MOJOK.CO – Eit, kamu pasti mikir kalau ini berita satire. Bukan dong, Pak Terawan beneran diundang WHO buat berbagi cerita kesuksesan tangani Covid-19.
Pada masa-masa paling selow, pernah tebersit di pikiran saya untuk urun masukan pada tim Badan Bahasa, atau paling tidak pada penyusun tesaurus sekaliber Eko Endarmoko, agar memasukkan kata “terawan” sebagai sinonim dari kata “gagal”.
Saya yakin, atas segala kinerja Pak Menteri Kesehatan selama menangani Covid-19 yang sempat bikin kelimpungan kita semua, kebanyakan warga Indonesia akan setuju pada usulan itu.
Ide cemerlang itu bukan dari saya, tapi datang dari seorang kawan di Solo. Tiba-tiba pada suatu malam bertanya dengan nada penuh selidik ke saya. “Dari skala 1-10, seberapa ‘terawan’ hidupmu?”
Saya langsung menangkap bahwa inti dari interogasi itu adalah ajakan untuk introspeksi. Meminta saya untuk muhasabah. Saya menyadari itu. Hidup saya memang tak berguna, dan merasa sangat terawan sekali.
Nggak usah ribet-ribet jadi ahli epidemiologi buat menyadari bahwa kerja Pak Menkes Terawan sering dianggap begitu loyo. Jangankan rakyat yang mencak-mencak, Presiden Jokowi aja sempat marah-marah di depan kamera.
Ini belum melihat pola komunikasi Pak Terawan yang, Masyaallah-sekali, sangat jauh dari kata mantap. Banyak banget blundernya, dan kalau mau dibikin tabulasi dalam program pengolah angka macam Excel, mungkin komputer kita langsung minta resign dan memilih jadi sempoa.
Tapi kalau dipikir lebih jernih, rasa jengah kita sebetulnya bukan hanya tertuju pada Pak Terawan seorang. Kita mudah sekali emosi hari-hari ini, juga cukup lincah dalam memberi penghakiman. Mengintip gerbang rumah tetangga yang rutin dua hari sekali diketuk Pak kurir pengantar barang saja kadang-kadang ada sedikit rasa kesal dan iri.
Itu wajar belaka. Kita memang sudah bosan memusatkan segala kegiatan di rumah, kita kurang piknik, bahkan dalam arti yang sangat harafiah. Masalahnya, jangan-jangan Pak Terawan cuma korban dari petingkah suuzan kita yang sudah melewati tapal batas. Coba direnungkan sejenak, Akhy. Renungkan.
Pak Menkes yang punya koleksi moge cukup banyak itu sangat sukses mengakali Covid-19. Indikatornya tentu saja pendapat Pak Luhut Binsar Panjaitan, sang pemegang kunci kebenaran di segala bidang.
Pernyataan ratusan saintis yang bekerja di laboratorium ditambah sembilan ribu pakar yang bekerja begitu tekun sekalipun, ya jelas tidak ada apa-apanya dibandingkan satu embusan nafas Luhut di atas mimbar.
“Saya ingin pesan dan disebarluaskan juga. Kita harus tetap taat dan disiplin terhadap protokol kesehatan. Jangan kita saling menyalahkan. Saat ini semua sangat terkendali,” katanya, sejak akhir September.
Patut dicatat; S-A-N-G-A-T T-E-R-K-E-N-D-A-L-I. Okemuantaaap.
Semua negara maju di dunia harusnya mau sedikit menghilangkan egonya untuk belajar pada Indonesia. Gimana nggak, saat mereka masih sibuk memikirkan cara beradaptasi di tengah carut-marut, kita sudah bisa selangkah lebih maju dengan mengendalikan virus. Para Avatar saja hanya bisa mengendalikan air, api, tanah dan udara, lho.
Mungkin karena itu pula, WHO akhirnya mengakui prestasi Pak Terawan dan mengundang pertemuan secara virtual guna sama-sama muhasabah dalam konferensi yang membahas Intra-Action Review (IAR).
Menurut kabar yang beredar, surat resmi Pak Terawan diundang WHO itu juga ditujukan pada tiga menteri kesehatan negara lain, hanya saja belum disebutkan dua negara itu mana saja. Waaaw, jadi selain Agnez Mo, akhirnya ada juga anak bangsa yang go internesyenel.
