MOJOK.CO – PUBG haram. Betul, MUI sedang melakukan kajian untuk mengharamkan salah satu game online terlaris tahun 2018 yang lalu. PUBG dianggap “berbahaya”.
Senin (25/3), pemerintahan Selandia Baru mengumumkan pembentukan Royal Commission untuk menyelidiki penyebab serangan teroris di Christchurch pada 15 Maret lalu. Upaya ini untuk mencari tahu semua kejadian yang pada akhirnya mengarah ke serangan teror yang menewaskan lebih dari 40 orang itu.
Pembentukan komisi khusus ini bisa dibaca sebagai usaha mencari tahu jawaban akan sebuah aksi teror secara profesional dan komprehensif. Sehingga, pada akhirnya nanti, tidak terjadi kesalahan pembacaan akan sebuah peristiwa yang berujung peristiwa yang sama kembali terulang. Satu solusi besar untuk sebuah masalah.
Ketika pemerintahan sebuah negara di mana teror terjadi sedang bekerja menyusun “sebab-akibat”, di Indonesia, kita bikin dulu kesimpulan, lalu analisis belakangan.
Adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang punya gawe, begitu bersemangat, ingin mengharamkan sebuah game bernama PUBG (Player Unknown’s Battle Ground). Apa lacur? Aksi teror pembantaian 50 jemaah salat Jumat di Selandia Baru disebut terinspirasi dari game tersebut. Yang paling sering disebut adalah karena pelaku teror di Christchurch menggunakan sebuah senapan serbu yang populer digunakan oleh players di PUBG.
MUI sedang mengkaji PUBG haram dalam waktu dekat. Game online ini dianggap bisa memengaruhi manusia, para pemainnya, umat muslimin, untuk melakukan kekerasan atau hal-hal mudarat.
Wakil Sekretaris Jenderal MUI Pusat, Amirsyah Tambunan menuturkan pihaknya sedang meminta masukan dari banyak pihak, termasuk Kemenkominfo. Sebab, lanjut dia, kajian perlu dilakukan dalam berbagai bentuk, substansi, agar itu bisa dilihat secara substansif.
“Intinya, game yang menghabiskan waktu membuat pikiran orang yang nonton itu, keracunan, ketergantungan, dan juga melalaikan tugas-tugas sebagai mahasiswa, pelajar, sesungguhnya ya lebih banyak mudarat,” beber Amirsyah.
Oleh karena itu, perihal kapan MUI mengambil sikap terkait fatwanya, mereka memastikan segera menerbitkannya. Hanya, hal itu tergantung pada kajian akademik yang dilakukan dari yang memberi masukan. Mulai dari aspek kesehatan, psikologi, semua pihak akan diminta pendapat.
“(Fatwa) ya tidak terlalu lama. Ya paling lama satu bulan. Bahkan lebih cepat lebih baik supaya orang tidak bingung. Tidak ada keraguan, justru harus ada kepastian. Untuk kemaslahatan, terutama anak-anak muda kita,” kata Amirsyah lagi.
Mengapa MUI begitu bersemangat segera menerbitkan fatwa PUBG haram? Apakah kekerasan yang terjadi saat ini, bahkan soal teror, memang terjadi karena si pelaku terinspirasi oleh sebuah game? Apakah antara teror di Christchurch dengan game PUBG punya hubungan? Apakah MUI tak pernah mempertimbangkan bahwa pelaku teror Christchurch terinspirasi oleh masalah rasial?
Tapi ya nggak papa sih, kalau misalnya MUI ingin segera bikin fatwa PUBG haram. Toh itu hak bapak-bapak dengan iman terseleksi untuk memproduksi sebuah fatwa PUBG haram. Kan semua ini “semata-mata demi kemaslahatan umat” kata Bapak Amirsyah. Kalau sudah begini, kita seharusnya mendukung. Siapa tahu memang, teroris di Christchurch memang terinspirasi oleh PUBG. MAKA, game online itu harus diharamkan. Logika yang aduhai.
Nggak perlu lah kita sampai memikirkan pemahaman pelaku yang keliru terhadap situasi politik atau ketimpangan global, propaganda yang menggugah solidaritas identitas/seiman, kondisi pelaku teror secara sosial atau pun ekonomi, hingga kekecewaan psikis yang kemudian menggerakkannya melakukan aksi teror terhadap simbol-simbol yang dianggap mewakili sasaran/musuh.
Iya, sudah betul PUBG haram. Penanggulangan terorisme itu kan nggak mungkin bisa diwujudkan melalui analisis rasional dengan memandang terorisme yang timbul karena adanya berbagai faktor penyebab, seperti ekonomi, politik, psikologis dan ideologis (agama/kepercayaan), meskipun terorisme menemukan tempatnya berlindung di balik dalil-dalil agama.
Ups, agama? Betul, banyak teroris yang menggunakan dalil-dalil di kitab suci untuk membenarkan tindakan biadab mereka. Mereka “terinspirasi oleh isi kitab suci”. Nah, kalau PUBG disalahkan, sementara latar belakang aksi teror tidak diselami, menggunakan logika yang sungguh aduhai itu, apakah kitab suci juga harus diharamkan?
Teror tidak mengenal agama. Teroris bukan Islam. aksi teror juga ada di agama Katolik, Kristen, Buddha, Hindu, dan lain sebagaianya. Jadi, jika para teroris “lintas agama” itu tergerak oleh isi kitab suci, apakah kita perlu mengharamkan semua kitab suci? Atau, kalau perlu, mengharamkan agama sekalian?
Kita cenderung mencari “kemudahan” akan sesuatu, tetapi mengabaikan isi sebenarnya. Dalam aksi teror, yang banyak disorot adalah agama si teroris, warna kulit, asal usul. Namun, kita selalu gagal menyelami si teroris sebagai manusia. Apa yang terjadi di dalam batinnya? Bagaimana cara mendekatinya secara paripurna?
PUBG haram ya silakan saja. Memang itu game nggak ada faedahnya, banyak mudaratnya. Nggak mungkin ada gamers PUBG yang sukses mengharumkan nama Indonesia di turnamen internasional. Nggak mungkin juga ada Youtubers, yang sukses mengubah hidupnya jadi lebih layak berkat PUBG. Pasti mereka ini cuma menghabiskan uang dan waktunya di game center, alih-alih sekolah atau membantu orang tua.
Kalau mau mengharumkan nama Indonesia ya cuma bisa jadi atlet olahraga. Tapi selain sepak bola pokoknya. Badminton, oke. PUBG? PUBG haram saja.
Saya mau ngasih tahu saja, MUI, tolong haramkan juga game Tetris. Itu game yang sangat tidak mendidik. Tetris mengajarkan kita untuk menghancurkan sesuatu yang sudah dibuat dengan susah payah, dengan ledakan pula. Sama besok lagi, kalau ada aksi teror pakai bom, tolong haramkan game Bomberman. Mudarat saja itu.
Oya, selain PUBG, masih ada game Point Blank yang ngajarin tawuran dua kelompok pakai senjata-senjata termutakhir, ada Counter-Striker yang bahkan pakai terminologi “Terrorist” di dalamnya. Ada satu lagi yang perlu diharamkan: game Monopoli. Masyaallah, itu game mengajarkan ketamakan dan keluar dari penjara tanpa menjalani hukuman.
Duhai Kanda MUI, tolong haramkan logika saya sekalian…