MOJOK.CO – Bukannya ibadah itu menjauhi perkara yang enak-enak? Ini kenapa berhubungan seks sama pasangan sah bisa dikategorikan ibadah sih?
Sembari menunggu bidak catur Gus Mut dijalankan, Fanshuri kepikiran sebuah hal yang mengganjal, hanya saja Fanshuri merasa malu menanyakannya.
“Gus?” tanya Fanshuri.
“Apa?” kata Gus Mut masih menatap papan catur.
“Saya mau tanya, tapi tolong jangan diketawain ya?”
“Tanya apa?” kali ini Gus Mut menantap Fanshuri.
“Tapi pertanyaannya rada nganu, Gus,” kata Fanshuri lagi.
“Nganu? Nganu gimana?” tanya Gus Mut sambil tersenyum geli.
“Tuh kan, Gus Mut mau ketawa sih, males ah. Nggak jadi,” kata Fanshuri.
“Ealah, begitu aja ngambek, Fan,” kata Gus Mut.
“Tapi serius, Gus. Tolong jangan ketawa ya?” tanya Fanshuri.
“Insya Allah,” kata Gus Mut.
“Gus, panjenengan pernah kepikiran nggak, kenapa sih berhubungan seks di dalam pernikahan yang sah itu bisa dinilai ibadah?” tanya Fanshuri.
Gus Mut terdiam sejenak. Tidak menyangka pertanyaan itu keluar dari mulut Fanshuri. Hampir saja kesadaran Gus Mut untuk tidak tertawa runtuh, beruntung Gus Mut masih bisa mengontrol diri.
“Tumben kamu nanya soal berhubungan seks,” kata Gus Mut.
“Penasaran aja, Gus,” kata Fanshuri cengengesan, “ta, tapi serius, Gus. Panjenengan pernah nggak, kepikiran kayak gitu? Kepikiran kalau berhubungan seks itu kok bisa-bisanya masuk kategori ibadah.”
“Bahkan menggauli istrimu itu bisa termasuk sedekah, Fan,” kata Gus Mut menambahi.
“Nah, makanya itu. Apa itu nggak aneh, Gus?” tanya Fanshuri.
“Aneh gimana sih, Fan? Serius ini, aku bingung dengan konsep ‘aneh’-mu itu deh,” kata Gus Mut yang kini sudah tidak peduli lagi dengan bidak caturnya.
“Ya aneh, itu kan perilaku yang rada-rada menjijikkan gitu, ya tabu lah. Berhubungan seks gitu, kok bisa sih kita enak-enak gitu masuk kategori ibadah. Kan biasanya itu yang namanya ibadah selalu menjauhi yang enak-enak, ini kenapa yang enak-enak malah jadi ibadah. Itu kan konsep yang berseberangan?” kata Fanshuri.
Kali ini Gus Mut tidak bisa menahan tawa. Tentu bukan tertawa mengejek, melainkan tertawa karena menemukan sesuatu yang unik dengan logika Fanshuri.
“Tuh, kan, Gus Mut ketawa, tadi katanya nggak bakal ketawa,” kata Fanshuri.
“Kan tadi aku cuma bilang ‘insya Allah’. Nggak bilang ‘insya Allah aku nggak bakal ketawa’. Jadi ya itu artinya bisa aja ‘insya Allah nanti aku ketawa’,” kata Gus Mut ngeles.
“Alaaah, Gus Mut ini,” kata Fanshuri.
“Tapi, Fan, serius ini, menarik juga cara mikirmu,” kata Gus Mut.
“Makanya itu saya penasaran, Gus,” kata Fanshuri.
“Tapi, sebelum menjawab lebih jauh. Aku tanya dulu. Memangnya cuma berhubungan seks di pernikahan aja ya yang masuk kategori ibadah yang enak?” tanya Gus Mut.
Fanshuri mikir sejenak.
“Kayaknya sih iya, Gus. Coba deh, salat itu nggak enak lho, Gus. Apalagi salat subuh. Belum dengan zakat, kita kudu keluarin harta buat orang lain. Secara sederhana itu kan hal-hal yang membatasi nafsu, lah ini, berhubungan seks yang jelas-jelas medium pelampiasan nafsu ini kok bisa-bisanya jadi ibadah?” tanya Fanshuri.
Gus Mut tersenyum sejenak.
“Memangnya kamu buka puasa itu nggak enak, Fan?” tanya Gus Mut.
Fanshuri sedikit terkejut.
“Iyaaa, juga sih, Gus, ta, tapi kan itu terjadi setelah kita puasa hampir seharian. Nggak makan, nggak minum. Jadi ada proses menuju ke sana sehingga makan minum waktu buka puasa itu jadi nikmat sekali,” kata Fanshuri.
“Nah itu,” kata Gus Mut.
Fanshuri bingung.
“Itu? Itu apaan sih, Gus?” tanya Fanshuri lagi.
