MOJOK.CO – Sejak kapan pemeluk agama di Indonesia begitu tidak percaya diri atas apa-apa yang ia lakukan sampai-sampai menraktir teman saja harus meminta pandangan hukum dari ustaz?
Tetangga kontrakan saya adalah santri YouTube paruh waktu. Maksudnya, ia tipikal pemeluk agama masa kini yang menimba ilmu pengetahuan agama dari channel YouTube atau akun Instagram ustaz terkenal yang rutin mengunggah video ceramah. Ketika menyampaikan hukum mengucapkan Hari Ibu adalah haram, ia bilang tahu dari Instagram ustaz. Ketika menyampaikan hukum tahlilan haram, ia bilang tahu dari Instagram ustaz. Ketika mengetahui hukum merayakan ulang tahun haram, tentu saja dari akun Instagram ustaz. Begitu pun ketika ia bilang hukum mencium tangan kiai haram, sumbernya adalah akun Instagram ustaz.
Video-video yang diunggah oleh akun instagram ustaz memang menarik. Sangat bersesuaian dengan karakter khas aplikasi Instagram. Santri YouTube paruh waktu tak perlu datang ke majelis taklim, tak perlu beli kitab, tak perlu maknani dan menyimak sambil sedikit ngantuk-ngantuk, dan tentu saja tak perlu mendiskusikan konteks jika tak paham. Video berdurasi tiga menitan itu biasanya sudah mampu menjawab satu pertanyaan tentang hukum dari mengerjakan suatu hal.
Dalam video-video ceramah itu, pertanyaan-pertanyaan dari jemaah itu biasanya dibaca dari sebuah kertas kecil, mirip undian arisan. Bentuk konten semacam itu memang sangat pas untuk para pemeluk agama masa kini, cukup modal bonus kuota gratis tengah malam, menggali ilmu agama sambil tidur-tiduran, mendapat ilmu tentang mengharam-haramkan, lalu keesokan harinya telah merasa paling mendapat hidayah dan mulai berdakwah, entah itu lewat update status atau bilang astagfirullah di kolom komentar Facebook teman yang masih belum tercerahkan. Ciri yang paling utama dan penting, jika terjadi perdebatan sebab teman itu ternyata belum mau diajak serta ke jalan kebenaran, kecakapan penting yang harus dimiliki adalah mengatakan kata-kata pamungkas, yakni: “Kata ustaz ane….”
Permasalahannya, makin lama pertanyaan dari undian kertas arisan ini makin remeh. Salah satunya, misal, ada seorang jemaah bertanya tentang hukum menraktir teman. Amboinya, ustaz tentu saja menjawab pertanyaan itu dengan template yang biasa, yakni memberikan jawaban tegas (yang tentu saja jawabannya boleh tho, cuuuk, cuuuk…) dan tak ketinggalan dengan dalil pendukung. Sungguh ustaz yang mulia dan penuh kesabaran.
Sebagai santri YouTube paruh waktu yang ingin meningkatkan kualitas diri, mari kita sama-sama berpikir sebagaimana perintah Quran kepada hamba yang berakal. Pertama-tama, pertanyaan itu tentu menghadirkan tanya, sejak kapan pemeluk agama di Indonesia begitu tidak percaya diri atas apa-apa yang ia lakukan sampai-sampai menraktir teman saja harus meminta pandangan hukum? Jangan-jangan, ia terlalu banyak mendengar konten pengajian “apa-apa diharamkan” yang sepaket dengan ancaman dosa dan neraka, sehingga mau apa-apa jadi ketakutan?
Pertanyaan hukum menraktir teman itu melukai kecerdasan dan kehormatan anak-anak SD yang gemar berbagi butiran cilok atau siomay satu plastik untuk mulut rame-rame se-geng, tak ketinggalan dengan es teh plastiknya. Anak-anak SD itu, atas nama solidaritas menraktir teman tanpa memikirkan hukum dan pahala.
