MOJOK.CO – Kekalahan Prabowo dari hasil quick count ini berpotensi bikin rakyat menderita. Benar-benar nggak klimaks dan sangat membosankan. Hadeh.
Pilpres telah berlalu. Berbagai lembaga quick count sudah memberitakan hasil perhitungannya. Untuk sementara, kita bisa mengatakan Jokowi unggul dibanding Prabowo. Ya, meskipun baru unggul sebagai presiden quick count. Tapi apapun itu, satu hal yang tak bisa kita perdebatkan; ternyata suasana pasca pilpres tetap damai ramai.
Cebong tetap mencebong, kampret tetap mengkampret, dan buzzer tetap membuzzer. Indonesia selalu semarak dengan netizen di dunia mayanya.
Semua tumpah ruah jadi satu di berbagai media sosial mulai dari Facebook sampai Twitter. Dan karena saya menikmati keributan nirfaedah ini sebagai hiburan di kala senggang, saya pun ingin turut berkontribusi.
Saya ingin membagikan hal-hal apa saja yang gagal kita dapatkan apabila benar Prabowo kalah nyapres.
Golput jadi anti-klimaks
Ya, sungguh sangat disayangkan. Setelah sempat diisukan haram, dicap psycho freak, dituduh tidak patriotik, disuruh keluar saja dari Indonesia, dan lain sebagainya, golput bakal mencapai titik anti klimaks.
Keberadaan mereka  tak lagi dianggap penting. Meski di satu sisi, mereka pun jadi bisa bernafas lega karena bebas dari serangan cebong pasca-pilpres.
Beberapa oknum cebong yang sebelumnya begitu galak dengan kelompok golputer kini memang sedang euforia merayakan kemenangan mereka. Mereka sudah sebodo amat dengan golputer. Toh, Jokowi sudah menang.
Padahal, saya sudah membayangkan betapa seru dan asyiknya perdebatan antara golput dengan cebong kalau saja nanti Jokowi beneran kalah.
Saya sudah mengimajinasikan postingan-postingan kzl para cebong yang sedih sambil memarahi golput karena Indonesia (menurut mereka) akan segera ter-Suriah-kan.
Saya sudah membayangkan, golput akan meresponnya dengan menyalahkan kualitas capres yang menurut mereka memang jelek. Dan, saya bahkan sudah membayangkan kolom opini analis politik ternama yang menyamakan kekalahan Jokowi dengan kekalahan Hillary.
Sayang sekali, sampai hasil quick count terkini, keunggulan masih di tangan Jokowi.
Akhirnya, Golput pun melongo bingung tak berarti apa-apa lagi, sedangkan para cebong kembali sibuk berdebat dengan lawan sejatinya, yaitu para kampret. Dua sejoli ini memang tak pernah bisa dipisahkan sampai kapan pun.
Jadi kalau diadu, sebetulnya yang paling kalah di Pemilu kali ini bukan Pak Prabowo atau kampret, tapi justru para golputers. Ya eksistensi mereka dianggap jadi nggak begitu berarti.
Kesempatan dapat lemparan baju Prabowo cuma mimpi
Tiap presiden pasti punya kebiasaan unik. Kebiasaan ini pada satu waktu bisa dipersepsi baik oleh publik, tapi bisa juga dipersepsi buruk pada masa yang lain. Berbagai kebiasaan Jokowi seperti masuk gorong-gorong pun begitu.
Meski awalnya dianggap sebagai hal yang bagus karena berlawanan dengan gaya SBY yang terlalu anteng, makin lama muncul juga pihak-pihak yang sinis terhadap gaya Pak Jok tersebut.
Meme-meme di dunia maya bertebaran menggambarkan Presiden nyemplung got, masuk gorong-gorong, dan lain sebagainya dengan keterangan bernada satire. Ada yang sepakat, ada yang membalas balik dengan sinis, dan ada juga yang suka menikmati kegaduhan itu seperti saya.
