MOJOK.CO – Sebagai mahasiswa Unpad Jatinangor, saya kadang berandai-andai, kalau saja Unpad pindah lagi ke kota Bandung.
Saya masih maklum kalau banyak orang yang menyangka Universitas Padjadjaran (Unpad) terletak di kota Bandung. Bahkan tiap tahun selalu saja ada pemandangan mahasiswa baru pura-pura kaget ketika tahu Universitas Padjadjaran terletak di Jatinangor, sebuah kecamatan kecil di Kabupaten Sumedang.
Hal macam gini sering jadi jokes untuk memulai percakapan ke mahasiswa baru yang kena tipu. Jokes itu pun bikin saya kesal karena terus diulang-ulang jadi udah nggak lucu lagi. Udah kayak jokes superman yang kalau sayapnya di depan, tandanya dia lagi cukuran.
Memang sih dulu Unpad terletak di Bandung. Tepatnya tahun 1979, Unpad pindah ke “Rock Bottom” Jatinangor karena di Bandung kampus Unpad terpecah-belah kayak Uni Soviet, sehingga katanya menyulitkan koordinasi dan pengembangan sarana prasarana.
Sampai sekarang sebenernya beberapa unit kampus Unpad masih berada di Bandung, tapi pusatnya memang sudah pindah ke Jatinangor. Mungkin gara-gara itu masih ada aja maba yang “tertipu” soal lokasi Unpad yang sebenarnya… hadeuuuuh. Mending pindahnya ke Rock Bottom sekalian deh kayaknya.
Akibat merasa “tertipu” itu, bukan tidak mungkin ada beberapa mahasiswa Unpad dilanda kebosanan akut. Gimana nggak bosen? Tempat hiburan cuman Jatos, sebuah mal yang sepertinya kurang cocok untuk disebut mal, karena kualitas yang kurang memadai bagi kampus yang terkenal memproduksi artis-artis papan atas ini.
Tentu saja, untuk mengatasi kebosanan ini, hal yang sering dilakukan mahasiswa Unpad ya jalan-jalan ke kota Bandung. Etapi jangan seneng dulu, ya Moron.
Walaupun jarak Jatinangor ke Bandung tidak terlalu jauh, tapi yang bikin perjalanan ini tak menyenangkan adalah kemacetan dan cuaca yang nggak menentu. Kadang hujan tapi panas, kadang panas tapi hujan. Heuheu bikin nangis limbah pokoknya.
Ditambah lagi jalanan yang dipenuhi polusi kendaraan dan lalu lalang truk—sampe sampe aspalnya ambles—membuat perjalanan Jatinangor ke Bandung lebih mirip perjalanan di Route 66.
Setelah sampai di Bandung pun, keringat bercucuran atau pantat pegal linu merupakan gejala wajar bagi musafir Jatinangor.
Alih-alih mau nongkrong nyaman sentosa, kadang malah bikin hati kesel. Badan pegel, dan bahkan konon bisa meningkatkan risiko ambeien setelah kelamaan duduk di jok motor yang tak ada stablizernya.
Maka dari itu, saya yang kebetulan sedang kuliah di Unpad Jatinangor, kadang berandai-andai, kalau saja Unpad masih terletak di Bandung sepertinya kehidupan mahasiswanya akan lebih menyenangkan, karena…
…McD lebih deket
Keluhan yang paling utama dan selalu dipermasalahkan adalah tidak adanya McD di Jatinangor. Ini udah jadi cerita rakyat di Unpad. Persis kayak melegendanya kisah Tangkuban Perahu bagi masyarakat Jawa Barat.
Entah siapa yang memulai guyonan yang berujung jadi cerita rakyat ini, yang jelas kebanyakan mahasiswa Unpad memiliki ketergantungan yang besar pada restoran kapitalis global ini.
Padahal kalau mau makan ayam goreng fried chicken, Jatinangor sudah menyediakan berbagai restoran dengan “bumbu-bumbu rahasia” yang dijamin nggak kalah sama McD. Bahkan jauh lebih murah dan mengenyangkan plus dengan free refill untuk sambel, saos, dan merica.
Tapi kalau seandainya Unpad masih di Bandung, keluhan ini tidak akan pernah muncul dari mulut mahasiswa Unpad. Sebab McD di Bandung emang tersebar di mana-mana.
McD terdekat dari Unpad Dipatiukur berada di Simpang Dago, McD tersebut bisa dibilang “McD Sarinah”-nya Bandung lah kira-kira, bahkan McD Simpang Dago Bandung pernah masuk sepuluh teratas Global Mcdelivery Records Most Deliveries in 1 Hour, wow!
Saking banyaknya McD, kadang saya malah curiga jangan-jangan McD emang udah jadi kearifan lokal Kota Bandung yang dicuri elite global.
