MOJOK.CO – Di alam imajinasi saya, Sandro Tonali berevolusi bersama AC Milan. Menjadi pemain yang lebih komplet dan langka. Pemain yang dibutuhkan di zaman modern.
Bukan Andrea Pirlo. Sosok yang terbayang di kepala saya ketika mengamati wajah Sandro Tonali lekat-lekat adalah Kylo Ren, protagonis Star Wars yang diperankan Adam Driver. Penokohan Kylo berevolusi seiring kontak yang intens dengan Rey. Evolusi yang kompleks, sebuah proses yang mungkin dirasakan AC Milan bersama pemain barunya.
Proses “perkawinan” antara AC Milan dengan Tonali memang sangat panas. Kita tahu kalau sejak Juli 2020, Internazionale sudah melakukan pendekatan. Bahkan, kalau tidak salah mengingat, kesepakatan personal sudah terjalin, pun dengan harga pemain. Namun, hingga Agustus, tidak ada perkembangan.
Yah, kita akhirnya tahu alasan Sandro Tonali tidak segera mengambil keputusan. Dia menunggu. Menunggu kekasihnya untuk datang dan mengajaknya menuju tanah terjanji. “L’ho voluta. L’ho sognata. L’ho chiesta. L’ho ottenuta. È la maglia del mio AC Milan”. “I wanted it, I dreamed of it, I asked for it, and I got it. this is my shirt. AC Milan shirt.”
Kalau cinta sudah berbicara, tiada hati yang tidak mendengar. Kalau cinta sudah mengetuk relung hati, manusia terbuai dalam alam mimpi. Kalau Milan sudah mengetuk, Tonali membuka hati tanpa berpikir dua kali. Untuk kekasihnya sejak belia, perhatian pemain berusia 20 tahun itu tidak lagi teralihkan.
Memang, cinta tidak selalu menjamin kebahagiaan hidup. Namun, tanpa cinta, buat apa kita hidup. Di dalam alam imajinasi saya, kedatangan Sandro Tonali di tanah terjanji bakal menjadi sebuah evolusi. Kita tahu, di sepak bola, sejarah selalu berulang. Di dalam alam imajinasi saya, sejarah itu sudah terbayang.
AC Milan dan perkara evolusi
AC Milan tidak pernah jauh dari proses yang lambat tetapi pasti ini. Contoh nyata adalah dua protagonista, Andrea Pirlo dan Gennaro Gattuso. Pirlo, di musim keduanya bersama Brescia dibentuk oleh Carlo Mazzone menjadi deep playmaker. Perubahan yang menjanjikan itu disepelekan Internazionale, namun berbuah begitu manis bersama Milan.
Kisah yang sama terjadi kepada Gattuso. Sebelum menjadi pemain Rossoneri, coba bantu saya menghitung berapa posisi yang sudah dicoba Gattuso. Sebelum akhirnya, tukang tabrak dari Italia ini menjadi salah satu gelandang bertahan terbaik di kelasnya. Menjadi pelindung bagi Andrea Pirlo, regista penting di era Carlo Ancelotti.
AC Milan tidak pernah asing dengan evolusi. Dan entah kenapa, hasilnya selalu baik. Di sini kita belum menghitung perubahan posisi dan peran Paolo Maldini dan Serginho. Selain keperluan memperpanjang karier, evolusi posisi dan peran membuat dua legenda ini bisa mempertahankan kualitasnya.
Evolusi Sandro Tonali
Eugenio Corini, pelatih Brescia, memandang Sandro Tonali bukan seperti Pirlo. Di mata Corini, pemain kelahiran 8 Mei 2000 itu lebih mirip Daniele De Rossi. Sementara itu, Francesco Totti melihat Tonali itu gabungan Pirlo dan Gattuso. Saya tidak setuju dengan keduanya. Di alam imajinasi saya, Tonali justru lebih mirip Totti di kala muda.
Bedanya, Totti bermain di belakang striker sebelum mencoba peran false 9 dan sukses besar. Sementara itu, Tonali, di mata saya, adalah fantasista modern yang bermain lebih ke dalam. Beruntungnya saya pernah cukup intens menyaksikan Totti di kala muda. Menyaksikannya mendobrak lini tengah, dengan kesadaran penuh untuk membawa bola ke depan.
