Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Apa yang Membatasi Manusia? Pikirannya Bahwa Ia Sudah Sampai di Batas

Irfan Afifi oleh Irfan Afifi
30 Mei 2018
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Manusia membayangkan potensi dirinya dalam simbol-simbol. Ia kemudian asyik memuja simbol itu dan lupa mendayagunakan potensi dirinya.

Suatu hari seorang lelaki bernama Adi yang merupakan pakar hitung memutuskan meninggalkan Kota Bukhara untuk mencari pengetahuan yang lebih agung. Adi yang merupakan pelajar matematika disarankan oleh gurunya agar pergi menuju selatan dan menyesap pelajaran dari hewan-hewan yang mungkin bisa meningkatkan kualitas dan potensi kemanusiaannya.

“Cari dan temui seekor ular dan burung merak yang akan memberimu pelajaran berguna untuk kamu renungkan!” perintah gurunya suatu hari.

Sang murid patuh. Adi kemudian bepergian menuju selatan, melintasi Khurasan hingga akhirnya tiba di Irak. Di kota terakhir ini, secara tak disengaja ia menemukan seekor ular dan burung merak yang sedang berada di satu tempat. Tak menyia-nyiakan kesempatannya, Adi segera melayangkan pertanyaan.

“Hai, merak dan juga kau ular, aku ingin berdiskusi dengan kalian berdua. Aku ingin tahu kelebihan dan sifat-sifat masing-masing dari kalian. Coba terangkan padaku, aku benar-benar ingin belajar dari kalian berdua.”

“Aku rasa aku lebih penting dibanding ular,” jawab si merak, “Aku mewakili embusan napas manusia, terbang menuju langit, simbol keindahan langit, dan oleh karena itu, mewakili pengetahuan akan suatu hal yang lebih tinggi.

“Hal ini adalah tujuan penciptaanku: untuk mengingatkan manusia agar meniruku ketika mencari aspek-aspek tersembunyi dalam diri mereka.”

“Aku sebaliknya,” kata ular, “mendesis pelan. Aku mewakili hal yang dimiliki manusia. Sama seperti manusia, aku terikat di atas tanah bumi. Hal ini mengingatkan keterikatan manusia pada bumi.

Selain itu, seperti halnya manusia, aku bersifat liat dan lentur layaknya angin. Adalah jalanku untuk selalu menapak dan menyentuh tanah, dan ini sering dilupakan manusia. Dalam khazanah tradisi hikmah, aku adalah seseorang yang berdiri menjaga warisan harta terpendam di dalam bumi.”

“Namun, kau menjijikkan, hai, ular,” sahut burung merak. “Kau tamak, suka menyembunyikan sesuatu, dan berbahaya.”

“Ah, kau, burung merak. Kau hanya memilih-milih dan menyebutkan sebagian karakter-karakter kemanusiaanku, padahal ada banyak kelebihan-kelebihanku yang telah kusebutkan sebelumnya,” bantah si ular.

“Sekarang coba lihat dirimu, wahai, merak! Kamu sombong, terlalu montok, suaramu melengking berisik dan keras. Kakimu terlalu gemuk. Apalagi bulu-bulumu itu, terlalu lebar dan mengembang.”

Melihat perbantahan ini, Adi yang dari tadi mendengarkan segera menyela dan menengah.

“Perselisihan antara kalian ini sebenarnya justru membantuku melihat sesuatu yang masing-masing kalian tidak miliki. Kalian sebenarnya sama-sama benar. Dengan kecenderungan yang kalian miliki maupun tidak kalian miliki, kalian bisa bekerja sama menyampaikan pesan kepada manusia.”

Iklan

Kedua hewan tersebut mendengarkan. Adi kemudian menambahkan.

