Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Berdebat di Media Sosial Sampai Kesasar di Rimba Istilah

Ahmad Makki oleh Ahmad Makki
9 Juni 2017
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Seorang mahasiswa baru pulang dari acara buka puasa yang dihadiri kalangan terbatas. Kepada teman kosnya, ia bercerita. “Wah, menunya mewah-mewah,” katanya, “semua disajikan transparan.”

Hampir saja si teman kos keselek asap rokok yang tengah diisap. Sambil menahan batuk ia bertanya.

“Transparan? Maksudnya?”

“Itu loh, semua makanan dijajar di atas meja. Kita ambil sendiri-sendiri.”

“Buset! Itu prasmanan!”

Kelakar di atas merupakan salah satu koleksi humor pakar filsafat Dr. Haryatmoko yang selalu saya ingat. Cerita tersebut menggambarkan orang yang memakai istilah tanpa paham artinya.

Perilaku memakai istilah secara serampangan sekilas terkesan kelewat karikatural. Hanya terjadi di lawakan ala Srimulat. Tapi, jangan lupakan kisah nyata Vicky Prasetyo di tahun 2013 ketika terpergok bicara soal “kontroversi hati”, “kudeta keinginan”, dan “statusisasi kemakmuran”. Pria ini kesasar dalam rimba istilah yang dipakainya sendiri, dan netizen se-Indonesia dibikin girang bukan main.

Seiring waktu, cerita tentang Vicky mereda dengan sendirinya. Tapi percayalah, fenomena kesasar dalam rimba istilah ini mewabah ke segala penjuru media sosial di Indonesia. Kalau nggak percaya, simak riwayat pemakaian istilah hoaks (hoax) di kolom komentar berbagai media daring.

Saya pernah membaca berita tentang korupsi di sebuah media daring. Sepengamatan saya sih tidak ada masalah dalam berita. Liputannya berimbang, narasumbernya kompeten, data-data diambil dari pihak otoritatif. Tapi di kolom komentar seseorang dengan gagahnya berkata.

“Dasar media komunis! Kerjaannya nyebar berita hoax.”

Saya hampir jatuh terjengkang membaca komentar tersebut. Komunis … hoax …, saya cek dua istilah ini di berbagai kamus daring dan beberapa sumber lain, tak satu pun sanggup menjelaskan maksud komentar di atas. Lalu apa pula hubungan komunis dan hoax dengan berita korupsi?

Lewat penelusuran lanjutan, saya jadi lebih paham bahwa tidak sedikit orang Indonesia yang memakai istilah hoaks untuk menyebut berita atau fakta yang tidak mereka sukai. Ada pun makna komunis dalam komentar tersebut sampai sekarang masih misteri.

Di lain kesempatan, dengan maksud baik ingin menasihati teman-teman pesbuknya, seorang pemuda dengan khidmat menulis status berikut.

“Hati-hati dengan gaya hidup liberal. Saya pernah masuk ke dalamnya dan tahu betul bahayanya. Sekarang saya sudah sadar dan menjauhi.”

Iklan

Orang yang paham duduk perkaranya bisa membenturkan kepala sampai tiga kali ke tembok terdekat lantaran pusing membacanya. Gaya. Hidup. Liberal. Saya pernah dengar gaya hidup sehat, gaya hidup konsumtif, gaya hidup minimalis. Tapi gaya hidup liberal?

Seseorang yang iseng bertanya lewat kolom komentar.

“Bro, gaya hidup liberal itu kayak apa ya? Bahayanya gimana?”

Saya nggak tega menuliskan kelanjutan cerita, khawatir kepala Anda makin benjut.

Fenomena demikian tidak diragukan lagi berakar dari rendahnya minat membaca. Di jagat internet, berbagai fasilitas untuk mengecek definisi istilah tersedia gratis. Tapi, memang nggak sedikit orang yang lebih suka menghabiskan kuota buat berkomentar ketimbang membaca. Boro-boro membuka buku.

Menjadi merepotkan ketika mereka punya hobi berdebat. Demi menghindari kepusingan berargumentasi, tak jarang digelar akrobat berbagai istilah, tanpa peduli pada rujukan makna dan konteks. Kafir, munafik, sesat, radikal, anarkis, pribumi, aseng …(deret antrean istilah masih panjang di belakang). Begitu terus sampai kesasar sendiri dalam rimba istilah.

