Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Cerbung Berbalas Fiksi

Terus Terang Saja, Warisan adalah Tahi

Dea Anugrah oleh Dea Anugrah
15 Oktober 2018
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Baca cerita sebelumnya di sini.

“Daya pikat selalu lebih penting daripada kebenaran,” kata AH. “Karena manusia hidup dalam cerita, kita tak berpikir dalam statistik atau rumus. Kita berpikir dalam cerita.”

Kemarin aku jumpa Kina di Reading Room dan dia mengulang omongan itu.

Kamu sudah baca cerita “Jangan Lupa Memberi Makan Kucing” versi Kina? Dia bilang, keputusannya untuk menjadikan si bapak sebagai dosen linguistik, alih-alih guru fisika SMA seperti dalam ceritamu, secara konseptual lebih berterima. Namun, bisa jadi dia keliru. Mungkin, fisika dan linguistik—atau apa sajalah—sama patutnya buat mengantarkan nonsens demi nonsens itu sendiri.

Yang lebih penting, menurut Kina, cerita versinya lebih memikat. “Terus terang saja,” katanya, “kalau tidak kau beritahu, aku takkan paham bahwa pada bagian yang berantakan itu cerita Dio hanya berpindah ke si kucing. Transisinya kelewat mendadak. Mengejutkan, tetapi secara tidak menyenangkan.”

“Omong-omong soal berterus terang, Kina,” kataku, “aku tidak punya pendapat soal cerita kalian.”

Kina kelihatannya sebal. Aku tak paham kenapa dia seolah hendak memaksaku mengakui dia lebih baik darimu, padahal AH sendiri, mentor kalian, berkali-kali mengatakan, “Dio dan Kina punya kualitas masing-masing yang tak tergantikan.”

Kemarin aku mengulang pernyataan itu buat mencairkan suasana. Keputusan yang layak disesalkan, kukira. Sambil merengut, ia berkata, “Armandio mungkin mewarisi sifat eksentrik AH, tapi akulah yang mewarisi keterampilannya.” Tak lama kemudian dia pergi, mengejar temanmu, Dea Anugrah, yang kebetulan melintas di jalan di luar.

Terus terang saja, aku ingin menusuk orang itu. Memang, dulu aku memintanya merahasiakan identitasku sebagai narator Bakat Menggonggong. Tapi, kenyataan bahwa dia mendapatkan segalanya dan aku tak kebagian apa-apa, benar-benar menyakitkan. Tapi, itu soal lain. Aku membayar tagihan, dan kamu tahulah masalahku: Kina sebetulnya lumayan manis dan aku selalu kekurangan uang dan gampang minder.

Di atas segalanya, aku cuma ingin hubunganku dengan semua temanku baik-baik saja. Tapi, setelah kupikir-pikir kembali pagi ini, mungkin sifatku itulah—ego yang kelewat redup itu—yang membuatku tak bisa jadi penulis sungguhan seperti kalian. Aku ingat bagaimana AS Laksana menghabiskan dua jam hanya untuk menjelaskan kepadaku mengapa sesekali orang perlu bersikap asertif, plus dua jam lagi untuk hipnoterapi, sebelum menyadari bahwa ada satu lagi pekerjaan yang lebih sia-sia ketimbang mengajari batu bicara.

Tidak ada orang yang ingin kalah terus-menerus. Tidak ada orang yang… Ah, gelora mendadak untuk mengubah kepribadian itulah yang membuatku berani menulis catatan ini.

Seharian ini, perkataan Kina soal warisan merundung benakku. Poin pertama, menurutku kalian tak mewarisi apa-apa dari AH. Beberapa idenya mungkin memikat kalian, tetapi kalian bebas memilih buat memelihara atau mengabaikan, atau memodifikasi, ide-ide itu. Warisan, di sisi lain, tak pernah disertai pilihan, dus, poin kedua: semua warisan adalah tahi.

Ambil contoh genom: cetak biru yang tersimpan dalam kromosom-kromosom kita, alias warisan paling fundamental yang kita terima. Bayangkan, hanya karena mutasi sepele sebuah gen pada kromosom 4, seseorang diterkam penyakit mengerikan yang sewaktu-waktu bisa memaksa tubuh berkelojotan, sembari terus menggerogoti pikiran dan meracuninya dengan rupa-rupa halusinasi.  Tentang penyakit ini, seorang pakar genetika mengatakan, “Inilah takdir dengan ketegasan yang melampaui Tuhan.” Sebaliknya, jika seseorang tak mempunyai gen sialan itu, bisa dipastikan ia bakal mati muda.

