MOJOK.CO – Angkringan Jogja kini sudah menjamur di Jakarta. Sebuah fusion terjadi yang menyebabkan terjadinya pengkhianatan akan pakem yang sudah ada.
Angkringan, gerobak kaki 5 yang identik dengan Jogja, sudah menjamur di Jakarta. Kalau di Solo, dengan konsep yang hampir mirip, mereka mengenalnya dengan istilah hik. Beberapa orang memang mengatakan bahwa keduanya berbeda konsep. Namun, keduanya memiliki kesamaan, yaitu murah dan merakyat.
Ciri khas “murah dan merakyat” ini tentu sangat membantu kalangan menengah ke bawah. Tentu termasuk mahasiswa perantauan yang kiriman dari orang tuanya sering terlambat atau malah absen.
Nah, seperti yang saya singgung si awal, angkringan sudah menjamur dan semakin mudah menemuinya di Jakarta. Kehadirannya membawa nostalgia bagi perantau dari Jawa Tengah yang tinggal dan bekerja di ibu kota.
Melihat fenomena ini, saya pribadi menyimpan pertanyaan di kepala. Pertama, apakah Jakarta benar-benar membutuhkan angkringan? Apakah konsep angkringan Jogja cocok dengan budaya kota bisnis? Apa iya, orang sini mau makan nasi kucing sambel teri?
Adaptasi angkringan di Jakarta
Saya tidak tahu dengan pasti kapan angkringan mulai hadir secara sporadis di Jakarta. Sekitar 8 tahun lalu, ketika saya masih tinggal di Jakarta Timur, teman-teman sesama perantauan dari Solo dan daerah-daerah lain di Jawa Tengah dan Jogja yang memperkenalkan kembali angkringan kepada saya.
Waktu itu, kami lebih banyak menemukan angkringan di daerah Jakarta Timur, seperti Rawamangun dan Cipinang. Namun, pada 2019, Kontan pernah mengulas bahwa bisnis angkringan sudah berkembang sampai daerah-daerah sekitar Jakarta, seperti Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Bahkan, angkringan di Jakarta sudah menerapkan prinsip franchise. Jika di Jogja, angkringan pada umumnya ditemukan di dekat pos-pos ronda di tiap kampung, maka di Jakarta angkringan pada umumnya memanfaatkan trotoar depan toko yang tutup pada malam hari.
Perbedaan yang terlihat dari angkringan Jogja
Pada dasarnya, angkringan di Jakarta tak jauh berbeda dengan angkringan Jogja dalam hal menu. Namun, terdapat beberapa perbedaan.
Pertama, dari segi menu, meskipun mirip, namun angkringan ala Jakarta menyediakan menu yang sedikit berbeda dengan yang di Jogja. Selain tetap menyajikan sate kikil dan jeroan, angkringan di Jakarta juga menyediakan menu-menu lain seperti bakso bakar, sosis, dan nugget.
Minuman di angkringan ala Jakarta lebih bervariasi dengan adanya es Milo, es kopi ABC, dan es Indocafe. Mungkin angkringan di Jogja ada yang sudah mulai mengikuti jalur pop ini? Kayaknya, sih, sudah banyak, ya.
Selain itu, harga di angkringan ala Jakarta juga berbeda. Sekitar 8 tahun lalu, sekali makan dan minum, habis kurang lebih Rp50 ribu. Tidak mungkin dong makan sate kikil satu tusuk!
Saya kira harga-harga tersebut sudah naik saat ini. Seingat saya sekitar 1,5 tahun lalu mencoba angkringan di Jalan Percetakan Negara, Jakarta Pusat, saya harus membayar tak kurang dari Rp60 ribu.
Memang, pembeli dari kalangan ekonomi menengah ke bawah yang awalnya jadi target angkringan juga banyak di Jakarta. Maka, apakah angkringan dengan harga segitu akan digemari kalangan bawah Jakarta? Atau lebih baik pergi ke warteg untuk menu yang lebih “sehat”?
Kedua, dari segi fasilitas, beberapa angkringan di Jakarta malahan menyediakan fasilitas WiFi bagi pengunjung. Mereka mengambil langkah ini sebagai langkah inovatif, selain menyediakan lebih banyak variasi makanan (Kontan, 23 Maret 2019).
Selain itu, menurut penelitian dari Rizal Ula Ananta Fauzi dalam studi kasus pengaruh WiFi terhadap keputusan pembelian di angkringan di daerah Kabupaten Magetan, terungkap bahwasanya adanya WiFi gratis memengaruhi keputusan calon pembeli untuk jajan di angkringan.
Sementara itu, variabel harga tidak terlalu memengaruhi keputusan calon pembeli. Apakah dengan demikian, hadirnya WiFi di angkringan Jakarta akan semakin mengkhianati marwah angkringan Jogja sebagai tempat orang guyup bercengkerangan ngalor-ngidul dan menjadi tempat orang hang-out dengan HP secara murah?
Baca halaman selanjutnya: Apakah angkringan di Jakarta masih bisa disebut angkringan?