MOJOK.CO – Mengaku belajar bahasa Prancis masih tipis-tipis, pria ini nekat berangkat sekolah ke Paris. Langsung ketemu penutur aslinya.
Sepertinya saya ini sudah kualat sama guru SMA saya waktu belajar bahasa Prancis. Sepuluh tahun berlalu semenjak terakhir kalinya saya mempelajari bahasa sialan ini, datanglah hari pembalasan ketika saya ditugaskan untuk melanjutkan sekolah di Paris.
Perbuatan menyepelekan materi dan sering bolos pun terbayar lunas ketika saya terpaksa mengambil kelas intensif belajar bahasa Prancis. Empat jam sehari, Senin hingga Jumat, selama 9 bulan belajar bahasa Prancis terooos. Howalah, amsyong.
Dalam kondisi kemampuan bahasa Prancis yang ala kadarnya, akhirnya saya pun tetep berhasil mancal ke Paris.
Meski cuma mengantongi sertifikat level 4 (dari 6 level), saya cukup bersemangat karena sudah membayangkan akan belajar bahasa Prancis secara riil dari penutur aslinya di lokasi.
Sampai kemudian kenyataan hidup membuat saya sadar bahwa bahasa Prancis memang bahasa mbulet nan gathel pangkat lima belas.
Saya jadi curiga kalau bahasa Prancis ini tidak diciptakan oleh ahli bahasa, tapi merupakan hasil renungan politikus di atas meja karambol sambil jagongan rasan-rasan tetangga. Penuh kode dan sulit untuk dipecahkan.
Saya ambil satu contoh kata dalam bahasa Indonesia: air.
Dalam bahasa Prancis, air (tunggal) ditulis eau dan air (jamak) ditulis eaux. Dua-duanya dilafalkan dengan cara yang sama “O”.
Mbulet yang pertama: pengucapan tidak sama dengan apa yang tertulis.
Pencipta bahasa Prancis, entah kenapa, gemar sekali menambahkan huruf-huruf pada akhir kata meskipun mereka sudah tahu kalau huruf tersebut ndak bakalan diucapkan saat pelafalannya.
Bahasa Prancis juga ternyata ndak konsisten lho cara pengucapannya. Strict sama aturan tapi masih dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Ini mbulet yang berikutnya.
Secara umum, huruf “E“ di akhir kata itu ndak diucapkan alias disebut sebagai E muet atau E yang tidak berbunyi. Tapi entah kenapa hal ini ndak berlaku kalau kata tersebut dinyanyikan dalam sebuah lagu, khususnya yang genre pop.
Coba kalian dengarkan lagunya almarhumah Édith Piaf yang paling terkenal, judulnya “La Vie en Rose”.
Pelafalan kata Rose harusnya berhenti pada huruf “S“. Tapi untuk menyesuaikan ketukan dan supaya lebih enak didengar, maka mereka secara sadar melanggar aturan yang sudah dibuat sendiri dengan mengucapkan sama dengan penulisannya.
Contoh lain adalah kalimat “aku mencintaimu” alias je t’aime. Pelafalannya juga harusnya direm pada huruf “M“. Tapi ya, inkonsistensi itu kan hal yang… biasalaaah!
Mbulet yang berikutnya buat kamu yang juga tertarik belajar bahasa Prancis, satu kalimat bisa berarti banyak hal, misalnya dapat digunakan sebagai kalimat tanya dan sekaligus jawaban.
Contohnya, ça va. Arti dari ça va ini sangat tergantung pada penekanan, intonasi, dan nada saat pelafalan. Beberapa cara penggunaan kalimat ça va antara lain:
– Ça va?, dengan intonasi naik artinya tanya kabar.
– Ça va, dengan intonasi turun artinya kabar baik.
– Ça va, dengan intonasi datar dan diucapkan berulang kali, artinya tidak baik-baik saja.
Gimana? Udah mau moshing karena pusing belum?
Padahal, kondisi tidak baik-baik saja seharusnya bisa dijawab dengan ça va pas, tapi orang Prancis malas ribet, jadinya kata pas alias tidak, sangat jarang diucapkan. Membuat kalian harus peka dan menerka sendiri maksud dari mereka seperti apa.
Maka dari itu, kalau tahun lalu Pak Jokowi melarang mudik dengan menjelaskan perbedaan antara mudik dan pulang kampung, ya itu sepertinya supaya masyarakat ndak perlu menerka-nerka seperti saat bicara sama orang Prancis.
Tahun ini juga jangan kaget kalau nanti muncul penjelasan bahwa masyarakat dilarang mudik, tapi diperbolehkan bepergian dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Bhaaa.
Mbulet yang terakhir ini terkait angka. Sungguh ngadi-ngadi dan sangat membagongkan sekali.
Belajar bahasa Prancis itu aja sudah ribet kok yo masih ditambah suruh itung-itungan kalau mau nyebut angka. FYI, di Prancis itu angka mentok di-60!
Misal mau nyebut angka 70 ya harus melafalkan 60 (soixante) ditambah 10 (dix) jadi soixante-dix.
Angka 80 beda lagi, yaitu merupakan hasil perkalian 4 (quatre) dan 20 (vingt) jadinya quatre-vingt.
Angka 90 adalah hasil dari 4 x 20 + 10 alias quatre-vingt-dix.
Dan angka 100, menyebalkannya adalah bukan hasil dari perkalian atau penjumlahan, tapi ya 100 aja gitu alias cent. Nyebahi banget to?
Pantes aja nggak ada bakul cilok di sekolahan Prancis.
Jadi kalau kalian mengalami kesulitan saat belajar bahasa Prancis, tenang, itu bukan murni kesalahanmu. Itu kesalahan bahasa Prancis!
Bahasa Prancis pula yang membuat saya selama empat tahun tinggal di Paris harus menulis nama tengah saya, Wahyu, selalu dengan inisial W.
Lha gimana, selain E muet ternyata juga ada H muet alias H yang tidak berbunyi. Akibatnya, pelafalan nama Wahyu sama dengan pelafalan salah satu kata dalam bahasa Prancis, yaitu Voyou yang berarti…
…bajingan!
BACA JUGA Aturan No. 1 Kuliah di Luar Negeri: Jangan ke Australia kalo Bajet Ngepas dan tulisan Bachtiar W. Mutaqin lainnya.