MOJOK.CO – Mikel Arteta menebar janji-janji yang terdengar sangat heroik. Apakah janji-janji itu memang punya berat yang nyata demi kebangkitan Arsenal di masa depan?
Melihat dari sisi kemanusiaan, saya hormat betul kepada Mikel Arteta. Jika kamu seorang fans Arsenal, kamu tentu ingat peristiwa tak mengenakkan di tahun 2011 ketika skor 8-2 terjadi di Old Trafford. Kekalahan itu membuat aura di tengah tim menjadi sangat buruk. Arsene Wenger bertindak. Cepat. sampai-sampai dibilang melakukan panic buying.
Tepat di hari terakhir jendela transfer, Mikel Arteta datang bersama Per Mertesacker dan beberapa pemainlainnya. Dia datang ketika aura tim sedang sangat buruk, untuk mengisi sebuah posisi sangat penting bagi skuat Arsenal. Dia, yang datang dari Everton, diproyeksikan menjadi metronom tim, menjadi seseorang yang bisa mengubah aura.
Itu jenis pekerjaan yang teramat berat. Namun, Mikel Arteta seperti tidak berpikir dua kali ketika Arsenal mengetuk pintu hatinya. Dia menerima tawaran sebuah klub yang membutuhkan bukan hanya injeksi kualitas teknis, tetapi juga mental. Dan perlahan, pemain asal Spanyol itu memberi bukti bahwa dirinya bisa memikul tanggung jawab. Sebuah material seorang kapten.
Sisi melankolisnya kembali muncul ketika Arsenal membutuhkan pelatih baru. Mikel Arteta sedang menikmati betul proses belajar dan berkembang menjadi pelatih berkualitas di Manchester City. Hidupnya seperti sudah digariskan untuk menjadi teman sekaligus penerus Pep Guardiola kelak.
Tahukah kamu, debut Mikel Arteta di Barcelona B adalah untuk menggantikan Pep Guardiola? Saat itu, Guardiola sudah wara-wiri bersama tim utama ketika Barcelona B membutuhkan gelandang sentral dengan kualitas yang hampir sama. Oleh sebab itu, narasi yang berkembang adalah Mikel menjadi penerus Pep suatu saat nanti di City.
Namun, Mikel Arteta punya kehendak lain. “Ketukan Arsenal yang terdengar di pintu terdengar sampai ke hati saya.” Klub dari London Utara ini memang punya tempat spesial di hatinya. Di sini, dia mempersiapkan diri menjadi calon pelatih ulung. Di sini, Mikel mendapatkan kebahagiaan utuh. Menjadi juara, seperti yang selalu dia targetkan.
Kedatangannya kali ini tidak berbeda dengan tahun 2011. Ketika Arsenal sedang terpuruk. Dia tidak gentar. Tidak silau dengan gaji besar dan proyeksi jangka panjang City. Dia selalu ada untuk “kekasih” yang sedang kesusahan. Untuk alasan ini, selamanya saya akan selalu respect kepada Mikel. Terlepas di masa depan dia akan sukses atau gagal total sebagai pelatih.
Janji kepada Arsenal
Kalimat per kalimat yang terucap dari bibirnya sungguh menenteramkan hati. Sebagai fans, mendengar Mikel Arteta berbicara soal determinasi, tradisi, mental pemenang, detail akan sebuah ide laksana menenggak segelas air dingin ketika rasa haus mendera. Janjinya sangat manis, pun bagi saya nisbi berat.
Dia akan berhadapan dengan skuat yang tidak seimbang. Para pemain senior yang manja dan konon sudah mengancam ingin hengkang. Mikel Arteta juga akan dan sudah berhadapan dengan fans beracun. Fans Arsenal adalah bagian dari masalah itu sendiri. Tengok kolom trending topic Twitter satu menit setelah Mikel resmi menjadi pelatih Arsenal dan kamu akan menemukan tagar #ArtetaOut.
Saya tahu banyak fans hanya sedang berkelakar ketika bermain-main dengan tagar itu. Namun, banyak juga yang serius. Namun, jika melihatnya dari sudut pandang yang berbeda, tagar itu mengandung sebuah kebenaran. Bukan soal ketidakpantasan, melainkan soal kepercayaan.
Pertandingan sepak bola tidak bisa dimenangkan dengan janji-janji semata. Kemenangan berangkat dari persiapan yang matang dan personel yang bertanggung jawab. Pada titik ini, Mikel Arteta memang perlu menunjukkan kalau janjinya memang “punya berat”. Artinya, janji itu bisa terwujud kelak.
Satu hal yang melegakan adalah Mikel Arteta sudah tahu apa yang harus dilakukan untuk Arsenal. Kepalanya sudah penuh dengan ide bahkan sebelum menganjak kaki di London Colney. Ketika bertatap muka dengan Per Mertesacker di ruang analis, dia bertanya apakah Arsenal sudah punya drone untuk memantau latihan pemain.
Saya tidak terlalu tertarik dengan janji-janji Mikel Arteta. Namun, perhatian saya tersita ketika dia bertanya soal drone. Ide, adalah dasar dari semua konsep di sepak bola. Drone berguna untuk mengawasi latihan pemain, misalnya ketika berlatih pemosisian diri. Lewat mata drone, pergerakan mereka bisa diukur dan kesalahan bisa dikoreksi.
Terdengar sangat remeh, tetapi ini pertanyaan sangat krusial. Kalau mengamati betul pemosisian diri pemain Arsenal di sebuah pertandingan, kamu akan merasakan ada yang sangat salah. Betul, tim ini punya transisi yang buruk, baik dari menyerang ke bertahan, demikian juga sebaliknya.
Pemosisian diri ketika transisi bukan soal kecepatan berlari. Pemosisian diri, salah satunya, dan lebih penting, adalah soal pemahaman akan konsep. Mikel Arteta memahami betul akan hal ini. Dia sudah menyiratkannya lewat pernyataan kepada wartawan.
Dia mengaku bisa ruthless alias kejam kepada pemain yang tidak patuh atau tidak menunjukkan minat kepada klub (konsep). Namun, ketika si pemain patuh, justru si pemain yang akan diuntungkan. City merasakan betul manfaat ide dari Mikel dari penuturan Raheem Sterling dan Leroy Sane.
Sterling dan Sane bukan lagi sebatas “pemain fantasi”. Keduanya memahami betul konsep ide yang coba dirancang oleh Pep dan ditanamkan oleh Mikel Arteta. Jika para pemain Arsenal memang punya pikiran yang jernih, mereka akan mau mendengarkan. Itu dulu saja, mendengarkan. Lewat proses itu, pemain bisa menyerap sendiri manfaat dari konsep yang ingin diterapkan Mikel.
Drone. Sebuah pertanyaan sederhana, tetapi bermakna sangat banyak bagi saya. Karena satu pertanyaan ini, saya ingin meyakini kalau Mikel Arteta adalah pelatih yang cakap. Apakah dia memang ditakdirkan untuk Arsenal? Hanya waktu yang bisa menjadi juru bicaranya.
BACA JUGA Pak Arteta, Skuat Arsenal Dibuldozer Saja atau tulisan Yamadipati Seno lainnya.