MOJOK.CO – Respons “S-3 Marketing Harvard” umumnya diberikan untuk menunjukkan apresiasi tinggi pada tim penyusun konten. Tapi, apa sih yang sebenernya dipelajari di sana?
Pernah nggak waktu kecil kamu bermain tebak-tebakan iklan televisi? Saya pernah.
Iklan-iklan tivi zaman dulu punya kekhasannya sendiri. Misalnya, baru saja kita mendengar narasi “Dag Dig Dug!” yang diucapkan oleh bapak-bapak berwajah gembira dan rambut ijuk warna-warni, kita pasti sudah bisa langsung menebak bahwa iklan tadi merupakan iklan produk deterjen Daia. Contoh lain, kalau tivi menampilkan sekelompok mbak-mbak main ice skating sambil megangin kertas berisi angka, lengkap dengan lagu “Kosong delapan kosong sembilan…,” sudah jelas bahwa kita sedang menyaksikan iklan Telkomnet Instan.
Iklan yang melekat di kepala kita semua ini, patut diakui, tak terlepas dari kerja keras tim marketing masing-masing produk.
Naaaah, zaman sekarang, iklan-iklan yang berbekas di sel-sel otak ini nggak cuma muncul di tivi. Belakangan, lini masa media sosial ramai bicara soal keajaiban marketing tak terduga dari sebuah kafe di layanan ojek online. Alih-alih berfokus pada tagline seperti iklan-iklan zaman dulu, kafe yang bernama Asobi ini justru memikat calon pembeli lewat deskripsi produknya yang—duh maaf, saya nggak nemu kata lain lagi—ngeselin.
ini karyawan bangsat bener pic.twitter.com/uP19i2BSuk
— ejakas (@ejakkku) October 2, 2019
Di kalangan netizen +62, jenis-jenis iklan yang terkesan nyeleneh dan ramai jadi topik perbincangan ini sering kali dihujani pujian dan komentar. Paling umum, mereka berbunyi:
“WAH, S-3 MARKETING HARVARD, NIH!”
Mulai dari ngiklan di antara peserta aksi…
S3 Marketing Harvard #HidupMahasiswa pic.twitter.com/kQ1Qyb7dSX
— Camel Activate Purple Mint (@ezra26_) September 24, 2019
…meningkatkan kesadaran masyarakat soal semangat menolak RUU…
S3 marketing Harvard pic.twitter.com/oxepaqKROu
— Gas (@muzakkiueo) September 29, 2019
…sampai jualan tas biasa dengan cara yang nggak biasa.
S3 Marketing Harvard https://t.co/X4U63LUkR2
— Nikko Ilham (@nikkoilham) May 25, 2019
Respons “S-3 Marketing Harvard” umumnya diberikan untuk menunjukkan apresiasi tinggi pada tim penyusun iklan atau konten sampai bisa segitunya berbekas di kepala para penikmatnya. Tapi, saya jadi penasaran: Memangnya seseorang harus menjadi lulusan S-3 Marketing Harvard dulu untuk bisa bikin konten yang segitu impresifnya??? Memangnya, apa sih yang sebenernya dipelajari di S-3 Marketing Harvard???
Terketuklah hati saya untuk berkunjung laman resmi S-3 Marketing Harvard. Iya, pertama-tama, perlu kita pahami bersama: di Harvard Business School (bagian dari Harvard University) ternyata benar-benar ada Jurusan Marketing untuk gelar Doktor, alias tingkat pendidikan Strata Tiga (S-3).
Dikutip langsung dari sumbernya, berikut review singkat perihal program Marketing S-3:
The Marketing program draws on economic, behavioral, psychological and administrative theory to focus on marketing problems faced by the firm and its management. Through a combination of discipline- and field-based methods, the curriculum enables students to master concepts and research skills directly relevant to business problems. Candidates must come to understand the point of view of practicing managers and be able to bring theory and careful research to bear in illuminating important business problems.
Apa? Nggak ngerti bahasa Inggris? Oke, biar saya jelaskan:
Jurusan Marketing mengacu pada teori ekonomi, perilaku, psikologis, dan administrasi dalam permasalahan marketing yang dialami oleh perusahaan dan manajemennya. Melalui kombinasi metode disiplin dan berbasis lapangan, kurikulum dalam program ini memungkinkan siswa untuk menguasai konsep dan keterampilan penelitian yang relevan terhadap masalah bisnis. Calon siswa harus memahami sudut pandang manajemen dan mampu mengangkat teori dan penelitian yang cermat untuk menjelaskan permasalahan bisnis yang penting.
Dalam bahasa yang lebih sederhana dan enteng di kepala-kepala yang kosong seperti kepala kita ini, program S-3 Marketing Harvard ternyata memang mengombinasikan kekuatan teori ekonomi, perilaku, psikologis, dan administrasi untuk mendongkrak value. Kalau dipikir-pikir, ini memang lumrah ditemui dalam iklan-iklan zaman sekarang yang kelewat kreatif.
Menjadi mahasiswa S-3 Marketing di Harvard Business School bukan hal gampang, by the way. Kamu harus menempuh sedikitnya 13 semester sampai dianggap patut menyandang gelar doktoral. Tentu saja, seperti layaknya program doktoral lainnya, kamu juga harus menyelesaikan proposal disertasi dan disertasimu sendiri agar bisa pulang dan pamer gelar baru di kota asalmu.
Masih dari laman resminya, berikut ketentuan soal ujian proposal disertasi dan aturan penilaian disertasi:
Students are required to complete a dissertation proposal oral examination. In evaluating the student’s performance at the orals, the Dissertation Committee will take into account the quality of the student’s oral presentation, the quality of the student’s responses to questions from the Dissertation Committee, and the written material prepared prior to the oral date.
Students are required to write a dissertation, which typically takes the form of three publishable papers, to the satisfaction of their Dissertation Committee. The dissertation defense is oral and open to the public.
Apa? Masih nggak ngerti bahasa Inggris dan nggak paham informasi di atas padahal kamu pengin banget jadi mahasiswa S-3 Marketing Harvard?
Tenang aja, semua hal memang berangkat dari hal kecil, termasuk menerjemahkan informasi bahasa Inggris. Kalau kamu masih harus bolak-balik halaman Google Translate, kamu bisa langsung hubungi saya lewat akun media sosial.
Santai, satu lembar terjemahan bisa dinego harganya kalau kamu pembaca setia Mojok. Hehe.
BACA JUGA Bagaimana Kalau Iklan Rabbani Ternyata Cuma Satire? atau artikel Aprilia Kumala lainnya.