MOJOK.CO – Liverpool vs Chelsea menentukan nasib masing-masing tim di Liga Inggris. The Reds ingin juara, The Blues harus masuk ke zona Liga Champions.
TEKEL makin membara karena bisa jadi, nasib kedua klub dipertaruhkan di pertandingan ini. Oryza menyebut The Blues sebagai klub spesialis degradasi ketimbang dikenang sebagai rival juara. Bagi Farras, The Reds tak ubahnya kakek-kakek penderita osteoporosis, kerak masa lalu, yang kesulitan kalau mau kencing di kamar mandi.
Oryza A. Wirawan: Chelsea tak layak disebut rival.
Menjelang pertandingan Liverpool melawan Chelsea di pekan 34 Liga Inggris 2018/2019, saya diminta menulis komentar singkat tentang pertandingan itu.
Saya menyanggupi. Namun mendadak saya ingat: apa yang mau dikomentari dari sebuah klub Orang Kayu Baru (OKB). Saat orang sibuk mengatakan Chelsea adalah bagian dari Big Six, saya justru bingung: Enam Besar apanya. Chelsea bahkan tak layak disebut rival sepadan bagi kami.
Rivalitas dibangun berdasarkan kesejajaran narasi historis nan panjang. Itulah sebabnya sebagai fans Liverpool, saya menghormati Arsenal dan (walau dengan berat hati) Manchester United. Mereka lebih layak disebut rival sepanjang zaman dalam semua capaian trofi, domestik maupun internasional.
Tapi Chelsea? Mari kita tengok. Sebelum Roman Abramovich mengucurkan duit, mereka hanya klub yang diingat karena nama kelompok hooligans Headhunters. Alih-alih dikenal sebagai klub raksasa, tribun Stamford Bridge lebih dikenal sebagai tempat sekelompok preman pasar yang rasis.
Kapan terakhir mereka juara Liga Inggris sebelum Jose Mourinho datang jadi pelatih? Musim 1954/1955 dan mereka baru juara lagi musim 2004/2005. Setengah abad! Tanpa Mourinho kalian bisa apa?
Dan Anda tahu, sejak tahun 1955 hingga 2004, berapa kali Chelsea degradasi? Empat kali, Saudara-saudara! Empat kali!
Berapa kali mereka juara liga? Nol. Bahkan degradasi lebih dekat dengan takdir mereka ketimbang juara Liga Inggris.
Sementara Liverpool sejak 1955 hingga 2005 sudah 13 kali juara Liga Inggris dan lima kali juara Liga Champions. Jadi, apalagi yang perlu diperbandingkan dengan Chelsea? Tak ada.
Ditambah kemampuan fans mereka yang lebih ingat lirik lagu terpelesetnya Steven Gerrard ketimbang lagu-lagu kejayaan mereka di Eropa. Mereka lupa bagaimana John Terry terpeleset saat adu penalti di Moskow pada 2008.
Kini, menjelang laga melawan Liverpool, lagu Gerrard kembali akan mereka nyanyikan lantang. Tapi maafkan saja, jarak angka kita di pohon klasemen terlalu jauh. Sulit mendengar kalian bernyanyi dari jarak yang terlalu jauh!
Farras Widya Izadi: Liverpool itu cuma kerak masa lalu.
Jika ada klub yang enggak bisa move on, tim itu cuma ada dua, Manchester United sama Liverpool. Dua-duanya sama-sama suka ngungkit gelar di masa lalu. Bedanya, kalau MU gelarnya masih agak update, terakhir dapet major trophies tahun 2017. Lah Liverpool?
Udah suka ngungkit-ngungkit masa lalu, gelar major trophies terakhirnya aja waktu orang taunya hape ya cuma Nokia. Dah gitu, kalo klub bola ini diibaratkan hape, klub lain selalu ada update biar bisa bersaing dengan rivalnya. Nah Liverpool ini pengecualian.
Pemain macem Jordan Henderson kok dipertahankan. Kayak gak ada pemain lain yang lebih bagus lagi aja.
Itu baru klubnya, belum lagi liverpudlian alias suporternya. Udah klubnya ketinggalan zaman, eh suporternya pake toxic segala. Gimana ga toxic? Timnya baru berstatus “pesaing juara” aja gayanya udah kayak juara aja. Ya kalo juara. Kalo enggak?
Paling jargon “next year will be our year” keluar lagi. Belum lagi ngaku-ngaku Virgil van Dijk sebagai best defender in the world. Wah, mohon maaf, Paulo Maldini, Franco Baresi, Alessandro Nesta itu atlet apa ya? Atlet bekel? Senam indah?
Ada lagi liverpudlian yang ngaku-ngaku Mohamed Salah itu pemain terbaik dunia. Iya, dunia flora dan fauna, karena di dunia manusia ada yang namanya Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo.
For your information, yang mendukung Chelsea di pertandingan besok itu ga cuma suporter Chelsea sendiri. Aliansi Suporter Liga Inggris Anti Liverpool Juara, atau disingkat ASUGILA, yang berisi suporter Manchester City, Manchester United, Arsenal, dan Tottenham Hotspur juga ikut dukung Chelsea.
Nah buat pertandingan ini sebenarnya cuma flashback kejadian 2014. Udah gitu, kondisinya bisa sama persis. Sama-sama main di Anfield, sama-sama main bulan April, kondisinya juga mereka sebagai “pesaing juara”. Bedanya, kaptennya aja yang ganti.
Oh, mungkin Henderson dipertahankan biar ikut kepleset kayak Gerrard. Jadi semacam ritual gitu. Bagi mereka, sesuatu yang nyaris kan sudah patut dirayakan. Seperti yang sudah-sudah, mereka cuma punya masa lalu. Seperti kerak sejarah yang cuma asik dikenang orang-orang tua osteoporosis yang kalau kencing sambil pegangan tembok.