MOJOK.CO – Menengok hasil undian Liga Champions musim ini, drama dan romansa tersaji secara sempurna. Pertandingan mana yang akan menguras air mata?
Tentu saya tidak bisa mengklaim begitu saja bahwa hasil undian Liga Champions sudah diskenario. Perlu wawancara dengan orang dalam UEFA untuk mengetahuinya secara pasti. Namun, dari setiap undian yang dilakukan, setiap musim, kita tahu bahwa ada yang dikejar dari hasil undian Liga Champions. Tidak terkecuali musim 2018/2019.
Lantas, apa yang sedang dan terus dikejar UEFA terkait hasil undian Liga Champions? Tentu saja kamu-kamu semua. Betul, kamu, para penonton, yang rela mengorbankan waktu tidur demi menonton Liga Champions yang di Asia tayang dini hari. Kalau di Benua Amerika, Liga Champions tayang siang hari. Tetap saja, untuk menonton, butuh perjuangan.
Perjuangan untuk menonton itulah sumber pemasukan dari kompetisi sepak bola paling mahal di dunia ini. Hak siar Liga Champions begitu besar. Tahun 2017, nilai hak siar yang dipegang BT Sport tembus angka 1,2 miliar paun atau lebih dari 19 triliun rupiah. Nilai tersebut kira-kira ada 10 kali nilai kekayaan Sandiaga Uno.
Nah, karena yang dijual adalah pertandingan itu sendiri, maka sebagai yang punya hajatan, UEFA perlu menyajikan “nilai lebih”. Nilai yang bakal “memaksa” mata untuk tetap terbuka hingga subuh meski pagi harinya ada rapat penting di kantor atau ada ujian di kelas kamu. Nilai lebih yang membuat sepak bola itu tak pernah selesai selama 90 menit pertandingan saja, seperti kata Fandom.id.
Nilai lebih yang dimaksud adalah romantisme dan drama di dalamnya. Manusia suka dengan drama, dan panggung sepak bola adalah salah satu penyaji terbaik. Penonton suka dengan klimaks, dengan plot twist dari setiap bola yang disepak, dari setiap gol yang terjadi. Memainkan emosi (dan devosi) selalu menjadi jualan yang seksi. Coba tanya ke para penjaja agama.
Bagaimana cara UEFA menampilkan drama tersebut? Liga Champions memungkinkan klub-klub besar dari liga-liga mayor Eropa untuk bertemu. Di sana, pasti terjadi reuni, pertemuan kembali, antara pemain dengan mantan klub, pelatih dengan mantan anak asuhnya, para pelatih muda yang menjadi rival, klub yang saling membenci, pemain yang dibenci mantan klubnya, pemain yang dicintai mantan klubnya, dan lain sebagainya.
Kelahiran istilah “parkir bus”?
Menengok hasil undian Liga Champions musim 2018/2019, gelagat itu sangat kentara. Coba tengok ke Grup B di mana Barcelona akan bertemu kembali dengan Inter Milan. Kedua klub ini saling bunuh di semifinal Liga Champions edisi 2009/2010. Barcelona, sebagai juara bertahan, terbentur sebuah tim yang mampu menggelar taktik bertahan sangat kompak.
Saking kompaknya, Jose Mourinho menyebut kekalahan Inter Milan di leg kedua (skor 1-0), sebagai kekalahan yang indah. Apakah ini titik kelahiran istilah “parkir bus”?
Saat itu, Inter Milan sudah unggul agregat 3-1 berkat kemenangan di leg pertama. Inter Milan berhasil melaju ke final dan mengalahkan Bayern Munchen untuk mencatatkan salah satu titik sejarah termanis mereka: treble winner.
Drama di semifinal leg kedua itu bakal menjadi narasi ketika kedua tim ini bertemu. Selain sejarah pertemuan klub, drama kedua dari laga ini adalah saga antara Lionel Messi dengan Mauro Icardi. Kebetulan, keduanya sama-sama berasal dari Argentina dan menjadi kapten klub masing-masing. Keduanya pun “bermusuhan” yang konon membuat Icardi tidak masuk ke dalam skuat Argentina untuk Piala Dunia 2018. Mengapa keduanya bermusuhan? Silakan googling dengan kata kunci: Messi Icardi Maxi Lopez. Sensual!
Beranjak ke Grup C, kita akan menemukan Paris Saint-Germain (PSG) melawan Liverpool dan Napoli. Grup C disebut sebagai grup neraka menurut hasil undian Liga Champions kali ini. Romantisme apa yang dijual? PSG vs Napoli adalah ajang reuni Edinson Cavani dengan Napoli, mantan klubnya. Klub yang membesarkan nama penyerang asal Uruguay tersebut. San Paolo memuja kehebatan dan Cavani tak mungkin tidak disambut dengan meriah di rumah mereka.
