Pagi-pagi sekali, Meisya Citraswara Vieranaputri, rekan saya di Tirto.ID, mengirim pesan via WhatsApp, “Aku typo ‘jumud’ jadi ‘junub’. Kalo aku dipecat, aku udah siap jiwa-raga.”
Di satu sisi saya ingin bersimpati kepada Meisya, tapi sungguh saya tak bisa menahan wqwq. Saya langsung ke TKP yang dimaksudnya dan hampir sakit perut dibuatnya.
“Apa itu junub dan apa bahaya sifat tersebut untuk umat muslim? Silakan simak di #Kultum Prof. Quraish Shihab tirto.id/cqtv“
Agar sakit perut tak semakin menjadi-jadi, segera saya balas pesan Meisya; mencoba menenangkan hatinya. “Ngapapa, Meisy. Itu nga fatal, kok. Dan bagus buat engagement, buktinya langsung banyak yang reply.”
“Tapi junub kan artinya ngewe???!!!”
“Nggak dong.”
“Nggak ngewe per se, sih, tapi kan ngewe-related.”
“Junub itu arti harfiahnya jauh; nggak boleh deket-deket sama ibadah atau masjid. Tapi otak orang indon yha pasti ke sana, sih, wqwq. Jadi yha gitu.”
“Jangan pecat aku, ya.”
“Hhh. Ywd aku pecat :|.”
“Yaaah, tunggu THR turun dulu pls :(.”
“FYI, kusuka typo. Jadi, ngapapa. Besok-besok, bikin typo lagi aja, Meisy~ tp yg lebih terencana dan terukur. Kusukaaa~”
“Hahaha. Nanti kuusahakan.”
Typo bisa memang sesuatu yang sangat memalukan. Tapi tidak bagi Ras Arab dari Ngonoo.com. Darinyalah saya menyukai dunia pertypoan. Pria yang akrab disapa Baba ini, justru menjadikan salah ketik sebagai trademark atau ciri khas.
Ia punya moto hebat: “Alien itu ada, dan typo adalah kunci!”
Di tangan Baba, typo justru menjadi senjata untuk mendekatkan tulisannya dengan pembaca, memancing reaksi. Lihat saja tulisan-tulisannya di Ngonoo atau tempat lain yang digawanginya; Jagongan.org atau blog pribadinya.
Baba mengerti betul bahwa typo juga sangat mungkin menjadi komedi dalam teks. Sebagaimana di dunia lawak yang mengandalkan lisan mengenal plesetan, atau play satan dalam bahasa Sabit Tjahaja Cyb3rpvnk. Dan Baba terbukti berhasil. Jika nama Kelik Pelipur Lara dan Anang Batas bisa melambung dengan plesetan mereka, Baba juga bisa dengan typo-nya.
Di akun Twitter resmi Tirto.ID, saya pernah mencoba typo yang terstruktur, sistematis, dan massif: “Beberapa tips bermedia sosial agar tak terlalu banyak drama dalam kehidupan percinaanmu tirto.id/cml1” Macam-macam reaksi bermunculan. Ada yang menertawakan, ada yang protes, ada pula yang bijak sekali mengoreksi.
Sebagai admin yang baik dan benar dan ganteng dan pintar, tentu saja saya langsung meralat: “Terima kasih atas koreksinya: BEBERAPA TIPS BERMEDSOS AGAR TAK TERLALU BANYAK DRAMA DLM HUBUNGAN PERZINAANMU tirto.id/cml1”
Ketika beberapa waktu yang lalu Republika.co.id menulis berita dengan typo yang mencolok, saya langsung teringat Mas Baba. Wah, Republika juga menggunakan typo sebagai senjata. Tentu saja ini kecurigaan, bisa jadi redakturnya memang tak sengaja. Tapi mereka melakukannya dua kali berturut-turut dengan pola yang sama: sesuatu yang saru.
Untuk berita MotoGP, Republika menulis “Insiden Rossi-Marquez Di Sepong Diharapkan Tidak Terulang,” lalu di berita tentang tutupnya gerai Disc Tarra, di badan laporan tertulis “Dick Tarra”.
Tapi itu belum seberapa, belum terlalu parah dan fatal. Detik.com pernah dua kali typo yang tidak akan pernah saya lupakan sepanjang hayat. Judul beritanya begini: “Panitia Diminta Tambah Toket”, dan “Pemotor Lepas Kontol di Semanggi.”