“Ya itu jawabannya. Berhubungan seks dalam pernikahan yang sah menurut agama itu ada proses menunggu. Menahan diri, menundukkan pandangan, menundukkan kemaluan, menundukkan nafsu. Nggak cuma sehari dua hari bahkan, tapi sampai bertahun-tahun. Dari balig sampai mampu untuk menikah. Makanya, ganjaran dari kamu mau menahan diri untuk tidak mendekati zina selama itu bakal diganjar kenikmatan berhubungan seks yang sah. Yang tidak cuma memuaskan nafsu, tapi juga membahagiakan karena dilakukan tanpa perlu melanggar aturan,” kata Gus Mut.
Fanshuri terdiam, masih belum begitu puas dengan jawaban Gus Mut kali ini.
“Cuma gitu doang alasannya, Gus?” tanya Fanshuri.
“Ya nggak sih. Itu kan tadi salah satu saja. Contoh lain deh,” kata Gus Mut.
“Iya, Gus. Kasih contoh lain misalnya,” kata Fanshuri.
“Hikmah dari alasan beruhubungan seks dalam pernikahan yang sah itu, kalau dijalankan oleh semua orang itu bisa-bisa bikin prostitusi tutup lho, Fan,” kata Gus Mut.
“Hah? Yang bener aja, Gus?” tanya Fanshuri.
“Lah iya. Prostitusi itu lahir karena apa? Ya karena pelampiasan nafsu tidak diarahkan pada tempatnya. Karena ada demand makanya ada supply. Coba kalau semua orang berhubungan seks dengan pasangan sahnya masing-masing, ya nggak bakal laku lah itu prostitusi,” kata Gus Mut.
“Ya tapi itu kan konsep kelewat ideal lah, Gus. Mau sampai kapanpun, prostitusi itu pasti ada. Tetap saja ada orang yang mau ngelakuinnya. Jadi rasanya nggak mungkin deh kalau sampai nggak ada porstitusi deh,” kata Fanshuri.
Gus Mut tersenyum.
“Fan, kamu pikir dulu waktu Islam mengenalkan konsep pembebasan atau penghapusan budak pertama kali di dunia dikira masuk akal? Ya nggak lah. Saat itu dunia nggak kenal konsep produksi tanpa budak, tapi Islam justru hadir dengan ajaran-ajaran penghapusan budak. Ini bertentangan sekali dengan logika pasar dunia saat itu. Tapi coba lihat sekarang, konsep budak bisa hilang juga. Dan eksekutornya justru bukan dari dunia Islam malah. Hal kayak gitu mungkin nggak bakal bisa terbayang sama orang yang hidup pada abad pertengahan atau era kolonial. Artinya, bukan tidak mungkin konsep prostitusi itu bisa hilang juga di masa depan, persis kayak konsep perbudakan zaman dulu,” kata Gus Mut.
“Ta, tapi ya masak cuma karena semua orang berhubungan seks dengan pasangan sahnya masing-masing prostitusi bisa hilang sih, Gus,” kata Fanshuri.
“Ya bisa aja. Paling tidak mengurangi lah. Mengurangi demand. Kayak konsep budak itu kan dalam Islam juga pengaturannya adalah membebaskan budak, bukan ujug-ujug menghapuskan perbudakan. Pelan-pelan. Semua ada prosesnya. Nah, meninggalkan maksiat itu, dengan cara berhubungan seks dengan pasangan sahmu itu, pada akhirnya dimasukkan dalam konsep ibadah, Fan. Karena dengan begitu, hilang satu kesempatan manusia lain untuk berbuat zina karena kamu lebih memilih menggauli istrimu,” kata Gus Mut.
“Ta, tapi kayaknya alasannya orang ‘jajan’ gitu, ya karena dosanya itu. Dosa kan pasti arahnya selalu lebih enak, Gus,” kata Fanshuri.
“Lah itu pertanyaanmu malah kamu jawab sendiri,” kata Gus Mut.
“Jawab? Jawab apa, Gus?” Fanshuri bingung.
“Lah iya, tadi kan kamu bilang, katanya berhubungan seks dengan pasangan sah itu enak. Kenapa jadi ibadah? Ternyata jawabannya, karena berhubungan seks dengan pasangan yang tidak sah itu jauh lebih enak. Itu artinya, ibadah ini pun masih ada nggak enaknya kalau dibandingkan dengan maksiatnya,” kata Gus Mut.
Fanshuri terkekeh.
“Ta, tapi emang dosa itu lebih enak sih, Gus, hehe,” kata Fanshuri cengengesan.
“Itulah kenapa kadang aku suka kasihan, Fan,” kata Gus Mut.
“Kasihan? Kasihan kenapa, Gus?” tanya Fanshuri.
“Ya aku itu suka kasihan sama orang yang harus maksiat dulu baru bisa merasakan yang enak-enak. Padahal ada banyak sekali perkara halal yang tak kalah nikmatnya,” kata Gus Mut, sambil menjalankan bidak caturnya.
Fanshuri yang baru menyadari kalau sebenarnya mereka sedang main catur jadi kaget.
“Skak mat, Fan,” kata Gus Mut.
*) Diolah dari penjelasan Gus Baha.
BACA JUGA Untuk Apa Belajar Agama Pakai Akal kalau Ujung Jawabannya Balik ke Iman? dan kisah-kisah Gus Mut lainnya.