Drama kedua adalah rivalitas dua pelatih muda asal Jerman, Jurgen Klopp dan Thomas Tuchel. Kedua pelatih brilian ini pernah melatih klub yang sama, yaitu Borussia Dortmund. Kamu bisa menyematkan judul “Siapa yang lebih Dortmund di antara Klopp dan Tuchel?” ketika PSG bersua Liverpool. Finalis musim lalu, Liverpool, tentu tak ingin tercecer di babak putaran grup, sementara Tuchel punya misi mahal di Liga Champions.
Pesona Fonseca
Lalu, kita geser ke grup F, di mana Manchester City akan melawan Shakhtar Donetsk. Drama yang dijual sesuai hasil undian Liga Champions ini? Tentu saja narasi Fernandinho, pemain City, mantan Shakhtar. Fernandinho adalah salah satu pemain penting dalam sistem Pep Guardiola. Pemain asal Brasil ini juga pemain kunci bagi Shakhtar. Gejolak drama ini mungkin biasa saja, akan kalah dengan rekam jejak pertemuan kedua klub.
Salah satu pertandingan paling menghibur dari Liga Champions 2017/2018 adalah ketika City tumbang di rumah Shakhtar dengan skor 2-1. Paulo Fonseca, pelatih Shakhtar, banjir pujian setelah mampu menyajikan cara bermain yang atraktif dan modern. Kehadirannya di konferensi press mengenakan kostum Zoro tentu masih lekat di ingatan kita. Mau pakai kostum apa Fonseca musim ini?
Grup G, apa yang bisa kita tunggu? Real Madrid vs AS Roma adalah salah satu partai klasik. Bukan, ini bukan pesanan Kepala Suku Mojok yang menggilai Roma. Madrid vs Roma memang punya sejarah panjang dan ini melibatkan Francesco Totti, legenda dan pangeran Roma.
Ketika masih aktif bermain, Totti pernah hampir bergabung ke Madrid. Ini sesuai pengakuan dari Florentino Perez, Presiden Madrid sendiri. Tahun 2016 yang lalu, Totti bahkan sempat berujar bahwa Madrid adalah satu-satunya penyesalan dirinya. Ia memutuskan untuk setia dengan Roma. Bahkan kini dirinya menjadi Direktur Roma. Cinta yang orisinal memang tidak bisa dirusak.
Drama termahal sesuai hasil undian Liga Champions
Grup H? ini dia romantisme paling mahal sesuai hasil undian Liga Champions musim ini. adalah Juventus yang akan dua kali bertanding dengan Manchester United. Ada banyak hal yang bisa dijual dari laga klasik ini. Mulai dari sejarah pertemuan, Cristiano Ronaldo, hingga Paul Pogba. Komplet dan semuanya jaminan magnet penonton.
Juve dan United pernah terlibat dalam salah satu duel seru di Liga Champions, di salah satu musim paling tidak bisa dilupakan dalam sejarah panjang United. Tahun 1999, United tertinggal dua gol di rumah Juve. Tangan Sir Alex Ferguson mungkin sudah berkeringat dingin ketika anak-anak Setan Merah mampu membalik keadaan dan menang dengan skor 2-3. Melaju hingga final, United kembali menang dramatis atas Bayern dan melahirkan treble winner tahun itu.
Selain pertemuan kedua klub, nama Ronaldo dan Pogba adalah jaminan SEO, maaf maksud saya jaminan pemikat penonton. Ronaldo, tidak bisa dibantah, adalah legenda United. Pemain asal Portugal itu adalah bagian integral United ketika menjadi juara Liga Champions tahun 2007/2008. Meski gagal mengeksekusi penalti di babak final, Ronaldo adalah sumur gol United musim itu. Ronaldo juga memenangi Ballon d’Or pertamanya bersama United.
Bagaimana dengan Pogba? Drama Pogba, Mourinho, dan United masih berlanjut hingga saat ini. Pogba direkrut Juve dari United dengan gratis. Ia tidak dibutuhkan United kala itu. Yang tidak disangka United adalah Pogba berkembang menjadi salah satu gelandang terbaik di dunia. Ia dibeli kembali oleh United dari Juve dengan mahar 105 juta euro. Bayangkan keuntungan Juve setelah menjual Pogba.
Menariknya, Pogba diberitakan tidak betah di United, atau lebih tepatnya di bawah asuhan Mourinho. Ia gagal berkembang, bahkan tidak cocok dengan ide bermain Mourinho. Kamu tahu, salah satu klub yang konon cocok untuk melanjutkan kariernya adalah balik kucing ke Juventus atau tentu saja ke Barcelona. Laga yang emosional, Juve vs United, bakal sangat mahal (baca: dinantikan).
Nah, itulah harga sebuah romansa, sebuah drama. Terkadang, sepak bola itu lebih drama ketimbang drama itu sendiri. Emosi manusia adalah jualan yang seksi. Hasil undian Liga Champions tahun ini terbilang berhasil untuk ukuran penjualan “karcis drama”.