Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Perbandingan Standar Gaji 8 Juta Lulusan UI dengan Standar Hidup Mahasiswa UI Negeri

Ahmad Khadafi oleh Ahmad Khadafi
26 Juli 2019
A A
gaji 8 juta
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Tidak seperti “oknum” lulusan UI yang ditawari gaji 8 juta udah ngomel-ngomel, mahasiswa UI Negeri mah terima berkat besek aja otw sujud syukur.

Viral “oknum” alumni UI fresh graduate yang ngomel-ngomel karena ditawari gaji 8 juta lewat IG Story, sepertinya banyak perusahaan sebaiknya memikirkan prosedur penerimaan karyawan khusus untuk lulusan UI Negeri.

 

Lihat postingan ini di Instagram

 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Geqi Moyode (@geqimoyode) pada 25 Jul 2019 jam 7:04 PDT


Selain lebih murah secara biaya operasional karena nggak harus bayar gaji 8 juta ke atas, anak-anak UI Negeri saya jamin tidak akan mikirin besaran gaji kalau diterima kerja. Boro-boro mikir gaji 8 juta, dibayar gula sama teh saja sudah sujud syukur kayang jungkir balik Demak-Jogja mereka.

Maklum, anak-anak UI Negeri sudah terbiasa dengan salam tempel terima kasih alias bisyaroh yang disesuaikan dengan kemampuan pihak yang mengontrak. Ngisi ceramah, bisyaroh. Ngisi pengajian, bisyaroh. Ikut aqiqoh, bisyaroh gule juga diterima. Bahkan gaji pertama bisyaroh ya nggak apa-apa.

Hidup penuh kesederhanaan dan nggak neko-neko adalah falsafah hidup anak-anak UI Negeri. Soalnya bagi anak UI Negeri, rezeki itu udah ada yang ngatur. Jadi ya nggak perlu ngatur-ngatur rezeki orang, apalagi sampai ngatur rezeki sendiri.

Saya tahu betul kebiasaan ini karena sejak kecil kehidupan saya tidak pernah jauh dari UI Negeri. Saya lahir dan besar di kompleks perumahan UI Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta (dulu masih IAIN sih).

Sedari orok saya sudah di lingkungan UI Negeri, atau sebut UIN saja lah biar enak. Bahkan konon, kalau darah saya ini diambil, di sana akan akan muncul falsafah kampus islami yang lekat dengan laku tirakat mahasiswanya ini.

Semua pengalaman masa kecil saya selalu bertaut dengan UIN. Dari pengalaman nonton bola pertama sampai pengalaman ikut-ikutan demo di Tangga Demokrasi UIN Sunan Kalijaga yang legendaris itu.

Ketika demo 1998 misalnya, saat mahasiswa lari tunggang langgang masuk perumahan di UIN (termasuk rumah saya) karena dikejar-kejar isilop, saya malah riang gembira. Menyambut kedatangan gas air mata dan terkagum-kagum melihat alat berat tentara masuk kampus. Seru. Kayak isi museum Monjali tiba-tiba dipindah dan dijereng di depan rumah saya.

Sampai kemudian keluarga saya harus pindah dari sana, karena status perumahan kampus IAIN mau dipugar untuk jadi gedung perkuliahan UIN seperti sekarang.

Tapi bertahun-tahun kemudian ikatan saya dengan UIN tak pernah pudar. Pun setelah saya lulus kuliah. Tautan ini terus nyambung saja. Paling tidak, sampai saat ini saya masih dipercaya untuk mengajar beberapa mata kuliah di UIN-wanna-be, alias IAIN. Bukan di Yogyakarta, tapi di Surakarta. Sambil sesekali ngisi kelas besar kalau diperlukan Dekan Fakultas.

Iklan

Seperti beberapa waktu silam, ketika masa kuliah belum aktif dan kampus masih kosong melompong, saya diminta untuk mengisi kelas besar oleh Dekan. Saya pikir tak akan banyak yang bakal mau datang kelas besar ini. Dengan kuota ruang hampir 100 mahasiswa, saya tak berharap banyak. Ya maklum sih, anak IAIN di hari libur gitu. Ke kampus? Pfft, mau ngapain?

Sampai kemudian saya dikejutkan dengan mahasiswa yang datang sampai 80-an mahasiswa. Heran saya. Selo sekali mereka mau datang dengerin saya ngibul berjam-jam? IAIN lho ini, bukan lulusan UI yang lumrah dengan gaji 8 juta ke atas itu.

Melihat kenyataan ini saya kecewa. Kecewa, sungguh kecewa. Soalnya mereka yang datang bikin kultur UIN atau IAIN jadi benar-benar asing di mata saya. Idih, udah kayak anak UI atau UGM aja sih, rajin amat libur-libur gini datang.

Lha gimana? UIN itu kan dekat sama slengean. Selo. Kuliah aja kadang pakai sepatu futsal. Kalau ditawari gaji pertama waktu wawancara kerja nggak mungkin nyebutin gaji 8 juta. Lha kok gaji 8 juta rupiah, nyebut nominal bisyaroh aja udah masuk kategori su’ul adab bagi mereka.

