MOJOK.CO – Tak perlu sedih berkepanjangan wahai sahabat-sahabat pemilih Prabowo sedunia. Dunia belum berakhir. Kalian masih punya peran penting untuk 5 tahun ke depan.
Assalamua’alaikum. Shalom. Om swastiastu. Namo buddhaya. Salam kebajikan.
Halo teman-teman pemilih Prabowo Subianto di mana pun kalian berada. Gimana tidurnya semalam? Semoga udah bisa nyenyak dan makan tetap enak ya? Semoga tetap sehat walafiat dan bisa beraktivitas seperti biasa.
Baiklah, saya tahu. Kabar mengenai hasil keputusan Mahkamah Konstitusi tadi malam memang mengecewakan. MK secara resmi menolak seluruh permohonan gugatan Pilpres 2019 yang diajukan tim kuasa hukum BPN Prabowo-Sandi.
Padahal segala upaya sudah dilakukan untuk bisa memperjuangkan Bapak Prabowo menjadi Presiden Indonesia periode 2019-2024. Benar-benar tak bisa dipercaya, semua perjuangan itu harus berakhir malam tadi.
Dalil-dalil permohonan yang sudah disusun sedemikian rupa, ternyata tak membuat Hakim MK mau mengabulkan satu pun permintaan BPN Prabowo-Sandi. Bahkan kalaupun tidak bisa mendiskualifikasi paslon Jokowi-Ma’ruf—setidaknya mau menentapkan untuk pemilihan ulang pun Hakim MK tidak berkenan.
Barangkali dunia sempat terasa mau runtuh saat palu Hakim MK diketok. Namun, tak perlu sedih berkepanjangan wahai sahabat-sahabat pemilih Prabowo sedunia. Dunia belum berakhir.
Kalian mungkin perlu belajar dari pendukung Emyu yang juga sudah bertahun-tahun dibully tapi tetap meyakini bahwa Emyu adalah klub terbaik sejagat raya. Tak masalah. Lha wong jargonnya pendukung Emyu aja udah menggambarkan itu kok: “Not arrogant just hipster better.”
Begitulah namanya hidup. Segala sesuatunya kadang memang nggak bisa keturutan semua. Soalnya kalau semua yang kita inginkan bisa keturutan, sebaiknya kita mulai bertanya-tanya; kita ini ada di dunia atau di surga sih?
Tak perlu juga merasa bahwa perjuangan kalian adalah sia-sia. Ada banyak manfaat juga kok dari kalian, wahai pemilih Prabowo sedunia. Paling tidak, menyingkirkan sejenak soal kasus hoaks (dari kedua belah pihak tentu saja), keberadaan kalian membuat dinamika politik tanah air jadi hangat, seru, lucu, gemas, dan selalu bisa mewarnai kehidupan bernegara.
Coba saja bayangkan kalau misalnya, Indonesia hanya punya satu calon Presiden Jokowi saja. Apa ya nggak membosankan hidup negara ini, Fellas?
Sebaik-baiknya Jokowi—bagi pendukungnya—tentu tidak bakal bisa tahu apa yang kurang dari kinerjanya tanpa kalian. Tanpa kalian dunia ini nggak akan bisa melihat kekurangannya. Nggak asyik. Nggak seru.
Jokowi dan Prabowo memang diciptakan di Indonesia agar bisa saling memaknai masing-masing. Kebetulan juga, corak pemilihnya pun secara general berseberangan. Bikin kita jadi menemukan identitas masing-masing. Bagaimana pemilih Jokowi, bagaimana pemilih Prabowo.
Ini sejalan dengan ide Ferdinand de Saussure, sufi yang ngajarin cara berpikir strukturalis hanya dari hal sepele bernama oposisi biner. Bagaimana makna sebuah kata itu semakin jelas karena adanya lawan kata. Hal sederhana yang bikin kita merasa bahwa tanpa “lawan” diri kita bukan siapa-siapa.
Hitam tak akan punya makna yang komplit kalau putih nggak pernah ada. Pahala nggak akan begitu bernilai kalau dosa nggak dikasih tempat dalam narasi agama. Bahkan neraka jadi nggak terlihat nakutin kalau kita nggak mengenal apa itu surga.
Semua saling melengkapi, saling memberi makna untuk menegasikan satunya. Soal baik dan buruk, benar dan salah, biarlah itu dikembalikan darimana kacamata kebenaran dan kebaikan diposisikan masing-masing. Karena satu-satunya kebenaran absolute itu adalah tidak ada kebenaran absolute.
