MOJOK.CO – Guendouzi dan Saliba akan meningkatkan level Arsenal untuk musim depan. Namun, analisis ini memang cuma di atas kertas. Penentuannya di akhir musim.
Nama Matteo Guendouzi akhirnya kembali masuk ke kolom trending. Kali ini untuk sebuah penampilan yang cemerlang, bukan kontroversi. Pada titik tertentu, sudah bukan masanya lagi pemain berusia 22 tahun itu ramai diperbincangkan karena kontroversi dan ledakan emosi. Guendouzi, dan William Saliba, yang dipinjamkan Arsenal ke Marseille, menunjukkan kilaunya.
Guendouzi meninggalkan rasa getir ketika “disekolahkan” Arsenal ke Marseille. Sikapnya yang tidak profesional membuat sebagian fans merayakan kepergian pemain asal Prancis itu. Yah, bakat memang berbicara banyak di karier pemain. Namun, sikap dan profesionalitas yang menentukan sejauh apa si pemain bisa melangkah.
Sikap fans Arsenal berbeda ketika William Saliba akan dilepas, juga dengan status pinjaman seperti Guendouzi. Saliba, dianggap lebih potensial dan menawarkan banyak hal ketimbang Rob Holding. Sudah saatnya, bek berusia 20 tahun itu diberi kesempatan. Namun, Mikel Arteta punya pandangan berbeda.
Kedatangan Ben White dan Takehiro Tomiyasu membuat kepergian Saliba tidak begitu sakit. Satu hal yang agak disesalkan adalah Saliba tidak mau dipinjamkan ke klub Inggris. Pada akhirnya, dia menyusul Guendouzi ke Marseille. Sebuah keputusan, yang kini dianggap sangat tepat.
Saya yakin, banyak dari pembaca Mojok yang suka sepak bola dan sebagian besar fans Arsenal masih memandang enteng Ligue 1 atau Liga Prancis. Pandangan itu bisa dimaklumi karena di sana, Paris Saint-Germain (PSG) terlalu dominan. Beberapa kali klub lain bisa mendobrak dan jadi juara. Namun, tetap saja, sorotan utama Ligue 1 adalah PSG.
Oleh sebab itu, banyak fans Arsenal yang ingin klub mengirim Guendozi dan Saliba ke La Liga Spanyol atau Bundesliga. Maklum, pemain pinjaman dari Arsenal punya rekam jejak yang bagus di Bundesliga. Reiss Nelson adalah pemain yang saya maksud.
Namun, pembaca Mojok dan sebagian fans Arsenal harus tahu bahwa keputusan mengirim Guendouzi dan Saliba ke Marseille bisa jadi keputusan jitu. Marseille, terlepas dari sejarah hitam di era 1990an, adalah salah satu klub di Prancis yang bisa memberikan tekanan berat kepada pemainnya.
Fanatisme suporter ditambah ambisi manajemen membuat Marseille menjadi salah satu klub yang sangat “menuntut” kepada pemain. Robert Pires, legenda Arsenal, yang pernah membela Marseille, menegaskan hal itu. “Jika sukses di Marseille, kamu bisa sukses di mana saja,” tegas Pires.
Yah, kita tahu omongan Pires memang ada dasarnya. Berkembang bersama Marseille, Pires menjadi salah satu mantan pemain yang akan selalu dicintai fans Arsenal. Lagipula, Pires adalah kepingan penting dalam mesin raksasa Arsenal ketika memenangi Piala Emas Liga Inggris. Iya, dia bagian dari skuat legendaris yang tak terkalahkan itu.
Oleh sebab itu, Guendouzi dan Saliba sudah berada di madrasah yang tepat. Marseille menawarkan lingkungan yang keras. Sebuah region yang sangat terobsesi dengan sepak bola. Istimewanya, Guendouzi dan Saliba bisa dikatan sukses sejauh ini. Keduanya menjadi pilihan pertama di sebuah tim yang bermain dengan cara gung-ho di bawah asuhan Si Gila Jorge Sampaoli.
Guendouzi dan Saliba dibutukan Arsenal
Bagi saya pribadi, untuk musim depan, kedua pemain ini akan sangat dibutuhkan Arsenal. Ada beberapa alasan di balik keyakinan saya ini.
Pertama, soal usia. Guendouzi dan Saliba dibeli Arsenal di usia muda. Jadi, sangat mudah untuk menegaskan bahwa keduanya adalah investasi jangka panjang. Saat ini, mereka masih berusia 22 dan 20 tahun. Usia yang sudah mulai matang untuk pesepak bola satu generasi dengan mereka.
Kedua, soal kemampuan. Guendouzi, di mata saya, adalah rekan paling ideal untuk Thomas Partey. Dia bisa menggantikan Granit Xhaka, gelandang senior yang tahun depan akan masuk usia 30 tahun. Belum terlalu tua, tapi soal kemampuan, Guendouzi sudah bisa menggantikannya.
Adaptasi yang cepat dengan perubahan sistem menandakan level kecerdasan yang tinggi. Banyak bermain sebagai gelandang bertahan, atau kamu bisa menyebutnya sebagai pemain #6, Guendouzi memberikan keseimbangan dan menjadi jembatan dari kiper kepada gelandang ketika build-up fase pertama.
Ketika bergerak ke tengah sebagai gelandang sentral, atau pemain #8, sangat cerdik mencari posisi yang enak untuk mempertahankan penguasaan bola. Olah bola untuk pemain berusia 22 tahun ini sangat meyakinkan. Teknik umpannya termasuk kelas satu untuk pemain yang masih bisa berkembang.
Salah satu kelebihan Guendouzi adalah kejeliannya melepas umpan vertikal menuju ruang sempit. Akurasi yang terjaga, dengan kecepatan yang pas, memudahkan rekannya untuk mengontrol bola. Ditunjang mata yang jeli, seleksi umpan mantan pemain FC Lorient tersebut menjadi lebih bervariasi, aman, dan akurat.
Dibekali dengan stamina yang mumpuni, Guendouzi bisa diandalkan untuk mengawasi ruang yang luas di antara gelandang dan bek. Ruang berbahaya inilah yang gagal untuk dikendalikan Arsenal selama masa kepemipinan rezim yang lama.
Bisa dikatakan, atribut pemain muda ini jauh lebih lengkap ketimbang Xhaka. Arsenal sudah punya Sambi Lokonga dengan kemampuan yang sama. Namun, Guendouzi dengan pengalamannya bermain di Marseille, bakal memberi dimensi yang berbeda.
Saliba? Tidak perlu dijelaskan lagi. Dia jauh lebih baik jika dibandingkan Holding dan Chambers, bahkan Pablo Mari. Saat ini, duet bek tengah utama Arsenal diisi Ben White dan Gabriel. Namun, idealnya, sebuah tim dengan kedalaman baik, punya tiga bek tengah sama bagusnya. Apalagi, Saliba juga sudah fasih bermain dalam sistem tiga bek tengah.
Dari sisi perkembangan, Guendouzi dan Saliba akan meningkatkan level Arsenal untuk musim depan. Namun, analisis ini memang cuma di atas kertas. Penentuannya di akhir musim nanti. Apakah kedua pemain ini sudah menyelesaikan pekerjaan rumah yang dibuat Arteta? Di sana, masa depan keduanya ditentukan.
BACA JUGA Super Saiya Bernama Matteo Guendouzi, Calon Pemain Super Arsenal dan tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.