Selain soal perkara selo soal tawaran gaji 8 juta, anak UIN atau IAIN di mata saya juga merupakan sekelompok mahasiswa tukang protes dan kritis. Apa-apa dikritik. Hawong selesai acara saya ini aja ada mahasiswi yang maju ke depan dan langsung melayangkan kritik ke panitia dan saya kok (sumpah ini serius).

Ya ini wajar belaka. Anak UIN itu punya kemistri sendiri sama sifat kritis. Apa saja bisa jadi bahan baku untuk dikritisi. Apa saja bisa didemo.

SPP naik demo, AC mati demo, parkiran pindah demo, bahkan wifii rektorat dipasword aja bisa demo. Apa aja dilawan. Konon lulusan terbaik di UIN bukan dinilai dari bagus-bagusan IPK, tapi soal kemampuan merancang aksi perlawanan.

Jika di kampus lain atau seperti kampus UI yang lulusannya biasa minta gaji 8 juta jabatan tertinggi saat mahasiswa adalah Ketua BEM, nah di UIN beda. Jabatan tertinggi bagi mahasiswa UIN atau IAIN ya Korlap Demo. Udah dewa itu. Nggak bakal ada yang bisa ngalahin.

Lha ini yang kemudian jadi tanda tanya besar bagi saya. Hakok ada gitu 80-an mahasiswa IAIN di tempat saya, manut-manut aja datang di kelas fardhu kifayah model begini. Kalau ini adalah mahasiswa UI ya wajar saja. Sebagai universitas terbaik, tentu lumrah kalau mahasiswa-mahasiswanya sangat haus akan ilmu dan rajin-rajin.

Tapipaak, mereka yang datang di kelas saya ini kan anak IAIN. IAIN lho ini. Institut Agama Islam Negeri. UIN aja belum lho padahal. Heran saya.

Karena penasaran, saya tanya ke moderator.

“Tumben ramai gini, Mas?”

Si moderator kemudian bisik-bisik ke saya.

“Anu, Mas, soalnya ada makan siang gratis untuk mahasiswa yang hadir.”

Haduh, tiba-tiba saya menyesal kalau tadi udah su’udzon.

Terakhir diperbarui pada 26 Juli 2019 oleh

Tags: gaji 8 jutaiainMahasiswauiuinviral
Ahmad Khadafi

Ahmad Khadafi

Redaktur Mojok. Santri. Penulis buku "Dari Bilik Pesantren" dan "Islam Kita Nggak ke Mana-mana kok Disuruh Kembali".

Artikel Terkait

Lulusan IPB kerja sepabrik dengan teman-teman lulusan SMA, saat mahasiswa sombong kinin merasa terhina MOJOK.CO
Kampus

Lulusan IPB Sombong bakal Sukses, Berujung Terhina karena Kerja di Pabrik bareng Teman SMA yang Tak Kuliah

17 Desember 2025
ILUNI UI gelar konser untuk bencana Sumatra. MOJOK.CO
Hiburan

ILUNI UI Gelar Penggalangan Dana untuk Sumatra lewat 100 Musisi Heal Sumatra Charity Concert

6 Desember 2025
Lulus S2 dari UI, resign jadi dosen di Jakarta. MOJOK.CO
Kampus

Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar

5 Desember 2025
Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO
Liputan

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Nonton Olahraga Panahan. MOJOK.CO

Sempat “Ngangong” Saat Pertama Kali Nonton Olahraga Panahan, Ternyata Punya Teropong Sepenting Itu

25 Desember 2025
Slipknot hingga Metallica Menemani Latihan Memanah hingga Menyabet Medali Emas Panahan MOJOK

Slipknot hingga Metallica Menemani Latihan Memanah hingga Menyabet Medali Emas Panahan

21 Desember 2025
UGM.MOJOK.CO

Ketika Rumah Tak Lagi Ramah dan Orang Tua Hilang “Ditelan Layar HP”, Lahir Generasi Cemas

20 Desember 2025
Anugerah Wanita Puspakarya 2025, penghargaan untuk perempuan hebat dan inspiratif Kota Semarang MOJOK.CO

10 Perempuan Inspiratif Semarang yang Beri Kontribusi dan Dampak Nyata, Generasi ke-4 Sido Muncul hingga Penari Tradisional Tertua

23 Desember 2025
ugm.mojok.co

UGM Dorong Kewirausahaan dan Riset Kehalalan Produk, Jadikan Kemandirian sebagai Pilar

20 Desember 2025
Era transaksi non-tunai/pembayaran digital seperti QRIS: uang tunai ditolak, bisa ciptakan kesenjangan sosial, hingga sanksi pidana ke pelaku usaha MOJOK.CO

Drama QRIS: Bayar Uang Tunai Masih Sah tapi Ditolak, Bisa bikin Kesenjangan Sosial hingga Sanksi Pidana ke Pelaku Usaha

26 Desember 2025

Video Terbaru

Petung Jawa dan Seni Berdamai dengan Hidup

Petung Jawa dan Seni Berdamai dengan Hidup

23 Desember 2025
Sepak Bola Putri SD Negeri 3 Imogiri dan Upaya Membangun Karakter Anak

Sepak Bola Putri SD Negeri 3 Imogiri dan Upaya Membangun Karakter Anak

20 Desember 2025
SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.