Pertanyaan itu juga sungguh menyepelekan kemampuan sang ustaz, sebab sang ustaz lebih layak mendapat pertanyaan yang lebih rumit, seperti: Ustaz, jika mencium tangan kiai adalah haram, bagaimana hukum anak saya yang selalu ingin bersalaman ketika bertemu badut-badutan di jalan? Menurut ustaz, manakah yang benar: fotokopi, photocopy, atau poto kopi? Ustaz, motor saya buatan China, yang saya kredit di paguyuban arisan milik tetangga yang kafir, lalu saya jual lagi ke saudara yang kerja di perusahaan minyak Amerika? Ustaz, bagaimana hukumnya jika saya di-tag foto dari akun Facebook teman yang mengajak saya selfie ketika kondangan, apakah dosa saya dobel karena katanya selfie haram dan meng-upload foto pun haram?
Saya yakin, meskipun pertanyaan sudah dibikin rumit begitu, para ustaz hits tersebut tetap bisa menjawab. Apa sih yang tidak bisa mereka jawab? Soal vaksin, misalnya, ibu-ibu follower yang ketakutan pada propaganda Yahudi dan Amerika percaya juga untuk tidak vaksin, sampai-sampai lebih baik kena difteri daripada tidak diridhai Allah, katanya. Soal telur, entah palsu entah tidak, pokoknya kalau bapak-bapak berjenggot dan berjubah yang identitasnya tak jelas bilang China-lah biang keroknya, niscaya mesti kita boikot juga. Bahkan soal utang negara, penjelasan Menteri Keuangan yang diakui terbaik sedunia pun tak ada gunanya, sebab Bu Menteri tidak pernah menggunakan bahasa-bahasa melankolis yang dapat membangkitkan ukhuwah umat beragama. Lagian, Bu Menteri kan lebih cantik kalau pakai jilbab…. Eh, Bu Menteri sudah pernah ditanya apa agamanya, belum?
Ustaz-ustaz pengayom masyarakat Instagram ini memang lebih hebat dari Rasulullah. Alkisah, Rasulullah saw. pernah mendapat interupsi dari seorang petani di Madinah. Ketika itu Rasulullah pernah mempertanyakan mengapa benih kurma harus dikawinkan dan tidak dibiarkan tumbuh secara alami. Petani kurma yang tidak enak hati kepada Rasulullah mengikuti saran Nabi, tetapi hasilnya justru produksi kurma menurun. Ketika melapor kepada Rasulullah, Rasulullah menyadari keterbatasan pengetahuannya di bidang pertanian dan mengatakan, “Kamu sekalian lebih mengetahui urusan duniamu.”
Rasulullah adalah manusia biasa yang meminta maaf dan mengaku bersalah ketika tidak kompeten dalam suatu bidang. Rasulullah mendampingi masyarakat, tetapi perannya adalah mendengarkan permasalahan-permasalahan penting yang disampaikan, lalu membentuk majelis diskusi dan mengidentifikasi masalah bersama itu sembari memikirkan sebuah sistem demokrasi yang memungkinkan munculnya para pemikir yang mengambil peran sesuai keahlian. Rasulullah hadir untuk menyelesaikan persoalan rumit pada zamannya. Jahiliyah ketika itu menistakan perempuan, saling bunuh antarsuku karena sistem ekonomi yang penuh kerakusan, pimpinan kabilah yang zalim menindas para budak, dan berbagai persoalan keadilan lainnya.
Jika ditarik pada masa kini, mungkin Rasululllah ingin para ustaz menjawab bukan sekadar hukum segala macam ucapan yang diharam-haramkan, tapi bagaimana ustaz membantu masyarakat agar punya strategi memerangi korupsi, memikirkan terumbu karang yang rusak, gunungan sampah plastik yang kian mengerikan, sumber mata air bersih yang dijarah limbah industri, juga hutan-hutan lindung yang dibabat para pemodal.
Eh, tapi ulama-ulama masa kini itu kan terbukti mampu menghukumi segala hal, mulai dari hukum menraktir teman hingga persoalan politik, ekonomi, sosial, budaya, kesehatan, dan pertahanan keamanan. Mungkin mereka memang tidak hanya lebih hebat dari para pakar keilmuan yang jelas latar belakang pendidikan dan jelas kiprahnya dalam lintasan sejarah, bahkan merasa lebih hebat dari Rasululllah, ya?