Mempertanyakan fungsi Alun-Alun Temanggung
Kamu kamu bertanya tentang fungsi Alun-Alun Temanggung saat ini, saya tidak bisa menjawabnya. Paling saya bisa menjawab kalau tempat itu hanya terpakai untuk upacara ketika peringatan tertentu. Atau ketika ada acara dari pemerintahan.
Seolah hanya pemerintah saja yang bisa mengisi alun-alun. Masyarakat sekitar seakan diabaikan karena tidak ada hal menarik di sana untuk saat ini.
Bagaimana mungkin masyarakat mau ke Alun-Alun Temanggung yang aksesnya saja sulit. Tidak ada pedagang seperti dulu. Kalau dulu, anak SMP bisa naik ke alun-alun tapi kalau sekarang harus melewati “pintu masuk” yang ada di beberapa titik.
Belum lagi kalau tidak salah, Alun-Alun Temanggung tidak memiliki tempat parkir. Ada, sih, cuma muat beberapa motor saja. Itu saja sepertinya bukan tempat parkir yang sebenarnya. Jadi kalau pengunjung mau main ke ke alun-alun, kendaraan harus parkir di toko-toko sekitar atau pendopo Pengayoman yang dekat dengan alun-alun.
Pembangkangan pedagang untuk nekat jualan
Ketika melewati Alun-Alun Temanggung sewaktu pulang dari Jogja, saya mendapati cukup banyak pedagang yang nekat berjualan di situ. Padahal, sebenarnya, pedagang tidak boleh lagi jualan di sana.
Mereka melakukan itu saya kira adalah wujud pembangkangan dalam level akar rumput. Para pedagang tetap nekat berjualan agar alun-alun bisa kembali ramai. Atau mereka mungkin belum bisa move on karena dulu ketika berjualan di sana masih relatif ramai. Sekarang, pendapatan mereka pasti berkurang.
Hal itu saya kira memang benar. Konteksnya adalah semenjak pemerintah merenovasi Alun-Alun Temanggung, semua pedagang pindah di samping pendopo Pengayoman. Namun, ketika lewat, saya melihat tidak banyak yang beli. Tidak seperti saat para pedagang di alun-alun.
Ketika menempatkan diri sebagai konsumen, saya jadi tidak begitu minat. Saya jadi berpikir dua kali untuk jajan di samping pendopo karena kesannya agak gimana gitu.
Jadi wajar jika penghasilan para pedagang lebih banyak ketika mereka berjualan di alun-alun tempo dulu. Saya jadi merasa alun-alun jadi “berjarak” dengan masyarakat. Tempat yang dulu ramai dan menjadi pusat perhatian kini malah menjadi sepi seperti kuburan. Tidak ada gunanya bagi masyarakat.
Ketidakbecusan pemerintah dalam membangun public space
Sebenarnya, menurut kabar yang beredar, renovasi Alun-Alun Temanggung ini awalnya mendapat kritikan. Banyak pihak yang tidak setuju. Namun, pemerintah setempat kala itu ngeyel. Keukeuh untuk renovasi. Dan benar, ketakutan orang-orang itu terbukti.
Sebenarnya, alun-alun adalah salah satu korban ketidakbecusan pembangunan dari pemerintah setempat. Masih banyak tempat publik yang ketika kena renovasi malah daya tariknya berkurang atau malah tidak ada.
Misalnya Taman Kali Progo Kranggan. Setelah renovasi, tempat itu malah menjadi sepi. Taman Parakan juga memiliki nasib yang kurang lebih sama. Ada lagi Taman Pancasila atau yang biasa disebut Tugu Jam. Tempat itu, walau di tengah kota, tapi sepi peminat.
Mencontoh daerah lain itu tidak salah, kok
Saya kira Pemerintah Temanggung ketika merenovasi sesuatu, wajib belajar dari daerah lain. Misalnya Wonosobo, yang alun-alunnya mendapat apresiasi dari banyak pihak.
Jangan sampai pembangunan hanya membuang-buang anggaran. Sudah buang-buang anggaran, tapi hasilnya tidak sesuai harapan masyarakat. Padahal yang namanya public space memang untuk masyarakat, kan? Kalau masyarakatnya saja malas datang lantas apa manfaatnya?
Oleh karena itu, dari berbagai persoalan yang saya jelaskan di atas, apa tidak lebih baik jika Alun-Alun Temanggung yang seperti kuburan ini dibongkar saja. Daripada tidak berguna dan berjarak dengan masyarakat.
Pemerintah merenovasi alun-alun supaya jalanan tidak macet, kan? Supaya kendaraan bisa leluasa lalu-lalang, kan? Kalau dibongkar, jalanan bisa makin tambah luas, lho. Tidak ada lagi macet.
Begitu, kan, bapak/ibu di Pemerintah Temanggung? Saya kira lebih baik Temanggung tidak punya alun-alun daripada punya tapi fungsinya tidak ada. Malah seperti kuburan di tengah kota. Apa gunanya coba!
Penulis: Khoirul Atfifudin
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Semrawutnya Alun-Alun Temanggung: Niatnya Healing, Malah jadi Pusing dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.