MOJOK.CO – Mending Liverpool ikut lomba Naki Sumo atau lomba bayi menangis. Cocok buat fans Liverpool yang tantrum karena nggak dapat penalti.
Southampton musim ini memang sangat kuat, terutama ketika melawan tim langganan papan atas, kecuali Arsenal. Ralph Hasenhuttl, pak pelatih, berhasil menularkan determinasi kepada para pemain yang musim lalu pernah dibantai Leicester City dengan skor 0-9.
Kekalahan itu sempat mengancam posisi Hasenhuttl. Namun, kredit spesial perlu dialamatkan kepada manajemen Southampton yang tetap percaya kepada Hasenhuttl. Padahal, kekalahan 0-9 itu kuat sekali kalau dipakai sebagai alasan pemecatan. Namun, manajemen mau bersabar, percaya, dan kini memetik hasil manis.
Southampton musim ini tidak terlihat seperti tim yang “cuma mentok di papan tengah” seperti musim-musim sebelumnya. Mereka tidak selalu menumpuk pemain di kotak penalti sendiri demi mengincar hasil imbang. Soton bahkan berani menekan di wilayah lawan. Sebuah ide yang membuat Liverpool kehilangan banyak opsi untuk menyerang.
Salah satu kekuatan Liverpool adalah betapa agresifnya dua bek sayap. Ketika berhasil menguasai lapangan tengah, Liverpool akan banyak mensirkulasikan bola ke sisi lapangan. Umpan silang dan penetrasi dua bek sayap mereka memang kelas dunia. Namun, meski kuat, bukan berarti tanpa kelemahan.
Orang di luar sana mungkin akan langsung melihat ke papan statistik dan menemukan bahwa Liverpool cuma melepaskan satu tembakan tepat ke gawang dari 17 percobaan. Setelah itu memaklumi kekalahan Liverpool karena tidak bisa membuat peluang bersih. Orang cenderung tidak mau melihat “bagaimana” proses itu terjadi.
Banyak orang yang gagal melihat ide cemerlang Hasenhuttl untuk mencegah dua bek sayap Liverpool banyak melakukan overlap. Southampton tidak hanya menumpuk pemain. Mereka berani menekan untuk memberi rasa tidak aman untuk dua bek sayap.
Dengan menekan ke wilayah tengah, Southampton juga berhasil membatasi opsi umpan vertikal dari lini tengah Liverpool. Dari ratusan umpan, coba hitung berapa banyak umpan vertikal yang menjadi peluang, yang dilepaskan Thiago Alcantara, Chamberlain, dan Wijnaldum. Sangat minimal.
Butuh nyali besar untuk meladeni lini tengah Liverpool. Tidak banyak tim langganan papan tengah yang berani melakukannya. Bahkan tim papan atas pun akan jeri dibuatnya. Oleh sebab itu, para pemain Southampton perlu mendapat apresiasi setelah berhasil mewujudkan ide cemerlang Hasenhuttl. Kepercayaan yang sudah terbangun itu memang kekuatan besar untuk siapa saja.
Liverpool kalah dari “tim akademi” dan jeritan minta penalti
Kekalahan Liverpool ini memang lucu. Selama ini, Soton mendapat label sebagai tim akademi kedua milik The Reds. Maklum, cukup banyak pemain Soton yang dijual ke Liverpool dan menjadi pemain penting. Ada Nathaniel Clyne, Adam Lallana, Rickie Lambert, Dejan Lovren, Sadio Mane, hingga Virgil van dijk.
Yah, memang sudah kita akui bersama kalau akademi dan jaringan pencari bakat Southampton sangat baik. Sangat cocok dijadikan “tim akademi”. Ketika pemain semakin bagus, The Reds tinggal membelinya. Hubungan baik di antara kedua klub membuat bisnis ini berjalan dengan baik, termasuk ketika Liverpool ikhlas “menyumbang” 10 juta paun dalam bentuk denda karena mendekati van Dijk secara ilegal.
Kemenangan Soton menjadi sangat melankolis. Kemenangan tim akademi dari tim utama tentu harus dirayakan. Saking bahagia, Hasenhuttl sampai berlutut dan menangis haru setelah pertandingan berakhir. Ketika ditanya wartawan kenapa menangis, Hasenhuttl membantah dan berkilah kalau matanya kelilipan angin. Ahh, manis sekali….
Semanis kekalahan Liverpool bagi Manchester United….
Saat ini, Liverpool dan Manchester United mengumpulkan poin yang sama (33). Masalahnya, United masih menyimpan satu pertandingan. Jika memenangi laga tersebut, United akan memimpin klasemen Liga Inggris untuk sementara. Sebuah aksi menikung yang pasti terasa getir buat The Reds.
Apalagi Liverpool kalah dengan cara yang bisa dibilang korban-Manchester United-banget karena dua kali tidak dikasih penalti. Memang, kalau melihat rekaman video pertandingan, The Reds seharusnya mendapat dua penalti.
Salah satu kejadian yang bakal menjadi bahan meme adalah ketika bola membentur tangan bek Southampton, Jack Steven. Thiago mendebat wasit dan seakan-akan bilang kalau tangan bek Soton tidak berada di sisi badan sehingga dinilai aktif.
Namun, wasit Andre Marriner geleng-geleng kepala saja, seakan-akan bilang, “Kamu bukan Manchester United. Kamu nggak punya voucher penalti dan tisu basah buat ngelapin pantat saya!”
Dan mereka pun kalah….
Lagian Liverpool ini memang nggak tahu diri banget. Sudah tahu nama mereka L I V E R P O O L bukan Setan Bocil Warna Merah Bawa Garpu Mau Makan Telur Krispi Kopi Klotok. Ngapain minta penalti?
Semua juga sudah tahu, bahkan mendukung, usaha Manchester United untuk memenangi perlombaan banyak-banyakan ngumpulin penalti. Saat ini, mereka sudah dapat 42 penalti dalam dua tahun. Ayo, bantu mereka sampai dapat 100 penalti sebelum musim 2020/2021 berakhir dan kita banggakan kota Manchester!
Sekarang ini, lebih baik Liverpool menganalisis dan memindai pemain akademi Southampton mana yang cocok untuk dibeli di Januari. Kalau boleh menyarankan, saya sarankan Liverpool beli Theo Walcott, forever wonderkid-nya Arsenal yang sekarang main buat Soton.
Pasti cocok dijadikan bek tengah. Duet sama Sadio Mane. Sama-sama jebolan akademi Soton. Duh, terharu saya, kayak tali kasih.
Dah, begitu, ya. Nggak usah sirik sama Manchester United yang lagi ikut perlombaan banyak-banyakan penalti. Mending ikut lomba Naki Sumo atau lomba bayi menangis kayak di Jepang. Cocok buat fans Liverpool yang tantrum karena nggak dapat penalti. Makanya, isi e-wallet dulu buat beli voucher penalti!
BACA JUGA Manchester United Memang Goblok, Sudah Tahu Medioker kok Sombong: Gini Doang nih Grup Neraka? dan tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.