Sejak memutuskan untuk menikah dua tahun yang lalu, Rambat dan Sari langsung merasakan kehidupan yang lebih baik. Mereka yang sebelumnya sama-sama hanya bekerja sebagai karyawan bagian pengepakan di salah satu pabrik permen cicak di Salatiga kemudian mulai mendapatkan penghidupan yang lebih mapan.
Rambat sendiri tak menyangka, bahwa kinerjanya selama ini sebagai karyawan bagian pengepakan dianggap baik sehingga jabatannya dinaikkan menjadi pengawas bagian produksi. Sementara itu, Sari yang keluar dari pabrik karena kebijakan perusahaan yang melarang ada suami-istri dalam satu perusahaan justru sukses menjalankan bisnis penjualan tiket travel.
Kondisi keuangan yang baik itu kemudian membuat mereka mampu membeli rumah kecil sederhana di pinggiran kota.
Namun apa daya, nasib baik rupanya tidak terus-menerus memayungi kehidupan rumah tangga Rambat dan Sari. Di tahun ketiga, rumah tangga mereka dilanda permasalahan ekonomi yang cukup berat.
Rambat diberhentikan dari pekerjaannya karena perusahaan permen cicak tempat Rambat bekerja mengalami penurunan produksi yang sangat besar dan terpaksa harus melakukan PHK besar-besaran terhadap para karyawan, dan Rambat menjadi salah satunya.
Di tengah kondisi yang tidak mengenakkan itu, bisnis penjualan tiket travel milik Sari juga makin lama makin memprihatinkan. Hal tersebut disebabkan oleh bermunculannya aplikasi-aplikasi pemesanan tiket online yang kemudian membuat banyak orang tak lagi memerlukan perantara penjualan tiket bus, kereta, ataupun pesawat.
Mencoba peruntungan untuk bertahan hidup, Rambat dan Sari nekat membuka usaha rumah makan kecil-kecilan. Modalnya adalah dari uang pesangon yang didapatkan oleh Rambat.
Namun sayang, bukannya sukses, kondisi tersebut malah semakin buruk, sebab rumah makan ternyata sepi pembeli. Jumlah pendapatan yang didapat tidak bisa menutup pengeluaran. Hutang pun mulai menumpuk.
Tak pelak, keduanya langsung stress. Pusing tujuh keliling.
Dalam kondisi rumah tangga mereka yang begitu terjepit itu, Rambat dan Sari akhirnya memutuskan untuk menjual rumah mereka untuk membayar hutang-hutang mereka dan kemudian terpaksa menumpang tinggal di rumah orangtua Sari.
Habis-habisan, Rambat kemudian bekerja sebagai tukang ojek online.
Seperti sedang balas dendam pada usaha warung makannya yang gagal, Rambat kemudian bekerja dengan sangat sporadis. Ia sering sekali pulang malam hanya demi mendapatkan target order tarikan. Selain itu, Rambat juga memang merasa harus mendapatkan banyak uang agar ia tak merasa malu di depan mertuanya sebab ia dan Sari kini menumpang di rumah mereka.
Rambat biasa berangkat pukul 7 pagi dan biasanya baru pulang tengah malam.
Kebiasaan Rambat yang kerap mengambil lembur penuh ini kemudian mulai mengacaukan ritme hubungan seksual antara Sari dan Rambat. Keduanya mulai jarang bercumbu. Ketika Rambat sampai rumah, Sari pasti sudah tertidur pulas.
Rambat sadar betul akan hal itu. Karenanya, pada suatu ketika, Ia sengaja pulang tidak larut demi bisa memuaskan hasrat seksual antara dirinya dengan Sari yang selama ini sudah berkurang jauh.
Rambat yang biasanya tiba di rumah tengah malam, kala itu sudah meluncur pulang saat pukul sepuluh. Namun apa daya, malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih. Ketika sampai di rumah, lampu rumah dan lampu kamar ternyata sudah pada dimatikan, Sari ternyata juga sudah tertidur pulas.
Rambat agak kecewa. Namun, hasrat seksualnya yang sudah kadung tinggi membuatnya tak bisa mengontrol keadaan. Ia tak peduli dengan kondisi Sari yang sudah tertidur pulas. Dalam keadaan yang gelap temaram, Rambat pun mulai membelai rambut Sari dengan lembut, meraba payudaranya, dan mulai bergerilya di sekitar selangkangan. Rambat berharap belaian yang ia berikan bisa membuat Sari bangun dan bergairah. Namun rupanya, jangankan bergairah, bangun pun tidak. Sari tetap pulas dalam tidurnya.
Melihat Istrinya yang tak juga bangun, Rambat kemudian mulai menyadari kesalahannya.
“Sari sudah tidur, aku tak boleh egois memaksakan hasratku,” batin Rambat.
Rambat langsung menghentikan sentuhan-sentuhannya, ia bangkit dan kemudian langsung beranjak ke dapur yang posisinya di sebelah kamar persis untuk membuat kopi.
Sesampainya di dapur, Rambat terperanjat dan berteriak kaget dengan suara yang sangat kencang. Betapa tidak, di dapur, ternyata sudah ada Sari yang sedang memasak mie rebus.
“Jangan teriak kencang-kencang, Mas. Nanti ibu bangun. Dia sedang tidur di kamar kita.”