“Manusia merangkak di atas tanah seperti ular. Ia juga bisa terbang ke atas layaknya merak. Namun, seperti halnya ular yang tamak dan iri, manusia kukuh mempertahankan egonya saat ia ingin terbang ke atas dan akhirnya menjadi seperti merak yang terlalu membanggakan diri (sombong). Pada merak kita sebenarnya bisa melihat kemungkinan potensi manusia, namun belum sepenuhnya tergali dan diraih. Pada kemilau permukaan kulit ular, kita bisa melihat potensi atas keindahannya. Dan kita bisa melihat jelas peralihan potensi semarak keindahan yang penuh warna seperti pada merak.”

Namun, sebuah suara tiba-tiba bergema sesaat setelah Adi menyelesaikan perkataannnya.

“Sama sekali bukan itu, wahai, manusia. Dua mahluk ini keduanya dianugerahi ciri dan sifat-sifat terberi dari kehidupannya masing-masing. Ini justru sifat-sifat dan kecenderungan yang membatasi mereka. Kedua hewan ini berselisih karena mereka nyaman tinggal dalam kecenderungan-kecenderungan sifat terberi mereka dan berpikir hal itu merupakan realisasi paling sempurna dari pencapaian tertinggi keadaan mereka.

“Di satu sisi, mereka merasa menjadi penjaga warisan harta terpendam, di sisi lain mereka merasa mewakili keindahan yang dibayangkan sebagai warisan kekayaan tersembunyi. Namun, justru itulah yang membuat keduanya gagal mencapainya. Alih-alih mereka bisa mendayagunakan potensi kemungkinan mereka yang sebenarnya telah terbuka, manusia berusaha menyimbolkannya, yang pada akhirnya membuat manusia itu sendiri tidak bisa mendengar dan melihatnya.”

Tak ada suara bergema lagi setelah itu.

Dinukil dan disadur serta dikembangkan dari Idries Shah Tale of Dervish, 1969.

Baca edisi sebelumnya: Antara Ahli Logika dan Ahli Fakta dan artikel kolom Hikayat lainnya.

Terakhir diperbarui pada 30 Mei 2018 oleh

Tags: #hikayatbatascerita sufikisah sufimanusia
Irfan Afifi

Irfan Afifi

Artikel Terkait

susah bab, kloset duduk, kloset jongkok mojok.co Kenapa Kita Malu Sekali Ketahuan Sedang Berak sampai Harus Menyamarkan Suaranya?
Pojokan

Kenapa Kita Malu Sekali Ketahuan Sedang Berak sampai Harus Menyamarkan Suaranya?

31 Juli 2021
Imam As'ad Lelah Miskin, Meniti Jalan Sufi dan Zikir, Malah Hidup Berkecukupan
Liputan

Lelah Miskin, Meniti Jalan Sufi, Malah Hidup Berkecukupan

4 Juni 2021
Kolom

Puasa Prasangka dan Kisah Sufi yang Angkuh karena Merasa Lebih Saleh

4 Mei 2021
pendapat argumen orang bodoh mojok.co pendapat argumen orang bodoh mojok.co Pentingnya Belajar Seni Membuat Alasan
Esai

Pentingnya Belajar Seni Membuat Alasan

7 Maret 2021
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Bioskop NSC Rembang, bangunan kecil di tanah tandus yang jadi hiburan banyak orang MOJOK.CO

Bioskop NSC Rembang Jadi Olok-olokan Orang Sok Kota, Tapi Beri Kebahagiaan Sederhana

1 Desember 2025
Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

2 Desember 2025
Maybank Cycling Mojok.co

750 Pesepeda Ramaikan Maybank Cycling Series Il Festino 2025 Yogyakarta, Ini Para Juaranya

1 Desember 2025
Gowes Ke-Bike-An Maybank Indonesia Mojok.co

Maybank Indonesia Perkuat Komitmen Keberlanjutan Lewat Program Gowes Ke-BIKE-an

29 November 2025
Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
8 tahun merantau di Jakarta akhirnya resign. MOJOK.CO

Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama

4 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.