MOJOK.CO – Piala FA punya daya magis tersendiri. Arsenal vs Manchester United. Malaikat vs Setan. Kejahatan menjambak rambut vs sebuah tim yang elegan.
Arsenal vs Manchester United adalah salah big match Piala FA musim ini. Yang menarik ditunggu bukan hanya soal laga itu sendiri. Yang ditunggu justru keributan-keributan yang biasanya mewarnai laga ini. Seperti misalnya ketika Fellaini menjambak rambut Guendouzi karena dipecundangi.
Nova: Manchester United itu suka main jambak, mirip ibu-ibu kompleks yang lagi gelut.
Arsenal dan Manchester United itu sungguh berbeda. Layaknya makhluk tak kasatmata, Manchester United itu jelas setan, sementara Arsenal seperti malaikat. Saya pakai kata “seperti” ya, bukan sama. Nanti biar nggak dikira penistaan malaikat.
Dalam ilmu teologi, setan itu digambarkan sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang tidak patuh. Bandel, bikin rusuh, bikin masalah, merugikan orang lain, pokoknya yang jelek-jelek. Sementara itu, The Gunners seperti malaikat. Parasnya elok, cara mainnya sungguh artsy. Enak ditonton, dan “patuh” kepada Tuhan.
Karena setan dan malaikat, maka keduanya punya tujuan yang berbeda di muka bumi. United, sebagai setan, memikat fans dalam jumlah besar. Menyesatkan mereka ke dalam pola pikir pokoknya menang. Halalkan segala cara, sampai muncul kecurigaan menjadi favorit para wasit di Liga Inggris.
Tentu fans Arsenal masih ingat tragedi di Old Trafford, ketika Jose Antonio Reyes diperlakukan tidak manusiawi oleh pemain-pemain United. Meski sudah menunjukkan cara-cara setan, hebatnya wasit tidak memberi hukuman kepada para pemain United yang menebas kaki-kaki lincah Arsenal.
Tentu kamu juga masih ingat ketika Marouane Fellaini menjambak rambut Matteo Guendouzi. Dipecundangi pemain berusi 19 tahun, Fellaini mempertontonkan identitas United secara jelas: curang dan kasar. Selayaknya setan. Oooh jangan salah. Mereka memang memikat. Seperti layaknya setan yang memikat manusia beriman lemah.
Dan seperti layaknya manusia beriman lemah, banyak yang menghamba kepada cara-cara kotor United. Yang dilarang agama memang biasanya yang enak-enak, seperti misalnya menertawakan kejahatan di atas lapangan sembari melihat pemain tim lain menderita. Kayak gitu kok masih dijadikan panutan. Di mana otak para fans United, sih?
Mereka, konon, sedang berada dalam performa yang bagus. Menang terus di enam atau tujuh pertandingan. Maaf, saya tidak ingat. Tidak mau mengingat juga catatan yang dibikin setan.
Namun, apakah makhluk Tuhan yang paling seksi dalam wujud Arsenal akan takut? Prei kenceng. ORA WEDI! TIDAK TAKUT!
Kebaikan akan selalu menang. Meski Sabtu dini hari nanti bias saja kalah, tetapi fans Arsenal menang iman. Iman, yang menjadi dasar kesetiaan kami terhadap cara-cara profesional dan elegan. Nggak seperti Fellaini main jambak. Kayak ibu-ibu komplek lagi gelut saja. Cemen betul.
Aun Rahman: Spesialis kegagalan itu bukan Arsene Wenger, Tapi Arsenal.
Sir Alex Ferguson pernah berujar kepada Andy Cole, kalau rivalitas antara dirinya dan Arsene Wenger, tentu juga dengan Arsenal, mulai mengendur selepas sekitar tahun 2006. Tepat saat mereka gagal di final Liga Champions, dan selang satu musim setelah Manchester United menghentikan the Invicibles yang penggemar Arsenal banggakan itu. Setelahnya, semua tak lagi sama.
Jujur, memang ada masa ketika saya juga was-was saat United mesti berjumpa Arsenal. Tetapi sama seperti apa yang Sir Alex rasakan, rasa khawatir dan takut itu juga hilang selepas tahun 2006.
Arsenal bukan lagi tim yang (terlalu) saya waspadai lagi. Setelah tahun tersebut, serangkaian kegagalan (baca: kekonyolan) terjadi kepada Arsenal. Mulai dari kegilaan yang terjadi di antara petinggi klub sampai permainan yang katanya indah itu tapi tidak membuahkan hasil apapun.
Saya tidak setuju dengan Jose Mourinho yang menyebut Arsene Wenger spesialis kegagalan. Menurut saya, yang merupakan spesialis kegagalan justru adalah Arsenal itu sendiri.
Kekonyolan Arsenal selalu fresh dalam setiap musimnya. Terutama apabila ada kaitannya dengan United. Salah satu yang masih membekas di ingatan saya adalah kemenangan 4-2 pada Februari 2005. Yeah, yang paling dikenang orang tentu Patrick Vieira dan Roy Keane yang tubir di Lorong ganti.
Namun, yang paling saya ingat adalah bagaimana John O’Shea bisa bikin gol. Gilanya lagi pake pallonetto alias tendangan chip. Di cuplikan saja O’Shea seakan ga percaya. Di saat yang bersamaan, saya yang menyaksikan pertandingan juga terheran-heran.
Saya ndak perlu bahas soal 8-2 itu kan yes?
Kedua tim bakal bertanding di Piala FA. Arsenal memang masih jadi pengoleksi gelar juara terbanyak. Namun, itupun cuman unggul satu dari United yang mengoleksi gelar 12 trofi gelar juara. Liverpool aja bisa disalip di perebutan gelar juara liga, apalagi ini cuma Arsenal?
Soal memori dari laga United lawan Arsenal di Piala FA, saya punya ingatan kolektif yang sama dengan banyak penggemar United yang lain. Yaitu partai replay semi-final Piala FA 1999, di mana Ryan Giggs bikin gol solo run dan nge-ayam-ayam Patrick Viera dan Ray Parlour.
Tapi pertandingan United vs Arsenal di Piala FA yang paling berkesan buat saya justru di babak keenam edisi tahun 2011. Banyak pemain yang cedera dan Absen. Sir Alex kemudian saat itu sampai terpaksa maenin Da Silva bersaudara di sektor serangan. Plus, John O’Shea yang maen jadi gelandang tengah. Hasilnya, United tetap bisa menang dengan skor 2-0, dan Fabio da Silva yang main jadi sayap kiri juga nyetak gol.
Konyol banget memang.