Nah, lima tahun mendatang, kita masih harus terus terbiasa dengan hal ini lagi. Ya, gimana dong? Lha wong kita sudah melewatkan kesempatan punya presiden yang suka buka baju (Pak Prabowo) demi presiden hobi nyemplung di sana-sini, kok (Pak Jokowi).
Betul, kan? Kita semua tentu ingat Pak Prabowo ini beberapa kali buka baju saat kampanye. Malah, momen buka baju itu sempat jadi headline di mana-mana. Sungguh disayangkan kita melewatkan peluang punya presiden dengan gaya tersebut.
Apalagi ketika gaya itu memang khas dari orangnya. Coba lihat, di balik tampilan Prabowo yang seolah hybrid Bung Karno dan Pak Harto itu, buka baju adalah sesuatu yang khas dari dirinya. Dan kita belum punya Presiden dengan gaya seperti ini.
Habib Rizieq tak jadi pulang
Seperti yang kita tahu, Pak Prabowo berjanji akan memulangkan Habib Rizieq bila beliau menjadi Presiden. Tapi apalah daya ternyata hasil sementara quick count belum menunjukkan hal tersebut. Habib Rizieq pun kemungkinan besar batal pulang dalam kurun waktu dekat-dekat ini.
Tidak pulangnya Habib Rizieq ini bagaimanapun juga pasti merupakan berita menyedihkan untuk segenap rakyat Indonesia. Apalagi tak berselang lama kita akan segera memasuki bulan Ramadhan.
Gara-gara beliau batal pulang, mungkin kita akan kehilangan momen di mana beliau berusaha memastikan bahwa orang yang tidak puasa harus menghormti orang yang puasa.
Batal punya Wakil Presiden yang Memeable
Derita kita berikutnya adalah kita gagal memiliki wapres ala Pak Sandiga Uno yang paling memeable sejagad raya.
Sangat disayangkan, ya? Siapa lagi figur politik di dalam negeri kalau bukan Pak Sandi yang paling unch buat dijadikan meme?
Padahal, kalau dipikir-pikir, sangat asyik lho punya wapres yang bukan hanya ganteng tapi juga memeable. Sudah ganteng, lucu, muda, pengusaha, dan memeable pula! Kurang apa coba?
Oleh karenanya, saya sih sangat berharap supaya Pak Sandiaga Uno tetap berpolitik meski gagal jadi wapres. Yah, balik jadi Wagub juga boleh kok, Pak. Biar stok meme ada lagi di Jakarta.
Kehilangan momen saat cebong jadi oposisi dan kampret jadi petahana
Yang terakhir, kita jadi tak berkesempatan untuk tahu bagaimana kalau posisi cebong dan kampret berbalik.
Kita kehilangan kesempatan melihat betapa lucunya ketika hal itu terjadi. Selama ini, kita selalu melihat cebong berlomba-lomba pro pemerintah sedangkan kampret selalu mengritik pemerintah.
Apapun programnya, pokoknya hantam kromo! Gara-gara Prabowo kalah nyapres, kita jadi harus tetap tidak bosan dengan kondisi itu. Kita tak berkesempatan melihat betapa lucunya kalau keduanya di balik.
Kan kalau mereka merasakan posisinya satu sama lain, barangkali (barangkali aja) mereka malah bisa berdamai ya to?
Yang kampret merasa ternyata bela-belain petahana itu merupakan pekerjaan yang merepotkan, sedangkan yang cebong akhirnya merasa kalau ngritik pemerintah itu—ternyata—asyik juga ya?
Sayang sekali, kalau hasil real count nanti masih nggak beda jauh sama hasil quick count, ya kita mesti siap-siap gelar tiker, untuk menyaksikan cebong-kampret berdebat lagi di dunia maya sambil—tentu saja—siap-siap mengantuk karena bakalan jadi atmosfer yang sangat membosankan untuk 5 tahun ke depan.