MOJOK.CO – Ada saja penjual wedang ronde Jogja yang isi pikirannya cuma mengeruk cuan. Dan, mereka ini rela mengorbankan kenyamanan pembeli.
Mulai masuk musim penghujan begini rasanya atmosfer masuk angin di Indonesia juga kuat sekali. Nah, di momentum seperti ini, wedang ronde Jogja jadi idaman.
Apalagi kalau bukan karena khasiatnya menghangatkan badan dan melegakan tenggorokan. Tetapi, ini terjadi terutama di pulau Jawa, ya. Soalnya, di Sumatera tempat tinggal saya, nyaris nggak ada sama sekali penjual wedang ronde.
Saya baru mengetahui wujud asli wedang ronde ketika merantau di Jogja. Saya ingat betul waktu pertama kali mencoba di Malioboro karena dipaksa Mamak. Tapi jujur, saat itu rasanya aneh di mulut saya. Ada rasa pedas yang cukup strong dari jahe dan saya kurang suka.
Sekarang, saya masih terngiang-ngiang rasa wedang ronde Jogja pertama yang saya coba. Agak kurang menyenangkan di ingatan saya. Tetapi, sekarang saya yakin itu menjadi wedang ronde terbaik yang pernah saya coba.
Rasa jahenya yang kuat menyebar ke mulut dan tenggorokan hingga menusuk hidung. Lalu, dipadukan dengan tekstur kenyal dari ronde yang pecah di mulut bersama manis isian kacang di dalamnya. Ditambah lagi kolang-kaling dan ada pelengkap roti tawarnya. Aduh, perpaduan yang nggak pernah saya bayangkan dari semangkuk minuman hangat.
Sebab tubuh saya ini mulai kecanduan resep-resep herbal, saya jadi sering beli wedang ronde Jogja. Saya selalu mencari yang sama seperti di ingatan saya itu. Tetapi, sayang sekali. Alih-alih ketemu, saya justru lebih sering ketemu penjual yang mengecewakan. Berikut ciri-cirinya
#1 Aroma jahe kuat, tapi rasa jahenya cuma di angan-angan
Alasan pertama saya sebagai konsumen memutuskan mampir ke penjual wedang ronde Jogja atau makanan lain itu kalau aromanya sedap. Bahkan orang lain juga pasti akan melakukan hal yang sama.
Dalam pikiran kita, aroma sedap itu menandakan makanannya juga enak. Nah, sama halnya dengan wedang ronde Jogja. Ketika saya pikir aroma jahe yang keluar itu kuat, pasti rasanya juga mantap. Namun sayangnya, kenyataan tidak selalu begitu kawanku.
Beberapa kali saya kepincut penjual yang punya aroma jahe kuat, tapi rasanya cuma di angan-angan. Saya juga nggak paham betul kenapa aroma jahenya bisa sekuat itu. Tapi, rasanya sama sekali nggak sesuai.
#2 Hindari wedang ronde Jogja yang “cuma ada” di tempat wisata karena harga elite tapi isian pelit
Sudah tidak terhitung berapa banyak penjual wedang ronde Jogja yang pernah saya datangi. Selain yang rasa jahenya hambar, saya juga sering ketemu yang harganya nggak masuk akal.
Saya nggak mengeneralisir, tapi ini berdasarkan pengalaman membeli di tiga tempat serupa. Saya jadi tahu penjual wedang ronde Jogja seperti apa yang harus saya hindari. Salah satunya yang “cuma ada” di tempat wisata. Harganya pasti bikin kaget. Sudahlah mahal, isiannya pelit lagi.
Waktu itu saya pernah mampir ke wedang ronde Jogja di daerah Malioboro, yang dekat Stasiun Tugu. Ya, saya masih berusaha mencari penjual yang dulu itu. Akhirnya saya bersama seorang kawan pesan dua porsi. Tanpa bertanya harga dan modal yakin melihat tampilan rondenya.
Ketika datang, saya cuma ngebatin. “Iya, sih wedang ronde terkenal dengan porsinya yang kecil. Tapi, kalau ini sih mini, bukan kecil lagi.”
