MOJOK.CO – Kalau PSSI dan fans Manchester United masih aneh dan tidak relevan, jangan heran jika “peruntungan” berubah. Ingat, sepak bola itu penuh sejarah kekecewaan dan akan sangat kejam.
Pada titik tertentu, yang namanya PSSI dan fans Manchester United itu sama saja. keduanya sama-sama aneh dan tidak relevan. Oleh sebab itu, ketimbang uji tanding dengan PS-Tira Persikabo, lebih baik timnas uji tanding lawan klub asal Inggris itu. Pasti seru karena nggak bakalan terjadi.
Gimana mau terjadi kalau untuk sekelas uji tanding melawan klub lokal saja PSSI malah aneh banget. Sebuah federasi yang konon terhormat ini bisa-bisanya gagal mengurus izin pertandingan dari kepolisian.
Ini pada ngapain aja, sih, di kantor? Baca koran, minum kopi, dan main Zuma? Nggak kreatif, itu kan sudah me time-nya PNS zaman dulu. Kalau zaman sekarang mainnya Among Us sama Plant versus Zombie.
PSSI, yang konon federasi terhormat itu, bisa-bisanya baru mengirim surat izin pertandingan ke kepolisian di hari yang sama timnas bermain. Ngapain aja, sih, di kantor? Bisa-bisanya kalah profesional sama anak-anak mahasiswa yang gercep kalau pesan lapangan untuk tanding futsal ketimbang ngerjain proposal skripsi.
Aneh banget….
Hanya sebatas mengirim surat izin pertandingan saja leletnya minta ampun. Gimana mau ngurusin sepak bola Indonesia? Sudah tingkat kepercayaan publik kepada PSSI itu rendah, eh malah menambah masalah saja. Piala Menpora? Kompetisi dengan protokol kesehatan seketat Liga Inggris atau Bundesliga? Hoi, PSSI, bangun! Turumu njengking.
Aneh banget… kayak fans Manchester United. Persis.
Di malam ketika PSSI gagal mengerjakan tugas paling sepele dibandingkan mengurusi kompetisi, Manchester United bermain imbang dengan Crystal Palace. Skor akhir 0-0. Skor yang biasanya muncul kalau Manchester United tanding lawan tim-tim besar. Lawan Palace, eh skor tersebut muncul juga.
Pagi harinya, ketika artikel ini tayang, tagar #OleOut menjadi buah bibir di media sosial. Aneh sekali. Terutama ketika melihat posisi United di klasemen dan perkembangan mereka di bawah asuhan Ole Gunnar Solskjaer. Ada aura-aura tidak tahu terima kasih dan egois banget.
Sebagai fans Arsenal, yang biasanya bersaing untuk menjadi medioker paling tertib di Liga Inggris, perkembangan United terbilang cukup baik. Ole memang bukan pelatih dengan kekayaan taktik atau “aura mematikan” seperti Sir Alex Ferguson. Namun, Ole bisa membawa Manchester United duduk di posisi kedua sampai saat ini.
Fans Manchester United perlu sadar bahwa musim 2020/2021 ini berjalan begitu ketat. Terutama untuk posisi dua sampai 10. Kalau menang belum tentu bisa memanjat klasemen, kalau kalah langsung turun peringkat. Liverpool, Spurs, Chelsea, Everton, Leicester, West Ham, hingga Arsenal saja masih sulit untuk konsisten.
Fans Manchester United ini aneh banget mirip PSSI. Duduk di peringkat kedua untuk musim ini terbilang pencapaian yang cukup baik. Mengingat betapa Manchester City sangat solid dan sulit dikalahkan. Dominasi mereka sangat bisa dimaklumi. Sudah begitu, kok, Ole selalu diminta out kalau United gagal menang. Setidaknya mereka tidak kalah, kan.
Selain aneh, PSSI dan fans Manchester United juga tidak relevan….
PSSI sangat tidak relevan dengan mimpi-mimpi basah soal kompetisi. Mengurus izin untuk uji tanding saja tidak bisa, kok mau mengurusi atlet-atlet sepak bola yang konon sangat menderita karena pandemi ini.
Orang yang resah karena khawatir terjadi kerumunan karena kompetisi selalu diserang. Dianggap tidak peduli dengan kesejahteraan pemain bola Indonesia. Terutama mereka, pemain muda, yang kariernya masih panjang. Seakan-akan hanya pesepak bola saja yang menderita karena pandemi. Padahal PSSI-nya saja begitu. Apa peduli? Atau cuma mau pencitraan saja?
Nggak relevan sama sekali….
Sementara itu, fans Manchester United juga sama saja tidak relevan. Ketika ingin mengkritik klubnya sendiri, coba tengok performa City. Tidak ada yang memalukan dengan duduk di peringkat kedua untuk saat ini. Terutama jika melihat posisi United di awal Ole melatih.
fans Manchester United yang meminta Ole untuk out seperti anak kecil yang merajuk saja. Merengek minta dibelikan dua hotwheels, tapi orang tuanya baru bisa membelikan satu buah. Sudah mending bisa beli, banyak orang tua nggak mampu mewujudkan rengekan anaknya.
Aneh dan tidak relevan. PSSI harusnya tahu publik akan sangat menyorot kemampuan mereka mewujudkan omongan sendiri, yaitu menghadirkan sepak bola ke tengah masyarakat ketika pandemi. Kalau sebatas minta izin laga saja nggak becus, harapan masyarakat mau dibuang ke mana?
Sementara itu, fans Manchester United harusnya bersyukur masih bisa masuk empat besar Liga Inggris. Terkadang, yang namanya harapan tidak melulu bisa terwujud. Apalagi ketika harapan itu membentur tembok yang terlalu tinggi, yang untuk saat ini belum bisa dipanjat.
PSSI dan fans Manchester United seharusnya menghargai sebuah proses. Klub-klub Indonesia sudah susah payah mengumpulkan skuat di tengah segala kesulitan karena pandemi. Mereka butuh kepastian dan profesionalitas dari “panitia”. Jangan sampai usaha dalam keterbatasan mereka cedera karena “panitia” yang lamis dan sak karepe dewe.
Kalau PSSI dan fans Manchester United masih aneh dan tidak relevan, jangan heran jika “peruntungan” berubah. Ingat, sepak bola itu penuh sejarah kekecewaan dan akan sangat kejam untuk mereka yang tidak siap.
BACA JUGA PSSI dan Indra Sjafri Mencoreng Arang ke Kening Sendiri dan tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.