Sampai titik tertentu, gejala tersebut boleh jadi kelihatan lucu dan sebaiknya dibiarkan. Tapi, kalau sudah menjengkelkan repot juga. Sebagai contoh, Anda mungkin pernah melihat postingan seorang pakar di bidang sejarah agama yang mendapat komentar semacam ini.

“Kalau sudah jadi profesor mestinya berpikir sesuai tuntunan agama. Ini malah menyudutkan agamanya sendiri!”

Ketika kita tengok profil komentator ahli “tuntunan agama” ini, terbacalah bahwa pendidikan terakhirnya di Universitas Manchester United Football Club ….

Contoh lain biasanya muncul dalam debat-debat membingungkan di media sosial. Misalnya, orang pertama mengkritik Jokowi karena dianggap komunis. Orang kedua membalas dengan mencemooh Prabowo, tanpa peduli itu ada hubungannya atau tidak dengan sikap orang pertama. Orang ketiga mencoba melerai. Orang pertama menghardik orang ketiga yang dianggapnya pengecut dan bersembunyi di balik sikap netral. Orang ketiga marah dan menghardik balik. Orang kedua menyerang dua pihak sekaligus. Ketiganya bertengkar dalam kondisi lupa sumber permasalahan.

Pusing? Padahal belum sampai bagian ketika orang keempat melempar salinan broadcast panjang dari grup WhatsApp sebelah, disusul tiga meme mengejek sekaligus. Sementara orang kelima mengopipaste lirik lengkap “Mars Perindo” dalam huruf kapital.

Terakhir diperbarui pada 11 Agustus 2021 oleh

Tags: debatIstilahjokowiMars Perindomedia sosialprabowo
Ahmad Makki

Ahmad Makki

Artikel Terkait

kapitalisme terpimpin.MOJOK.CO
Ragam

Bahaya Laten “Kapitalisme Terpimpin” ala Prabowonomics

21 Oktober 2025
Kereta Cepat Whoosh DOSA Jokowi Paling Besar Tak Termaafkan MOJOK.CO
Esai

Whoosh Adalah Proyek Kereta Cepat yang Sudah Busuk Sebelum Mulai, Jadi Dosa Besar Jokowi yang Tidak Bisa Saya Maafkan

17 Oktober 2025
Hentikan MBG! Tiru Keputusan Sleman Pakai Duit Rakyat (Unsplash)
Pojokan

Saatnya Meniru Sleman: Mengalihkan MBG, Mengembalikan Duit Rakyat kepada Rakyat

19 September 2025
Video Prabowo Tayang di Bioskop Itu Bikin Rakyat Muak! MOJOK.CO
Aktual

Tak Asyiknya Bioskop Belakangan Ini, Ruang Hiburan Jadi Alat Personal Branding Prabowo

16 September 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Pamong cerita di Borobudur ikuti pelatihan hospitality. MOJOK.CO

Kemampuan Wajib yang Dimiliki Pamong Cerita agar Pengalaman Wisatawan Jadi Bermakna

16 Desember 2025
Berantas topeng monyet. MOJOK.CO

Nasib Monyet Ekor Panjang yang Terancam Punah tapi Tak Ada Payung Hukum yang Melindunginya

15 Desember 2025
Saat banyak teman langsungkan pernikahan, saya pilih tidak menikah demi fokus rawat orang tua MOJOK.CO

Pilih Tidak Menikah demi Fokus Bahagiakan Orang Tua, Justru Merasa Hidup Lebih Lega dan Tak Punya Beban

15 Desember 2025
Teknisi dealer Yamaha asal Sumatera Utara, Robet B Simanullang ukir prestasi di ajang dunia WTGP 2025 MOJOK.CO

Cerita Robet: Teknisi Yamaha Indonesia Ukir Prestasi di Ajang Dunia usai Adu Skill vs Teknisi Berbagai Negara

16 Desember 2025
Peringatan Hari Monyet Ekor Panjang Sedunia di Jogja. MOJOK.CO

Pilu di Balik Atraksi Topeng Monyet Ekor Panjang, Hari-hari Diburu, Disiksa, hingga Terancam Punah

15 Desember 2025
Gagal dan tertipu kerja di Jakarta Barat, malah hidup bahagia saat pulang ke desa meski ijazah S1 tak laku dan uang tak seberapa MOJOK.CO

Dipecat hingga Tertipu Kerja di Jakarta Barat, Dicap Gagal saat Pulang ke Desa tapi Malah bikin Ortu Bahagia

19 Desember 2025

Video Terbaru

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025
Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025
Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

14 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.