Saya dan kawan saya sontak saling memberi kode. Bayangkan saja di mangkuk wedang ronde Jogja kamu hanya berisi ronde tanpa isi 2 biji, kolang-kaling 2 biji, roti tawar 3 potong tipis, dan kacang sangrai.
Gong-nya lagi ketika mau bayar. Ini yang paling benar-benar di luar dugaan saya. Saya pikir, ya paling 10 ribu atau paling banter 15 ribu karena di tempat wisata. Eh, yang benar saja wedang ronde mini itu dibandrol dengan harga 20 ribu per porsi.
Bagaimana bisa momen itu jadi hal yang nggak membekas di ingatan saya? Bikin kesal, tapi lucu saja gitu loh. Memang paling betul adalah jajan di penjual wedang ronde Jogja keliling dekat kos saja.
Baca halaman selanjutnya: Hati-hati memilih penjual, kesehatanmu lho.
#3 Jangan mampir kalau uap di panci nggak terlihat ngebul
Waktu itu, ketika pulang dari kampus, posisinya sudah malam. Saya memutuskan membeli wedang ronde Jogja ketika kebetulan baru berhenti juga.
Awalnya saya ragu mau mampir karena dari jauh saja nggak melihat ada kehangatan di panci kuahnya. Belum lagi, nggak terlihat uap juga. Sebab ada yang beli juga, saya juga tertarik nih. Akhirnya, saya membungkus satu porsi.
Ternyata itu memang jadi hari sial saya bersama wedang ronde Jogja untuk kesekian kalinya. Semua orang tahu kalau kuliner ini lebih nikmat kalau disajikan selagi hangat atau panas.
Celakanya, wedang ronde Jogja saya kali itu jangankan panas, hangat kuku saja nggak. Saya nggak tahu, apakah gasnya habis atau bagaimana. Tapi, ini benar-benar jadi pelajaran sih buat saya kalau mau beli wedang ronde lagi.
#4 Wedang ronde Jogja yang pakai pemanis buatan
Saya kira cukup di tiga perkara itu saja kesialan saya bersama wedang ronde Jogja. Ternyata yang terakhir ini yang paling bikin kecewa, sih.
Pengalaman saya selama tenggorokan gatal atau merasa kurang nyaman, pasti beli wedang ronde langsung merasa lebih baik. Berhubung wedang ronde keliling biasanya nggak lewat, saya memutuskan beli di tempat lain.
Saya sudah siap menghadapi tiga perkara sebelumnya kalau beli di tempat baru. Saya memutuskan berhenti di penjual yang buka tenda di pinggir jalan. Sambil mengamati penjualnya menyiapkan pesanan saya, saya sambil mengurai trauma.
Dari segi aroma, oke banget. Cuma nggak tahu rasanya. Lalu, kalau melihat komposisi kondimennya, aman juga. Nah, kemungkinan yang terjadi paling mahal, sih. Ketika bayar, harganya juga normal kok, Rp10 ribu per porsi. Saya jadi tenang.
Sampai di kos, saya langsung menyantapnya. Namun, kok ada yang aneh. Manisnya itu terlalu lekat. Maklum, kalau dalam kondisi agak flu, jadi makin sensitif.
Nah, kalau saya pikir lagi, wedang ronde Jogja waktu itu kuahnya bening sekali. Beda dengan biasanya yang agak kekuningan kalau pakai gula merah barang sedikit.
Saya jadi yakin wedang ronde itu pakai pemanis buatan. Alhasil daripada mengorbankan tenggorokan, saya cuma makan ronde, roti, dan kolang-kalingnya saja.
Dari satu mangkuk wedang ronde Jogja ke mangkuk lainnya, saya jadi belajar banyak. Ini juga bisa menjadi tips buat kamu yang menjadikan wedang ronde sebagai andalan di kala musim penghujan datang. Semoga kalian tidak menemukan kesialan dan berujung kecewa seperti saya.
Penulis: Karisma Nur Fitria
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA 3 Cara Licik Pedagang Es Kelapa Muda yang Membuat Mereka Cepat Meraup Keuntungan, tapi Membahayakan Kesehatan Pembeli dan catatan menarik lainnya di rubrik ESAI.
