mojok dalam mentertawakan dan mengumpat dirinya sendiri dalam waktu yang berimpitan.

Lalu kini Mojok hidup lagi. Kalau kita harus menerka-nerka kenapa Mojok mati hanya sebentar, semua orang bisa saja menyebut kalau ini bagian dari strategi pemasaran. Atau bisa jadi, setelah dimatikan, Mojok mendapat investor besar yang mengharuskan Mojok hidup lagi. Atau bisa juga terlalu banyak yang mewek atas matinya mojok sehingga Kepala Suku tak tega dan menghidupkan lagi situs ini.

Sialnya, aneka macam spekulasi itu sama sekali tak diberi ruang untuk menemukan jawabannya. Semuanya berujung pada spekulasi. Pada pertanyaan-pertanyaan. Mungkin Mojok memang dilahirkan sebagai sebuah pertanyaan.

Mumpung bulan Ramadan, mari kita berpikir positif aja. Mari kita anggap matinya Mojok selama beberapa hari merupakan bagian dari cara media ini untuk melakukan tetirah. Ya, mungkin sama dengan yang sedang dilakukan si Kepala Suku di Pulau Dewata sana.

Tetirah menurut saya adalah kunci. Orang, lembaga, bahkan situs media, jika ingin tumbuh besar harus melakukan tetirah. Dalam bahasa Arab disebut khalwat. Dalam bahasa sederhananya disebut menyepi. Mengasingkan dari ingar bingar duniawi. Ingat, Nabi Muhammad saw. pernah melakukan khalwat. Yakni ketika beliau tetirah di Gua Hira hingga akhirnya mendapatk wahyu pertama, Surah Al-Alaq.

Beberapa hari lalu saya melakukan reportase ke salah satu tempat khalwat yang ada di Malang. Di pondok pesantren ini tidak diajarkan ilmu tentang agama. Para santri hanya melakukan khalwat dengan cara menyepi. Ada banyak pilihan, khalwat selama satu minggu hingga yang paling lama, enam minggu. Di sini, para santri melakukan refleksi dengan cara berzikir dan memikirkan kebesaran Tuhan. Dengan refleksi, biasanya santri menjadi ingat apa kesalahan yang mereka lakukan dan seperti apa buruknya hati mereka dalam kehidupan sehari-hari.

Aneka macam kesalahan itu tidak boleh ditertawakan, sebagaimana kebiasaan Mojok selama ini, tapi diresapi, lalu diperbaiki. Setelah khalwat, biasanya santri menjadi lebih alim, lebih bijaksana, tidak suka marah-marah, lebih dekat, dan selalu bertawakal kepada Tuhan.

Sebagai pembaca tidak setia Mojok, saya membayangkan Mojok melakukan khalwat ketika mati beberapa saat. Sehingga ketika hidup lagi, bisa menjadi media yang lebih baik. Yang tak hanya banyak akal, tapi semakin banyak nakalnya. Dalam artian, kian banyak mengibuli pembaca seperti tulisan terakhir Kepala Suku sebelum situs ini mati sementara.

Kita sudah kadung percaya media ini tutup karena orang yang tak suka dengan keberadaan Mojok. Sampai ada yang mengirim kepala kambing segala. Eh, di akhir cerita ternyata itu fiksi belaka. Semoga Mojok semakin sering membuat tulisan yang nggateli semacam ini agar akal kita semakin banyak dan tidak terlalu serius.

Setelah tulisan ini ngelantur ngalor ngidul, lalu apa hubungan Mojok dan Goenawan Mohamad? Ya, maksud saya, sudah seharusnya Mbah Goen melakukan tetirah untuk banyak hal. Pertama, tetirah dari mengunggah foto yang bikin ribut.

Baru-baru ini, di akun Twitternya ia mengunggah foto Amien Rais yang sedang menunduk. Seperti orang ketiduran. Mbah Goen menulis caption seperti ini: “Tegaklah, Mas Amien Rais. Anda terima Rp 600 juta tapi belum tentu bersalah. Kita tak boleh cepat mencerca, bukan?”

Sekilas caption foto ini seolah membela Amien Rais. Tapi, netizen justru mencerca Mbah Goen. Ia dianggap telah melakukan pemelintiran gambar dan merendahkan tokoh Reformasi itu. Bahkan Hanum Rais, anak Amien Rais, mengkritik pedas. Hanun menulis: “Foto ini Anda ambil dr foto sy, anda crop,lalu Anda beri caption tendensius. Itu ayah sy berzikir menunggu kelahiran putri sy. Ahli Fitnah.”

Iklan

Selain soal unggah-mengunggah gambar, Mbah Goen menurut saya perlu tetirah dari rubriknya: “Catatan Pinggir”. Rubrik ini sudah berumur puluhan tahun, tapi setelah Tempo bangkit lagi pasca-Reformasi, belum pernah tetirah. Sehingga begitu-begitu saja, membuat bosan saya sebagai pembaca.

Bolehlah sebulan dua bulan rubrik “Catatan Pinggir” di halaman paling belakang majalah Tempo itu diisi tulisan orang lain. Atau diisi apalah yang lucu, yang tidak bikin sepaneng seperti ketika membaca tulisan Mbah Goen. Dengan tetirah tersebut, kita berharap tulisan di “Catatan Pinggir” semakin segar, semakin banyak akal. Maksud saya, banyak akal yang menulis di rubrik ini, tidak hanya Mbah Goen saja.

Mbah Goen, sudah waktunya Anda tetirah. Tapi, kalaupun Anda terus menulis di situ, tidak masalah. Toh, itu media yang Anda dirikan sendiri.

Salam khalwat.

Terakhir diperbarui pada 25 September 2025 oleh

Tags: Amien RaisCatatan PinggirGoenawan MohamadHanum RaisMajalah TempoMojokTempo
Irham Thoriq

Irham Thoriq

Artikel Terkait

Negara tak anggap serius ancaman teror kepala babi dan bangkai tikus kepada jurnalis Tempo MOJOK.CO
Aktual

Teror Serius Kepala Babi dan Bangkai Tikus kepada Jurnalis Tempo bagi Negara Hanya Lelucon Belaka

23 Maret 2025
Kilas Balik Muhammadiyah yang Tegas Tolak Tambang di Era Amien Rais
Video

Kilas Balik Muhammadiyah yang Tegas Tolak Tambang di Era Amien Rais

10 September 2024
Purwokerto Tidak Istimewa, tapi Nyaman Melebihi Jogja MOJOK.CO
Esai

Pandji Benar. Purwokerto Memang Tidak Istimewa, Tapi Lebih Nyaman Ketimbang Jogja

21 Juni 2024
Jejak Angkringan Dari Masa ke Masa, Jadi Andalan Warga Jogja, Solo, hingga Klaten
Video

Jejak Angkringan Dari Masa ke Masa, Jadi Andalan Warga Jogja, Solo, hingga Klaten

16 April 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

'Aku Suka Thrifting': Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism.MOJOK.CO

‘Aku Suka Thrifting’: Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism

1 Desember 2025
Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
Bioskop NSC Rembang, bangunan kecil di tanah tandus yang jadi hiburan banyak orang MOJOK.CO

Bioskop NSC Rembang Jadi Olok-olokan Orang Sok Kota, Tapi Beri Kebahagiaan Sederhana

1 Desember 2025
Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
Lulus S2 dari UI, resign jadi dosen di Jakarta. MOJOK.CO

Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar

5 Desember 2025
Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.