AC Milan menang 2-1 atas AS Roma, tapi wajah allenatore Filippo “Pippo” Inzaghi terlihat datar dan biasa-biasa saja. Ini agak mengherankan, sebab kemenangan tersebut penting artinya bagi Milan yang sedang merangkak naik dari papan tengah Serie A.
Seorang wartawan yang penasaran mewawancarai Pippo, berikut kutipannya.
Kok kelihatan biasa-biasa saja, Mas Pippo?
Emang harus loncat-loncat terus bilang wow, gitu?
Ya, ya, saya tahu ini guyonan jadul, tapi apa hebatnya menang lawan Roma? Tak ada yang perlu dirayakan. Yang benar ya seperti ini. Biasa saja.
Mengalahkan Roma itu biasa, tapi kalah dari Roma itu malu. Ya, memang ada seorang pria yang cukup serigala di sana, yakni Francesco Totti. Tapi selebihnya, mereka lebih tepat disebut Ganteng-Ganteng Serigala. Kelihatan ganas, tapi spiritnya melempem kayak generasi muda ngehek zaman sekarang.
Bukankah Roma disebut-sebut sebagai satu-satunya musuh alami Juve tiga musim terakhir?
Terus, apalagi? Serigala paling ganas Italia?
Saya beritahu satu hal. Di Indonesia sana, bahkan ada penggemarnya yang bilang klub itu merupakan purwarupa terbaik bentuk komunis yang diinginkan Karl Marx. Boleh jadi mereka benar, tapi di lapangan hijau, tempat pria-pria bertanding dan kadang mati di lapangan, purwarupa terbaik kesebelasan itu adalah kami. AC Milan. Bukan Muenchen, Madrid, MU, atau Barca. Apalagi Roma. Apalagi Inter. Bahkan konon, kami adalah satu-satunya jalan yang benar dari 73 aliran seperti yang diucapkan Muhammad saat haji terakhirnya.
Wuih, piye kuwi?
Kalian lihat, kami punya kekuatan yang tak bisa dibayangkan. Ada sekelompok pria tangguh, ada sebongkah jiwa yang kuat, ada sebuah ikatan persaudaraan khas Italia, dan sebuah lifestyle hebat. Semuanya bergabung menjadi satu entitas. AC Milan.
Dan perlu dicatat, jumlah trofi Liga Champions seorang Paolo Maldini MASIH LEBIH BANYAK dari Barcelona, MU, Munchen, Ajax, APALAGI Inter. Dan hebatnya, Maldini meraih semua trofi tersebut bersama 1 klub saja: AC.MILAN. Statistik bicara, Bro.
Klub hebat terlihat dari siapa penggemarnya. Lihat Eddward S Kennedy, Abhisam DM, Kardono Setyorakhmadi. Mereka selalu punya karakter yang kuat. Filosofi kami sejalan dengan para manusia yang berani. Jika mereka suka sepak bola, pria dengan karakter seperti ini pasti Milanisti.
Lalu mengapa sekarang terpuruk di papan tengah?
Pertanyaan bagus, Boy.
Kami terpuruk karena kami menginginkannya. Kalau kalian mau melihat sejarah, sudah berapa kali kami terpuruk. Beberapa kali, bahkan dua kali kami diturunkan ke Serie B. Tapi, itu memang karena kami menginginkannya.
Bayangkan, jika ada sebuah kesebelasan yang begitu dominan dan selalu nyaris menang. Itu bukan hal yang baik. Psikolog kami berkata, bahwa dominasi terus-menerus itu tidak baik bagi kejiwaan kami. Kami akan menjadi sombong, dan tak tahu kelemahan diri. Itulah bahayanya sering menang.
Seperti hidup, kami memang perlu berada di bawah. Sehingga kami tahu psikologi orang kalah. Kami di sini untuk mendidik pemain kami menjadi seorang pria yang lebih baik. Bukan mengejar trofi saja.
Sepertinya itu alasan untuk membenarkan diri ketika terpuruk?
Silakan jika berpendapat seperti itu.
Tapi kami sengaja menerpurukkan diri agar klub lain juga berkembang. Seperti Liga Inggris, yang jadi liga dengan five horse race. Lihat, Chelsea juara setelah melalui banyak pertarungan sengit dan menarik. (tentu saja ini pesan untuk Pimred Mojok agar tulisan ini dimuat). Bukan seperti Bundesliga yang hanya Bayern Muenchen saja. Sangat membosankan.
Selain bagus untuk psikologi kami, juga bagus untuk bisnis Serie A. Seorang fans bola Indonesia, Puthut EA, bilang bahwa ini liga para Don. Saya setuju dengannya meski sayangnya dia ngefans Roma. Kami terbiasa berpikir dari perspektif yang lebih luas. Kami siap untuk terpuruk demi kepentingan yang lebih besar. Itu saja.
Ada pesan untuk pembaca Mojok, terutama yang gila bola?
Rajin-rajinlah ibadah dan membantu orang tua. Setelah itu, nanti kalian pasti akan paham bahwa AC Milan sebenarnya adalah sebuah puisi hidup para pria keren yang rajin sembahyang dan berbakti kepada orang tua.