Sebelum kalian marah-marah karena bersama Brescia, Tonali dimainkan di posisi gelandang bertahan dengan peran deep playmaker, izinkan saya menjelaskan. Pertama, AC Milan sudah punya deep playmaker yang bermain semakin stabil di akhir musim lalu, yaitu Ismael Bennacer.
Memang, bisa saja, Tonali akan menggantikan dirinya dalam skema dua gelandang sentral. Namun, pernahkah kalian berimajinasi AC Milan bermain dengan tiga gelandang? Pasti pernah karena memainkan Tonali dan Bennacer bersama-sama pasti menambah kreativitas lini tengah Milan. Namun, bagaimana cara menggunakan Tonali dengan bijak?
Untuk menjawabnya, kalian perlu menonton cara bermain Sandro Tonali bersama Brescia. Musim lalu, jumlah penguasaan bola Brescia adalah salah satu yang terendah. Kalau tidak salah, cuma 33 persen. Oleh sebab itu, kualitas umpan vertikal Tonali tidak banyak terlihat. Namun, dia mengompensasikannya dengan bentuk lain.
Brescia bermain dengan progresi bola yang cepat. Sering terjadi, mereka tidak bisa melakukannya dengan umpan, yang mana jenis progresi paling aman. Oleh sebab itu, para gelandang harus berani melakukan yang namanya breaking the line dengan menggiring bola.
Sandro Tonali punya kemampuan mendobrak dan menggiring bola mirip Totti muda. Punya kesadaran penuh untuk membawa bola lebih dekat dengan gawang lawan. Mendobrak dengan anggun, tetapi penuh tenaga. Mengecoh pemosisian lawan dengan perubahan kecepatan lari secara mendadak.
Sentuhan bolanya sangat lembut. Meski terlihat lembut dan gemulai, Tonali membekali kelebihan itu dengan kekuatan tubuh bagian atas. Inilah yang membedakan dirinya dengan Pirlo. Pirlo jago body feint, mengecoh marker, lalu mengoper secepat mungkin. Beda pula dengan Gattuso, yang kita tahu sendiri bagaimana caranya menabrak pemain dan sangat jarang menggiring bola lebih dari tiga meter.
Oleh sebab itu, Tonali bukan De Rossi, bukan pula gabungan Pirlo x Gattuso. Di alam imajinasi saya, dia adalah Totti muda yang bermain lebih ke tengah.
Italia mengenal peran mezzala untuk gelandang dengan daya jelajah yang luas. Dia bukan playmaker, bukan pula centrocampista tradisional. Mezzala modern punya pergerakan yang lebih spesifik. Dia banyak bergerak ke halfspace, ruang di antara sisi lapangan dan lapangan tengah. Bersama AC Milan, di ruang antara itulah, Tonali akan berevolusi.
Apa alasannya? Pembaca perlu memahami kalau halfspace adalah ruang berbahaya. Menguasai ruang ini membuat pemain punya daya pandang diagonal dan menyeluruh, baik ke arah gawang, di tengah, sampai ke sisi seberang. Umpan dan tembakan diagonal lebih sulit diantisipasi kiper lawan. Itulah alasan yang mendasari pemosisian Toni Kroos dan Luka Modric di bawah asuhan Zinedine Zidane di Real Madrid ketika menjuarai Liga Champions tiga kali berturut-turut.
Menjadi mezzala modern bukan perkara gampang. Seorang pemain harus punya atribut yang komplet. Atribut yang memuat kemampuan seorang playmaker, box to box, sekaligus eksekutor ketika kesempatan datang. Satu atribut penting lainnya adalah kesadaran untuk melakukan pressing ketika kehilangan bola.
Bersama Brescia, Sandro Tonali tidak banyak mendapatkan kesempatan mencoba peran ini. Namun, dengan keberadaan Bennacer di AC Milan, bukan tidak mungkin evolusi terjadi dan Italia bakal punya gelandang modern yang sangat sedikit jumlahnya.
Sekali lagi, ini terjadi di alam imajinasi saya. Entah apa yang terjadi di alam pikiran Stefano Pioli. Satu hal yang pasti, Sandro Tonali sudah berada di alam imajinasi paling indah bersama AC Milan. Mungkin, di dalam hatinya tengah berkumandang sebuah kalimat, “Sei il grande amore della mia vita!”
BACA JUGA AC Milan atau Inter? Lapangan Siapa yang Lebih Subur untuk Ditanami Sandro Tonali? atau tulisan Yamadipati Seno lainnya.