Andaikan tahu iblis apa saja yang mengintai dari kegelapan cetak biru masing-masing, kurasa kita semua, kecuali sedikit orang yang sangat beruntung, sudah beramai-ramai menggantung diri sambil mengacungkan sepasang jempol-di-antara-telunjuk-dan-jari-tengah tinggi-tinggi.

Iklan

Biar kuulang, semua warisan adalah tahi bagi penerimanya.

Apa menurutmu Anies Baswedan, pejabat yang bilang memompa banjir ke laut adalah pembangkangan terhadap hukum Tuhan, rela anjing-anjing di wilayahnya dipasangi microchip?

Zulkifli Songyanan, kawan penyair kita, tak melewatkan satu hari pun buat mengeluhkan susuk  warisan keluarga yang salah tanam dan malah membuatnya dikejar-kejar para penyuka sesama jenis.

Bagaimana dengan Teguh Purnomo, yang bertekad jadi pria metroseksual, tetapi malah mendapat dua petak sawah dan sepuluh ekor kambing perah yang tak boleh dijual, di Indramayu sana, dari orang tuanya? Aku bisa melanjutkan daftar ini sampai berhalaman-halaman, tapi sebagai ilustrasi, kukira ini sudah lebih dari cukup.

Maksudku, kenapa AH menantang kalian menulis cerita tentang warisan? Kupikir, kalau memang dia sehebat anggapan kita, yang diinginkannya bukanlah cerita-cerita seperti itu, yang cuma mengulang kebenaran. Ingat, warisan cuma tahi—apalagi dengan penyampaian ruwet penuh gimmick rumus-rumusan begitu. Sebagai pembaca, aku sama sekali tidak terpikat dan kalian malah membuat kepalaku sakit.

Begitulah pendapatku. Sekarang, tolong beritahu aku dua hal secara terus terang. Pertama, haruskah aku menyampaikan ini kepada Kina? Kedua, apakah aku yang sekarang punya kesempatan lebih besar untuk ia sukai? Terima kasih. Jangan marah.

Salam,

Temanmu,

Bambang

Baca cerita berikutnya di sini.

Terakhir diperbarui pada 22 Oktober 2018 oleh

Tags: Bala Dioberbalas fiksiDea AnugrahKawan Deasabda armandioWarisan
Dea Anugrah

Dea Anugrah

Artikel Terkait

Esai

Anak yang Dipaksa Durhaka oleh Orang Tuanya

27 Juni 2021
Berbalas Fiksi

Dirimu Berharga, Mereka Hanya Tak Mau Bilang Saja

29 Juli 2019
Berbalas Fiksi

Meninggalkan Rumah, Menemukan Diri Sendiri

25 Juli 2019
Berbalas Fiksi

Cinta yang Membelenggu dan Perhiasan Delapan Juta Rupiah

22 Juli 2019
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

UGM.MOJOK.CO

UGM Berikan Keringanan UKT bagi Mahasiswa Terdampak Banjir Sumatra, Juga Pemulihan Psikologis bagi Korban

18 Desember 2025
Lulusan IPB kerja sepabrik dengan teman-teman lulusan SMA, saat mahasiswa sombong kinin merasa terhina MOJOK.CO

Lulusan IPB Sombong bakal Sukses, Berujung Terhina karena Kerja di Pabrik bareng Teman SMA yang Tak Kuliah

17 Desember 2025
Riset dan pengabdian masyarakat perguruan tinggi/universitas di Indonesia masih belum optimal MOJOK.CO

Universitas di Indonesia Ada 4.000 Lebih tapi Cuma 5% Berorientasi Riset, Pengabdian Masyarakat Mandek di Laporan

18 Desember 2025
Pamong cerita di Borobudur ikuti pelatihan hospitality. MOJOK.CO

Kemampuan Wajib yang Dimiliki Pamong Cerita agar Pengalaman Wisatawan Jadi Bermakna

16 Desember 2025
Peringatan Hari Monyet Ekor Panjang Sedunia di Jogja. MOJOK.CO

Pilu di Balik Atraksi Topeng Monyet Ekor Panjang, Hari-hari Diburu, Disiksa, hingga Terancam Punah

15 Desember 2025
Berantas topeng monyet. MOJOK.CO

Nasib Monyet Ekor Panjang yang Terancam Punah tapi Tak Ada Payung Hukum yang Melindunginya

15 Desember 2025

Video Terbaru

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025
Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025
Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

14 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.