MOJOK.CO – Inter Milan kini punya tridente di lini depan. Mereka adalah Lukaku, Lautaro, dan Conte. Satu untuk semua. Semua untuk Inter Milan.
Pertengahan babak kedua Inter Milan vs SPAL, Marceloa Brozovic menerima bola di lapangan tengah. Maju menggiring bola beberapa meter, Brozovic melihat Romelu Lukaku bebas di depan barisan bek SPAL. Umpan datar disodorkan dilepaskan Brozovic. Tanpa mengontrolnya terlebih dahulu, Lukaku langsung menggeser bola lebih ke depan.
Pemain asal Belgia itu sudah memetakan jalur umpan bahkan sebelum menerima bola. Seperti layaknya pemain sepak bola yang baik. Lukaku sudah tahu apa yang harus dilakukan. Dia sudah melihat pemosisian diri Lautaro Martinez, yang siap menerima bola daerah. Maka, seperti yang ada di dalam kepala Lukaku. Itulah yang terjadi.
Umpan terobosan sekali sentuh menerobos barisan pertahanan SPAL yang agak terlalu tinggi. Bola itu bergulir dengan kecepatan pas dan arah yang akurat ke kaki Lautaro. Umpan manis itu memungkinkan Lautaro melakukan dua hal. Mau menembak langsung bisa, mengontrolnya pun juga bisa karena posisinya yang murni bebas. Inter Milan siap menambah gol.
Lautaro memilih untuk mengontrol bola terlebih dahulu. Setelah mencetak dua gol malam itu, dia tampak sangat percaya diri. Terlihat dia ingin menempatkan bola secara presisis ke sudut gawang atau melewati kiper terlebih dahulu. Namun sayang, kiper SPAL cukup pandai untuk menjaga jarak. Lautaro kehilangan momen. Kecohannya terbaca dan kaki kiper SPAL menihilkan peluang emas itu.
Saya tidak sedang bicara soal peluang yang terbuang. Yang justru menarik adalah dua umpan kombinasi Inter Milan untuk membuka pertahanan SPAL. Meski terlihat begitu sederhana, ada kompleksitas yang tersembunyi. Kompleksitas yang tidak mungkin terbangun tanpa latihan yang intens, percaya penuh kepada kawan, dan kecerdasan mengeksekusi instruksi Antonio Conte.
Adalah 12 kemenangan dari 14 laga dan posisi Capolista yang menjadi penegasan dari “dua umpan sederhana itu”. Umpan-umpan sederhana menggambarkan betapa Inter Milan kini sangat solid. Bukan tanpa cela dan kelemahan, tetapi harus diakui kalau mereka berubah menjadi lebih kuat.
Ada sebuah hubungan yang terbangun kuat di antara kaki-kaki pemain Inter Milan. Conte tidak hanya berhasil membangun kohesi di antara pemain, tetapi juga rasa percaya yang begitu kuat. Selain dua umpan sederhana dalam proses peluang Lautaro, kamu bisa mulai mengamati rekaman pertandingan Liga Champions antara Inter Milan melawan Slavia Praha.
Gol pertama Inter Milan menggambarkan rasa percaya dan kohesi yang dibangun Conte. Ketika Lukaku mendesak di sisi kiri Slavia. Lautaro berlari zig zag tipis di dalam kotak penalti. Tanpa latihan yang intens dan kepercayaan satu sama lain, Lukaku tak mungkin bisa membaca gerak random Lautaro.
Menggunakan kaki kanan, Lukaku mengirim bola ke tiang dekat. Bukan jenis umpan yang mudah untuk disambut. Sekali lagi, Lukaku percaya Lautaro bisa menyambut umpan sulit itu. Lautaro menjawab kepercayaan itu. Tanpa perlu mengontrol, striker asal Argentina itu melepaskan sepakan keras, juga ke tiang dekat.
Sampai di sini ada detail penting yang perlu kamu ketahui. Ketika gol terjadi, Lukaku sempat jatuh karena kehilangan keseimbangan setelah mengirim umpan silang. Lautaro sudah hendak merayakan gol ke arah bangku cadangan sebelum dia membalikkan badan dan mencari rekannya itu. Kedua pemain itu merayakan gol bersama-sama. Berpelukan erat.
Masih ingatkah kamu dengan kejadian di Emirates Stadium beberapa tahun yang lalu? Ketika Lukaku bekerja keras untuk melepas umpan yang sampai ke kaki Jesse Lingard dengan begitu manis?
Lingard mencetak gol. satu dari sedikit yang dia bikin selama satu dekade terakhir. Lukaku merentangkan tangan, siap menyambut pelukan Lingard, untuk merayakan gol bersama-sama. Lingard tidak mungkin melihat gesture Lukaku. Namun, wonderkid kedaluwarsa itu menghindari pelukan rekannya dan memilih berlari ke sudut lapangan.
Lingard memutuskan untuk merayakan gol dengan caranya sendiri. Seolah-olah dia melewati lima pemain lawan sebelum mengoyak jala Arsenal. Lingard merayakan golnya dengan cara moon walk di atas rumput. Sebuah pemandangan yang bukan hanya konyol, tetapi menyedihkan.
Tidak ada kesadaran akan apresiasi. Moon walk bisa dilakukan kapan saja. Namun, kerja keras kawan yang berbuah asis tidak melulu terjadi. Saya rasa, setelah itu Lingard kena tulah. Dia tidak lagi mencetak gol selama ratusan tahun kemudian.
Kita belum berbicara soal taktik dan printilannya yang jelimat di atas lapangan. Kita sedang berbicara sesuatu yang menjadi dasar berjalannya sebuah taktik. Conte membangun skuat ini secara keras. Conte membangun dasar disiplin pemain-pemain Inter Milan. Di sisi lain, Conte juga membangun kemanusiaan.
Conte mengizinkan anak asuhnya yang sudah cukup umur untuk rutin berhubungan seks. Conte memahami kebahagiaan pemain dan pasangannya masing-masing. Hal-hal sederhana di luar lapangan, tertransformasi ke dalam lapangan. Kemanusiaan berhasil terbangun, taktik berjalan dengan anggun.
Inter Milan kini punya tridente di lini depan. Mereka adalah Lukaku, Lautaro, dan Conte. Satu untuk semua. Semua untuk Inter Milan.
BACA JUGA Seks and The Inter Milan, Conte Sarankan Pemainnya Untuk Rutin Kelon atau tulisan Yamadipati Seno lainnya.