Jujur, kesan bahwa Pak Terawan gagal tiba-tiba sirna seketika di benak saya. Mana mungkin hati ini tidak turut bangga melihat keberhasilan anak bangsa di kancah dunia. Ini saat yang tepat untuk mengembalikan kejayaan Nusantara yang sejak dulu dikagumi semesta. #MakeIndonesiaGreatAgain.
Teruntuk orang-orang yang selama pandemi belum punya sertifikat webinar barang sebiji, ada baiknya diam dulu, ini menteri kebanggaan kita diundang langsung oleh Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, orang yang sering digugat oleh Bli JRX itu.
Kebanggaan Pak Terawan diundang WHO ini juga dirasakan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes, Muhammad Budi Hidayat, “Iya dinilai bagus WHO, Alhamdulillah. Ini karena Indonesia dianggap mampu membuat angka positif landai ya positifty rate-nya dan juga angka sembuh meningkat.”
“Jadi artinya WHO menyebut Indonesia berhasil karena dibuktikan pelandaian kasus itu,” tambahnya.
Terserah deh, mau klaim itu betulan atau cuap-cuap belaka bodo amat. Bagi saya, tak ada yang lebih penting ketimbang diundang WHO. Pokoknya, mau Pak Terawan blunder di masa lalu, asal sudah diundang oleh WHO ya beres perkara.
Tidak usah memedulikan fakta di lapangan bahwa angka testing Covid-19 memang merosot belakangan ini. Tidak usah terlalu merisaukan bakal ada lonjakan pada beberapa hari mendatang karena berbagai peristiwa seperti demonstrasi, liburan, kampanye Pilkada, dan lain sebagainya.
Nggak perlu itu, nggak perlu, karena buktinya Pak Terawan diundang WHO.
Kita juga nggak perlu sok-sokan protes dengan jumlah testing dalam sehari yang masih saja berkisar hanya pada angka 20 ribuan orang. Yang bahkan ketika liburan berlangsung, angka testing kemarin itu justru diturunkan jumlahnya oleh Kemenkes.
Tentu saja kita bisa kesampingkan standar testing di Indonesia yang masih di bawah standar aman WHO. Bahwa menurut standar WHO, perlu testing seribu orang per 1 juta penduduk untuk setiap pekan agar bisa mendapat angka sebenarnya berapa orang yang positif Covid-19 di sebuah negara.
Artinya, dengan jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 267 juta jiwa, maka jika Kemenkes ingin lihat ada seberapa banyak warganya yang terkena Covid-19, perlu ada testing minimal 267 ribu per pekan atau 38 ribu sehari.
Indonesia berapa hari? Sekitar 20 ribuan per hari.
Yaelah, kan cuma kurang belasan ribu doang per hari. Masalah amat sih cuma tipis-tipis doang? Hargai dikit kerja Pak Terawan dan Kemenkes yang akhirnya diundang WHO napa sih?
Jadi nggak usah suuzan lagi kalau angka-angka pelandaian kasus Covid-19 ini hanya terjadi di atas kertas karena jumlah testingnya masih di bawah standar minimal.
Lah yang penting kurva positif Covid-19 melandai toh? Faktanya juga memang bilang begitu kok. Ingat kata-kata Pak Luhut tadi bahwa saat ini kasus Covid-19 ini semua sangat terkendali laporannya.
Perkara disebabkan testingnya yang melambat atau jumlah yang dites makin dikit ya itu kan cuma perkara administrasi aja. Nggak usah dilebih-lebihkan laaah… orang WHO juga nggak perlu tahu soal ini kok.
Ingat, ini demi marwah dan harga diri bangsa di mata dunia! Jadi plis, mohon kerja samanya ya? Yuk.
Oya, beberapa jam setelah Anda membaca tulisan ini, konferensi virtual itu akan segera digelar dengan khidmat. Saya sih masih belum dapat informasi, apakah WHO sudah menyiapkan kursi kosong buat Pak Terawan?
Eh.
BACA JUGA 3 Nama yang Bisa Direkrut Menkes Terawan sebagai Juru Bicara dan tulisan Muhammad Nanda Fauzan lainnya.