Barangkali para pemilih Prabowo sedunia sengaja diciptakan Tuhan di negeri kita, memang untuk memberi tahu ke pemilih Jokowi, bahwa Pak Presiden itu tak selalu benar. Bisa juga salah. Bisa juga kepleset. Bisa juga diganti kalau kerjanya nggak bener.
Begitu juga dengan keberadaan pemilih Jokowi yang diselipkan di negeri ini sama Tuhan. Agar ngasih tahu ke pemilih Prabowo, kalau blio itu juga tak selalu benar. Tak selalu keren. Bisa juga salah ucap. Bisa juga kepleset.
Hal-hal yang mengacukan negeri ini sebenarnya bukanlah pemilih Jokowi dan pemilih Prabowo, melainkan pemilih-fanatik-buta-sakit-jiwa-yang-punya-pola-komunikasi-ambyar-plus-tukang-hoaks.
Tapi saya yakin, sejak diketoknya palu Hakim MK, mau itu cebong-kampret, 01-02, projo-probo, TKN-BPN, sampai Jokower-Prabower sebaiknya dileburkan saja. Meski itu sangat berguna untuk media-media penyuka keributan seperti Mojok ini, karena membuat stok konten tak ada habisnya, tapi sepertinya keributan-keributan itu nggak masuk akal aja untuk dilanjutkan.
Karena untuk apa? Jokowi bakal menjalani periode akhirnya jadi presiden, sedangkan Prabowo sudah cukup senior untuk 2024.
Mungkin Prabowo perlu menjaga hati para pemilihnya sejak 2014 sampai 2019. Bisa jadi kekalahan demi kekalahan ini perlu dievaluasi. Sebagai bukan pemilih Pak Prabowo sejak 2014 sampai 2019 tapi tetap menyayangi beliau, saya usulkan agar Bapak mencari kader muda yang bisa diproyeksikan di masa depan.
Jangan lupa wahai pemilih Prabowo sedunia, PDIP merajai Pileg dan Pilpres karena Megawati Soekarnoputri “rela” cuma jadi ibu suri di belakang layar. Lagian, Megawati jadi Presiden juga cuma seuprit aja—itu pun cuma menggantikan Gus Dur. Tapi karena beliau rela tak jadi aktor tunggal, eh partainya jadi ngadi-adi.
Bagi pemilih Prabowo, mungkin saatnya menyasar wajah-wajah segar ke depan. Coba bisiki Anies Baswedan, poles citranya agar mumpuni jadi capres 2024 nanti. Atau bajak juga itu Mahfud MD. Oke juga tuh kalau jadi “Kartu AS” menghadapi 2024 esok. Tapi ya itu, dengan syarat, Pak Prabowo harus legowo jadi sosok di belakang layar.
Ingat, Jokowi bisa jadi kayak sekarang juga ada andil dari Prabowo. Bahkan bukan cuma Jokowi, tapi juga Ahok. Perjalanan panjang Jokowi ini paling tidak dimulai saat Pilgub 2012 silam.
Jadi bisa dibilang, Prabowo ini sebenarnya seorang “pemburu bakat” yang andal. Memaksakan Prabowo untuk mencalonkan kembali di 2024 nanti ibarat meminta Carlo Ancelotti main bola melawan Marcus Rashford atau Kylian Mbappe. Berat bosque, beraaat.
Akan tetapi 2024 itu masih jauh saudara-saudaraku. Baiknya kita menatap yang dekat-dekat dulu. Ingat, Brader, kontrol kritik ada di tangan panjenengan semua sampai lima tahun ke depan. Soalnya mengharapkan pemilih Jokowi untuk mengritik jagoannya itu agak sulit je—meski itu adalah hal yang baiknya juga dilakukan.
Maka tak salah jika rakyat percaya bahwa tanggung jawab ini layak diberikan kepada kalian semua.
Namun, kalau tanggung jawab ini kelewat berat dijalani, mungkin ada baiknya beban ini dibagi. Kepada siapa? Haya tentu saja dengan saudara-saudara kita yang pernah dikatain “pengecut” dan “tak layak jadi Warga Negara Indonesia” oleh petinggi partai pemenang Pileg 2019 ini.
Demikian surat terbuka ini saya bikin. Semoga perjuangan kalian jadi catatan sejarah yang menggemaskan bagi bangsa ini.
Wassalamua’alaikum. Shalom. Om swastiastu. Namo buddhaya. Salam kebajikan.