Bagi Rambat dan Yanti, urusan bercumbu bukanlah urusan yang sederhana. Maklum, walaupun status keduanya sudah suami istri, namun mereka masih tinggal di rumah kontrakan kecil yang hanya punya satu kamar. Kamar tersebut mereka tiduri bersama dengan Supri, anak mereka yang masih berusia empat tahun.
Awalnya bukan perkara yang pelik, sebab Rambat dan Yanti selalu bisa mencari waktu khusus saat Supri tertidur pulas untuk memuaskan hasrat mereka. Namun, seiring waktu berjalan, Supri semakin tidak bisa diajak bekerja sama. Sudah dua kali Supri terbangun saat Rambat dan Yanti sedang asyik-asyiknya. Beruntung Rambat dan Yanti cukup tangkas untuk melakukan manuver yang cepat dan lincah dengan berlagak tidur dengan langsung menutup tubuh mereka berdua dengan selimut.
Tidak hanya soal waktu bangun si Supri kecil yang cukup bikin repot, rasa ingin tahu Supri rupanya juga membikin masalah tersendiri. Minggu kemarin Supri tak sengaja mendengar percakapan lirih kedua orang tuanya. Celakanya itu adalah percakapan saat Rambat ingin meminta jatah.
“Dik, habis ini aku minta jatah ya? Burungku ini kelihatannya gampang kangen sama sangkarnya,” kata Rambat kepada Yanti sembari melirik Supri yang tampak terpejam dalam tidurnya.
Belum juga Yanti menjawab, Supri yang ternyata masih terjaga langsung menyambar pertanyaan Rambat dengan pertanyaan pula. “Burung apa sih, Pak? Memang kita punya burung ya? Terus itu jatah apa? Jatah uang jajan ya, Pak?”
Rambat tentu kaget karena tidak menyangka Supri masih bangun. Lebih kaget lagi karena Supri tak dinyana mengajukan pertanyaan yang tentu cukup susah untuk dijawab.
Dasar untung, Rambat punya jiwa improv yang cukup mumpuni. Ia bisa menjawab pertanyaan Supri dengan jawaban slenco. “Burung labet (maksudnya lovebird). Itu Pak Darto samping rumah kita kemarin baru beli burung labet sama Bapak. Terus Bapak katanya mau dikasih jatah anak burungnya kalau besok sudah menetas.”
Walau jawabannya serampangan, jawaban tersebut cukup untuk membuat Supri diam dan tidak mengajukan pertanyaan lanjutan.
Akibat insiden pertanyaan tersebut, Rambat dan Yanti pun mencari cara komunikasi yang aman. Hingga akhirnya keduanya sepakat untuk menggunakan bahasa kode.
Kode yang mereka pakai untuk menggantikan komunikasi percumbuan adalah “mengetik berita”. Kode ini dipakai karena memang ndilalah, Rambat bekerja sebagai wartawan paruh waktu di salah satu koran lokal di kota mereka. Jadi, setiap kali Rambat ingin minta jatah, ia akan bilang “Dek, mengetik berita yuk!”
Penggunaan bahasa kode ini rupanya cukup berhasil. Sudah satu bulan lamanya kode “mengetik berita” ini digunakan dan belum pernah satu kali pun mengundang tanya dari Supri.
Namun, yah namanya juga hidup, selalu saja ada masalah-masalah baru. Setelah masalah Rambat soal pertanyaan Supri yang kemudian bisa diselesaikan dengan kode, kini masalah yang baru kembali datang. Kali ini soal kesibukan Yanti yang semakin menjadi-jadi.
Sejak Yanti ikut bergabung menjadi reseller taperwer dan sabun pembersih muka, ia jadi semakin susah untuk dimintai jatah.
“Dek, nanti malam mau mengetik berita nggak?” tanya Rambat suatu ketika.
“Ehm … nggak dulu deh, Mas. Badanku capek, tadi siang sibuk ngurus orderan,” jawab Yanti.
Kali lain Yanti beralasan sedang tidak enak badan. Pada kesempatan yang lain lagi, giliran alasan mau mikir ide buat bikin promosi. Pokoknya, beragam alasan dipakai oleh Yanti untuk menolak ajakan bercumbu dari Rambat.
Rambat pun frustrasi . Kebutuhan seksualnya terbatas. Ia menjadi temperamental dan susah dimintai tolong oleh Yanti. Mungkin semacam dendam karena Yanti sering menolak untuk diajak bercumbu.
Yanti pun mulai sadar akan kesalahannya. Untuk menebus kesalahannya, Yanti kemudian berinisiatif menawarkan jatah sangkar burungnya kepada Rambat. Hal yang tentu saja agak aneh, sebab biasanya Rambatlah yang duluan merayu.
“Mas,” kata Yanti, “Supri sudah tidur, Mas mau mengetik berita apa nggak?” Yanti menawari Rambat yang sedang sibuk bermain ponsel di ranjang.
Rambat terlihat malas. Ia kemudian mematikan ponselnya, berpaling dari Yanti, kemudian menjawab dengan ketus.
“Nggak usah!” jawab Rambat, “berita hari ini singkat, tadi sore sudah aku tulis tangan!”