MOJOK.CO – Pada titik tertentu, tingkah Lucinta Luna yang keguguran karena salto-salto di padang gurun lebih mudah dinalar ketimbang sikap Pak Jokowi.
Ketika diumumkan KPU sebagai pemenang Pilpres 2019, harapan akan kinerja Jokowi yang lebih bregas dan ganas sangat tinggi. Apalagi ketika Jokowi bilang kalau di periode kedua ini beliau sudah tidak punya beban. Bayangan Jokowi yang bakal bekerja secara lepas dan trengginas pun mengembang dengan cepat.
Ya begitulah. Jatuhnya sangat sakit ketika sudah berharap terlalu tinggi. Banyak sikap dan kebijakan Jokowi yang semakin sulit dinalar. Sudah mantan Gubernur DKI Jakarta itu sulit dinalar, lingkaran beliau juga sama saja. Mulai dari jajaran pemerintah, anggota DPR, sampai buzzer–buzzer politik yang bikin diri ini rajin memaki “Jiangkrik!” setiap membaca celoteh mereka.
Kita mulai dari prosesi pemilihan calon Ketua KPK. Ketika nama Irjen Firli Bahuri masuk ke dalam daftar calon Ketua KPK, penolakan dari berbagai unsur masyarakat sudah terjadi. Selain berasal dari kepolisian, Irjen Firli diduga kuat melakukan pelanggaran etik berat.
Pertama, Firli dua kali bertemu TGB, Gubernur NTB, ketika KPK menyelidiki dugaan korupsi kepemilikan saham pemerintah daerah dalam PT Newmont pada 2009-2016. Firli tidak pernah meminta izin melakukan pertemuan dengan pihak yang terkait perkara dan tidak pernah melaporkan ke pimpinan. Kedua, Firli bertemu pejabat BPK, Bahrullah Akbar.
Saat itu, Bahrullah akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Yaya Purnomo terkait kasus suap dana perimbangan. Tsani mengungkapkan Firli Bahuri didampingi Kabag Pengamanan menjemput langsung Bahrullah di lobi Gedung KPK. Ketiga, Firli bertemu dengan pimpinan partai politik di sebuah Hotel di Jakarta pada 1 November 2018.
Sudah jelas, bukan? Nah, tahukah kamu, kalau Pasal 29 UU KPK dengan jelas mengatur ketentuan calon Ketua KPK. pimpinan tidak pernah melakukan perbuatan tercela, cakap, jujur, memiliki integritas moral yang tinggi, dan memiliki reputasi yang baik.
Kamu bisa merasakan ada yang salah? Ya, ada sesuatu yang sungguh salah hanya dari satu pembanding di atas. Irjen Firli punya masalah pelanggaran etik berat, UU KPK melarang ketuanya bermasalah, Jokowi dan DPR meloloskan beliau menjadi Ketua KPK.
Irjen Firli bahkan dimandikan dengan tepuk tangan anggota Komisi III yang rapat pada dini hari ketika secara bulat menetapkan Irjen Firli sebagai Ketua KPK. Kamu mencium bau amis? Kamu bisa menata nalarmu ketika membaca fakta di atas? Kamu tidak gelisah?
Mari geser ke revisi UU KPK.
Publik berharap banyak ketika Bapak Presiden yang gesit itu dikabarkan akan merevisi beberapa poin dalam revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 KPK yang diajukan DPR. Bahkan muncul informasi soal catatan Daftar Inventaris Masalah (DIM) dari Jokowi soal revisi UU KPK yang dikembalikan ke DPR. Publik berharap Jokowi menolak sebagian besar poin revisi yang dianggap melemahkan KPK.
Namun, kayaknya Pak Jokowi sudah belajar caranya bikin gimmick. Rapi sekali. Siapa tahu, kelak ketika sudah pensiun, Pak Joko Widodo bisa jadi host acara prank. Atau sekalian saja mendalami digital marketing mengingat kanal YouTube Pak Joko punya 1,6 juta subscriber. Bapak juga punya buzzer–buzzer masuk angin seperti Ulin Yusron dan Denny Siregar. Bikin EO sekalian, Pak, bareng mereka. Cocok buat acara-acara demo politik di masa depan. Tinggal mainkan isu agama. Ampuh.