…bisa merasakan ungkapan; “Bandung diciptakan ketika Tuhan sedang tersenyum.”
Ungkapan tersebut populer ketika Kang Emil berhasil memugar Alun-alun Bandung jadi lebih estetik dengan rumput sintetiknya.
Di salah satu dinding sebelum memasuki alun-alun, terpampang kata-kata tersebut yang bersanding denga kutipan dari Pidi Baiq. Ungkapan itu tambah populer ketika munculnya film Dilan yang membuat Bandung semakin dikenal.
Untuk sebagian orang, ungkapan tersebut benar adanya, apalagi bagi orang-orang yang baru merasakan “dinginnya” kota Bandung. Rasa-rasanya nggak bisa jauh deh dari Bandung, apalagi punya hubungan spesial dengan salah satu warganya, duh makin-makin deh ya.
Banyaknya tempat-tempat wisata dan tongkrongan yang bagus dengan suasana dan cuaca yang gloomy, menambah keuwuan tersendiri di kota dengan julukan Paris Van Java ini.
Kalau nggak percaya, coba tanya aja mahasiswa luar kota Bandung yang kuliah di universitas yang letaknya beneran di Bandung deh, bukan yang di Jl. Raya Bandung Sumedang Km. 21, Hegarmanah, Kec. Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
…mahasiswa asli Bandung nggak perlu pulang-pergi atau ngekos
Kebanyakan mahasiswa asli Bandung yang kuliah di Unpad Jatinangor memilih ngekos di Jatinangor ketimbang pulang-pergi meski jaraknya relatif dekat. Kenapa saya bisa tahu hal beginian? Ya karena saya gitu juga.
Walaupun ada juga yang laju Bandung-Jatinangor, tapi kebanyakan mahasiswa Unpad pada ngekos. Kenapa?
Karena Bandung ke Jatinangor itu kayak memiliki jarak gaib tersendiri, jarak kedua daerah tersebut padahal cuma sekitar 20-30 km, tapi rasanya kayak Biksu Tong mencari kitab suci ke Barat. Berasa nggak nyampe-nyampe dan selalu panjang episodenya. Belum dengan 33 cobaan dan 99 rintangannya.
…bisa merasakan varian destinasi wisata horor
Walaupun Jatinangor kadang menyediakan wisata horor secara real time 4D sebab banyak kos-kosan atau bahkan kampus yang dulunya bekas kuburan perkebunan, horor di Jatinangor rasanya kurang greget ketimbang horor di Bandung.
Mengunjungi wisata horor di Bandung sepertinya lebih mengasyikan aja. Ada banyak ragam pilihan. Nggak kayak di Jatinangor yang mentok kos-kosan, perkebunan, kos-kosan, kampus. Gitu-gitu doang. Ibarat horor di Jatinangor itu nonton tipi pake antena biasa, horor di Bandung itu kayak langganan Netflix. Banyak pilihan hantunya.
Horor di Bandung bisa dari Rumah Kentang sampai Bandung Medical Center tanpa takut “digangguin” ketika pulang ke Jatinangor yang jalanannya relatif lebih sepi.
…jadi nggak perlu takut nyebrang jalan
Jatinangor sebagai kecamatan yang dilintasi jalur Pantura bikin jalanan di mari sering dilalui kendaraan berat seperti truk dan bus. Hal tersebut membuat orang-orang yang ingin menyebrang jalan harus membuka mata dan telinga lebar-lebar.
Tak sedikit warga dan mahasiswa yang menjadi korban dan tertabrak ganasnya para Optimus Prime Indonesia.
Jika Unpad ada di Bandung, mahasiswa nggak perlu takut nyebrang lagi, sebab selain banyaknya jembatan penyebrangan, kendaraan berat jarang melintasi tengah kota Bandung. Hal ini tentu jadi relatif aman bagi para penyebrang. Tapi tetep hati-hati tentunya, bukan malah petata-petiti di tengah jalan, sama aja atuh, Jang!
Meski begitu, bagi mahasiswa Unpad Jatinangor yang masih berkuliah dan masih terbayang-bayang betapa enaknya kalau Unpad di Bandung, Unpad memberikan suatu kejutan yang tak pernah terlupakan.
Di mana nanti ketika para mahasiswa Unpad lulus, prosesi wisuda selalu dilaksanakan di Bandung. Jadi setidaknya ada motivasi lulus dari Unpad Jatinangor yaitu menggenakan toga Unpad di BANDUNG…
…sehingga bisa tetap melestarikan tradisi salah kaprah kalau Unpad ada di Bandung.
BACA JUGA Berkenalan dengan Jatinangor, Kota Kecil dengan Lautan Mahasiswa atau tulisan soal Bandung lainnya.