MOJOK.CO – Mengkloning Lionel Messi bakal membuat sepak bola semakin cilaka dan monoton. Sudah, lebih baik kloning monyet ekor panjang saja yang lebih menggemaskan.
Awal tahun 2018, berarti sekitar satu tahun yang lalu, batasan kloning spesies primata berhasil dilewati.
Adalah Zhong Zhong dan Hua Hua, dua monyet ekor panjang yang lahir berselang dua minggu. Keduanya kembar identik. Keduanya adalah monyet kloning–primata pertama yang berhasil dikloning. Dengan lahirnya Zhong Zhong dan Hua Hua, ilmu pengetahuan disebut-sebut selangkah lebih dekat ke kloning manusia.
Zhong Zhong dan Hua Hua diciptakan oleh para peneliti Cina di Institut Ilmu Saraf Akademi Sains Cina, Shanghai. Dengan lahirnya Zhong Zhong dan Hua Hua, batasan teknis kloning primata terlewati sudah. Selain monyet dan kera, anggota ordo primata lain adalah manusia.
Muming Poo, pengawas proses dan penulis jurnal kloning primata menegaskan hal tersebut. “Jadi untuk kloning spesies primata, termasuk manusia, batasan teknisnya sudah pecah,” ujar Muming Poo, pengawas proses dan penulis jurnal kloning ini, kepada Reuters.
Betul, kamu nggak salah baca. Setelah sukses melakukan kloning kepada monyet, batasan melakukan kloning manusia sudah terpecahkan. Dr. Leonard Zon, pimpinan program sel induk dari Rumah Sakit Anak Boston, berujar “Ini primata pertama yang dikloning. Kita semakin dekat ke kloning manusia dari sebelumnya. Ini memicu pertanyaan mau di bawa ke mana kita.”
Namun, dari sisi sains pun, kloning Zhong Zhong dan Hua Hua belum bisa dikatakan sebagai batu pijakan menuju kloning manusia. Menurut Robin Lovell-Badge, ahli kloning dari Francis Crick Institute, London, hasil kloning dua monyet ini bukanlah batu loncatan untuk bisa mencapai tahapan kloning manusia. “Prosedur ini tetap tidak efisien dan penuh risiko. Usaha mengkloning manusia jelas masih nekat,” ujar Lovell-Badge.
Belum lagi dari sisi religiusitas, kloning dianggap sebagai usaha menjadi Tuhan. Bahkan, kloning manusia dianggap menjijikkan. Dalam wawancara dengan BBC, 1997 silam, Ian Wilmut mengatakan bahwa kloning manusia itu “menjijikkan” dan ilegal.
Ian Wilmut adalah satu dari beberapa ilmuwan Roslin Institute, bagian dari Universitas Edinburgh. Para ilmuwan ini, bekerja sama dengan perusahaan bioteknologi, PPL Therapeutics, berhasil menciptakan kloning kambing yang diberi nama Dolly.
Namun, obsesi untuk menciptakan kloning manusia tidak bisa dipadamkan begitu saja. Rasa ingin tahu dan perkembangan teknologi mendorong manusia untuk berkembang lebih jauh lagi bersama teknologi. Dan, yang paling baru adalah ketika seorang ilmuwan mengaku bisa melakukan kloning kepada Lionel Messi.
Menurut ahli genetika asal Spanyol sekaligus ketua European Genomes Archive, Arcadi Navarro, hal itu sangat mungkin dilakukan. “Ya, kami bisa menggandakan Lionel Messi dan teknik yang dia miliki, bisa sangat identik, ibarat seseorang melahirkan bayi kembar dan salah satunya dibekukan untuk 20-30 tahun kemudian,” ungkap Navarro seperti dilansir AS.
Menurut Navarro, stigma kalau kloning cuma bisa menduplikasi tampilan fisik adalah kekeliruan besar. Berdasarkan keyakinan Navarro, kloning bisa diaplikasikan untuk mereplika kemampuan teknis dan kepribadian, termasuk dalam kasus Lionel Messi. “Kami bisa mengkloning dia, bahkan dengan teknik yang sudah ada saat ini,” lanjut Navarro.
Namun, Navarro tetap mengingatkan kalau hasil kloning Lionel Messi tidak akan sesempurna aslinya. Sebagus apa pun hasil rekayasa genetika, tetap ada aspek pengalaman hidup dan edukasi yang tidak bisa disadur dari seseorang begitu saja.
Nah, terlepas dari semua kemungkinan, katakanlah, Navarro berhasil menciptakan hasil kloning Lionel Messi. Tidak hanya satu, dia menciptakan tiga, dengan kemampuan yang hampir sama dengan Lionel Messi yang asli. Ini bukan keberhasilan, tapi sebuah kebodohan yang menghancurkan sepak bola itu sendiri.
Satu Lionel Messi saja, bersama Cristiano Ronaldo, membentuk dua wajah sepak bola seperti yang kita ketahui sekarang. Wajah pertama adalah soal keindahan sepak bola dari pesepak bola terbaik di dunia. Terberkatilah mereka yang bisa melihat Lionel Messi dan Ronaldo di puncak kariernya.
Namun, di sisi lain, keduanya mematikan gairah sepak bola itu sendiri. Keduanya menjadi sangat dominan. Bukan lagi dalam konteks yang menarik, tapi sangat menjemukan. Setelah Kaka memenangi Ballon d’Or, tidak ada lagi pemain yang bisa memenangi gelar pemain terbaik itu selama 11 tahun.
Dominasi absurd keduanya baru usia di tahun 2018 ketika Luka Modric memenanginya. Itu saja karena Kroasia berhasil masuk final Piala Dunia 2018. Coba kalau gagal sebelum semifinal, mana mungkin Modric masuk. Sebagus apapun pemain, ketika publik terus “menghamba” kepada Messi dan Ronaldo, tidak ada yang bisa menjadi juara.
Ingat tahun 2010 ketika tiga finalis Ballon d’Or semuanya berasal dari Barcelona? Andres Iniesta, Xavi, dan Messi sendiri? Kala itu, jika menilai dari sisi sepak bola itu sendiri, Xavi yang dijagokan menang. Namun, sepak bola itu terlalu mengamba kepada gol. Gelandang sentral, otak permainan, bertarung dalam penghormatan yang sunyi.
Bergeser ke tahun 2013, ketika Frank Ribbery masuk dalam daftar nominasi akhir, bahkan ketika sudah memenangi Liga Champions, Ronaldo yang memenangi Ballon d’Or. Ribery ada di peringkat ketiga, di bawah Messi. Sungguh…
Oleh sebab itu, ketimbang mengkloning Lionel Messi dan membuat sepak bola semakin cilaka dan monoton, lebih baik ilmuwan fokus mengkloning monyet ekor panjang yang menggemaskan itu. Atau kalau tidak, ya hewan-hewan yang mau punah. Saya rasa lebih berfaedah untuk dunia ini.