Gayanya saja bikin Daftar Inventaris Masalah, untuk kemudian seiya-sekata dengan DPR untuk meloloskan revisi UU KPK. Nalar siap yang nggak lelah kalau dikasih harapan palsu seperti ini? Tumben, DPR dan pemerintah akur untuk urusan korupsi. Ahh, maksud saya, ngomongin soal lembaga anti-korupsi.
DPR kok nggak bisa segiat ini ketika membahas RUU P-KS, sih? Katanya, revisi UU KPK itu sudah ada sejak dulu, sudah wahaye untuk dibahas dan disegerakan diselesaikan. Nah, Pak, Bu Dewan, RUU P-KS itu juga sudah lama ada. Sudah 5 tahun usianya.
Semakin sulit dinalar ketika Ma’ruf Amin, dalam kapasitasnya sebagai Ketua MUI mengirim surat ke Jokowi supaya pembahasan RUU P-KS ditunda. Alasannya, pemerintah perlu mempertimbangkan ajaran agama Islam dan agama lain yang diakui di Indonesia. Ngapain bawa-bawa agama?
Mariana Amiruddin, Komisioner Komnas Perempuan, mempertanyakan langkah MUI menilai perlunya ada pertimbangan nilai agama dalam RUU P-KS. Mariana menerangkan bahwa tidak ada poin-poin yang bertentangan dengan nilai agama, budaya, maupun Pancasila dalam RUU P-KS yang sedang dibahas Panja. “Barangkali Pak Ma’ruf Amin belum membacanya,” ujar Mariana seperti dikutip Tirto.
RUU P-KS adalah sebuah upaya untuk melindungi korban kekerasan seksual yang kebanyakan menimpa perempuan. Korban, tidak mengenal batasan agama atau budaya. Korban ya korban, mereka layak dan harus mendapatkan keadilan. Takut dunia patriarki masuk angin terguncang karena perempuan akan lebih punya kekuatan di mata hukum? Masuk nalar, nggak?
Ahh, bagaimana dengan peristiwa kebakaran hutan di Kalimantan dan Sumatra? Duh, Moeldoko.
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala musibah datangnya dari Allah SWT dan diperuntukkan untuk hambaNya yang Ia percayai dengan porsiNya masing-masing. Musibah bisa datang kapan saja, kepada siapa saja, dan dimana saja. pic.twitter.com/gf3zXonsKd
— Dr.H.Moeldoko (@Dr_Moeldoko) September 13, 2019
Made Ali, koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) memberi kita sebuah gambaran: “Seperti dikurung dalam sebuah ruangan tertutup bersama tungku kayu bakar yang menyala.”
Moeldoko: “Segala musibah datangnya dari Allah SWT… Musibah bisa datang kapan saja, kepada siapa saja, dan di mana saja… termasuk musibah yang menimpa Pekanbaru, Riau, yang sedang terjadi juga datangnya pun dari Allah SWT.”
Masuk nalar nggak yang seperti itu? Duh, Pak Jokowi, bocahmu, lho.
Khalisa Khalid, Koordinator Desk Politik Walhi menganggap pernyataan Moeldoko sungguh tidak sensitif dan terlalu menyederhanakan masalah. Faktanya, karhutla terjadi karena aktivitas manusia. Buktinya, polisi sudah menetapkan 185 tersangka perorangan dan empat korporasi atas kejadian ini.
Pak Jokowi, bagaimana rakyat bisa tidur nyenyak kalau kebijakan-kebijakan dan sikap Bapak nggak masuk nalar? Apakah memang Bapak memosisikan rakyat sebagai sekumpulan orang bodoh yang akan cepat lupa ketika ada isu baru muncul?
Pada titik tertentu, tingkah Lucinta Luna yang keguguran karena salto-salto di padang gurun lebih mudah dinalar ketimbang sikap Pak Jokowi. Sedih akutu….
BACA JUGA Surat Terbuka Untuk Buzzer Jokowi atau artikel Yamadipati Seno lainnya.