Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Angkringan Jogja Diserap Jadi Angkringan Jakarta Malah Jadi Wujud Pengkhianatan akan Pakem yang Ada

Titus Angga Restuaji oleh Titus Angga Restuaji
26 Maret 2024
A A
Angkringan di Jakarta Mengkhianati Pakem Asli ala Jogja MOJOK.CO

Ilustrasi Angkringan di Jakarta Mengkhianati Pakem Asli ala Jogja. (Mojok.co/Ega Fansuri)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Prinsip pokok

Hal lain yang membedakan angkringan ala Jakarta dengan Jogja adalah cara pelanggan menikmati hidangan yang memang pada awalnya didasarkan pada dua prinsip pokok itu, yaitu murah dan merakyat. Angkringan di Jakarta kurang memungkinkan kita makan sambil nangkring, yaitu menaikan satu kaki di kursi. Wong kursinya kursi plastik, kalau naik satu kaki akan selalu kepleset. 

Selain itu, angkringan ala Jakarta juga menyediakan tempat lesehan dengan menggelar terpal dan meja pendek. Ini sudah fusion antara angkringan dan lesehan; apa orang Jogja rela? Ini seperti mencampur soto dengan brongkos; mungkin enak tapi tidak estetik sama sekali; tidak setia pada pakemnya.

Nah, ciri angkringan ala Jakarta berikut sungguh mengkhianati versi Jogja yang dianggap asli, yaitu penjual sangat sibuk melayani sampai tidak sempat bercakap-cakap dengan pembeli. 

Padahal, ciri khas dari angkringan Jogja, dan merupakan salah satu pilar penyangga keberlangsungan angkringan adalah kemerakyatan yang diwujudkan dalam njagong bersama; ngobrol ngalor-ngidul! 

Hanya dengan ngobrol ngalor-ngidul itu, kopi pahit terasa bersahabat; hidup pahit pun terasa tidak terlalu berat! Padahal penjual angkringan ala Jakarta biasanya tidak satu orang, tapi ada 2 atau 3 asisten chef yang mendampingi! Tapi kok masih terasa kurang, kelihatan sibuk, kurang hospitable, kurang ramah. 

Apakah angkringan ala Jakarta sudah kerasukan roh efisiensi, sehingga yang penting pelayanan cepat, pembeli puas? Sehingga kehilangan filosofi slow life; kehilangan sentuhan manusiawinya? Atau memang karakter pembeli di Jakarta yang maunya cepat, sat-set, nggak usah nunggu, nggak usah diromantisasi? Padahal, kadang romantisasi itu perlu je sehingga hidup nggak flat dan monokrom.

Apakah Jakarta mau mengambil angkringan dari Jogja?

Beberapa waktu lalu Mojok menampilkan artikel tentang angkringan palsu yang jualannya kopi sasetan dan sate sosis. Saya setuju itu bukan lagi angkringan Jogja yang saya kenal; sudah keluar dari pakemnya. 

Entah alasan menyesuaikan diri dengan pasar atau bagaimana, bagi saya setiap jualan ada segmennya. Kenapa tidak sekalian saja mengganti namanya menjadi nongkrongan misalnya, supaya terkesan Jakarta banget; yaitu tempat nongkrong, sambil nge-vape dan main HP. 

Nggak perlu lagi ngobrol ngalor-ngidul. Toh angkringan ala-ala ini tidak mencirikan nangkring-nya lagi; duduk tidak di bangku kayu panjang, tapi di terpal.

Nah, angkringan ala-ala ini sudah banyak menyebar di beberapa tempat di Jakarta. Selain yang saya tahu di daerah Cipinang, saya menemukan setidaknya 3-5 angkringan ala-ala di daerah Jl. Kramat Raya, Senen, Jakarta Pusat. 

Angkringan ala-ala ini juga muncul di Jalan. Percetakan Negara, Rawamangun, dan mungkin tempat-tempat lain. Tentu saja tidak salah, toh yang jualan juga orang-orang dari daerah Jawa Tengah dan Jogja. 

Namun, jika merunut balik, angkringan muncul dari situasi masyarakat Jogja yang khas. Masyarakatnya suka berkumpul, ngobrol ngalor-ngidul, dan menjadi lebih akrab, mendapat teman baru, kolega baru. 

Angkringan di Jogja didatangi orang dari kalangan tukang becak hingga dosen; customer-nya sangat terdiferensiasi. Nah, apa hal serupa akan terjadi di Jakarta yang punya latar belakang masyarakat berbeda? Saya tidak tahu. 

Atau ini adalah peluang yang dilihat orang-orang di Jakarta bahwa banyak orang yang ingin bernostalgia dengan Jogja? Entah itu karena mereka asli Jogja, pernah kuliah dan tinggal di sana, atau pernah setidaknya mengunjunginya!

Iklan

Jadi apa? Angkringan ala Jakarta ini mau menggarisbawahi nostalgia, atau efisiensi, atau kearifan lokal? Mungkin sambil menyediakan kue pancong? Wallahualam.

Penulis: Titus Angga Restuaji

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Tour d’Angkringan: Melihat Realita dan Belajar Ilmu Ikhlas dari Tenda Lusuh Angkringan di Jogja dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.

Halaman 2 dari 2
Prev12

Terakhir diperbarui pada 26 Maret 2024 oleh

Tags: angkringanangkringan jakartaangkringan jogjaangkringan palsuangkringan palsu jogjaangkringan solohik solojakartaJakarta Baratjakarta timurJogjapakem angkringan jogja
Titus Angga Restuaji

Titus Angga Restuaji

Pengin banget jadi penulis.

Artikel Terkait

8 tahun merantau di Jakarta akhirnya resign. MOJOK.CO
Ragam

Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama

4 Desember 2025
Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO
Liputan

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO
Ekonomi

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO
Ragam

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

'Aku Suka Thrifting': Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism.MOJOK.CO

‘Aku Suka Thrifting’: Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism

1 Desember 2025
Judi Online, judol.MOJOK.CO

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
jogjarockarta.MOJOK.CO

Mataram Is Rock, Persaudaraan Jogja-Solo di Panggung Musik Keras

3 Desember 2025
Bioskop NSC Rembang, bangunan kecil di tanah tandus yang jadi hiburan banyak orang MOJOK.CO

Bioskop NSC Rembang Jadi Olok-olokan Orang Sok Kota, Tapi Beri Kebahagiaan Sederhana

1 Desember 2025
Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
pendidikan, lulusan sarjana nganggur, sulit kerja.MOJOK.CO

Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada

5 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.