MOJOK.CO – Inilah sepak bola. Wangi kasturi untuk Dani Ceballos dan Arsenal, tapi wangi tai kucing untuk Manchester City. Drama adalah sahabat Liga Inggris. Terima kasih VAR.
Pencetus kalimat “Sepak bola adalah drama” perlu mendapat medali penghargaan. Kalimat itu menggambarkan betul perasaan fans ketika menyaksikan akhir sebuah pertandingan. Dalam sekejap, kebahagiaan berubah menjadi kekecewaan. Dalam waktu yang sekejap pula, jutaan pasang mata bisa menikmati sebuah suguhan yang wangi betul.
Fans Arsenal dan Manchester City mengakhiri laga dengan rasa yang berbeda. Bagi fans The Gunners, menyaksikan kemenangan timnya atas Burnley seperti menonton sajian roman yang memanjakan mata. Bagi fans The Citizens, hasil imbang melawan klub hotel melati dari London seperti baru pulang dari bioskop menonton drama paling sedih sepanjang masa.
Manajemen Arsenal perlu mendapatkan apresiasi ketika mereka berhasil menikung klub ayam untuk mendapatkan tanda tangan Dani Ceballos. Gelandang asal Spanyol ini tidak hanya menjadi pemain paling rajin ketika melawan Burnley. Ceballos sukses melempar ingatan Gooners beberapa tahun ke belakang ketika mereka dimanjakan oleh little magician Santi Cazorla di setiap laga.
Catatan statistik Ceballos ketika melawan Burnley sukses menerjemahkan betapa krusial dirinya. Penghargaan pemain terbaik di laga itu terasa sangat layak. Ia sukses mencatatkan keberhasilan 100 persen ketika berusaha melewati pemain lawan (take-ons), umpan sukses dengan akurasi 90 persen, 19 kali memenangi duel, dan dua asis untuk Lacazette dan Aubameyang.
Catatan statistik di atas tentu perlu konteks yang jernih. Ceballos adalah penerjemah ide Unai Emery untuk membangun serangan dari bawah. Dia sangat berani menerima bola sambil membelakangi gawang lawan. Meski lawan berusaha menekan, Ceballos selalu bisa menghindar. Tingkat press resistance-nya memang tinggi. Oleh sebab itu, dikeroyok dua pemain lawan, dia bisa menghindar dengan mulus.
Keberadaan Ceballos juga penting dalam transisi menyerang. Ketika dibutuhkan, teknik dribbling diimbangi low center of gravity, membuatnya begitu mudah melewati lawan.
Pemain sepak bola dengan low center of gravity menjadikannya lebih mudah menurunkan kecepatan lari, bergeser untuk mengantisipasi perubahan posisi lawan, dan menaikkan kecepatannya dalam sekejap. Maka, catatan 100 persen take-ons sukses menjadi punya konteks.
Selain sangat penting hampir di semua usaha menyerang Arsenal, Ceballos juga punya determinasi. Ini sangat berguna ketika Arsenal kehilangan bola dan merasakan serangan balik lawan. Gol Aubameyang diawali oleh kesalahan umpan di wilayah lawan. Ceballos berpikir cepat. Dia menekan pemain Burnley yang tidak siap untuk kemudian merebut bola. Bola ia yang cocor, mengarah ke Aubameyang dan berubah menjadi asis.
Determinasi adalah sesuatu yang hilang dari Arsenal musim lalu. Melawan tim-tim semenjana yang sulit ditembus, tim ini memang mudah kehilangan kreativitas. Ujungnya, pemain seperti kehilangan dorongan untuk bergerak lebih cepat dan berlari lebih jauh. Ceballos mengingatkan para pemain akan pentingnya determinasi.
Determinasi pula yang membuat Tottenham Hotspur–maaf, saya harus menyebutkan nama klub ini–menjadi tidak kalah oleh Manchester City. Hanya dari total tiga peluang, mereka bisa membuat dua gol. Kamu boleh menyebutnya sebagai sebuah keberuntungan. Namun, di mata saya, ini buah dari determinasi.
Untuk membaca determinasi tim ini, kamu bisa melongok ke catatan statistik Tanguy Ndombele. Pemain baru asal Prancis ini 100 persen memenangi duel, 100 persen memenangi tekel, dan 100 persen melakukan dribble sukses. Bersama Moussa Sissoko, Ndombele melindungi klub ini dari dominasi Manchester City.
Manchester City berhasil membuat 29 peluang dengan hasil dua gol. Ingat, sepak bola adalah drama dan rasa sakit Manchester City itu lumrah terjadi. Apalagi Pep Guardiola, pelatih Manchester City pasti akrab betul dengan sakit hati seperti ini ketika masih mengasuh Barcelona. Puluhan peluang tercipta dengan jumlah gol yang menyedihkan, pun berakhir gagal menang.
Wangi Ceballos, tercium busuk di hidung Manchester City. Terutama di menit-menit akhir, periode paling berbahaya di sepak bola, ketika Manchester City, sekali lagi, disakiti oleh VAR (Video Assistance Referee).
Manchester City sukses bikin gol ketika lewat sepakan keras Gabriel Jesus. Namun, VAR berkata lain. Gol itu ia bikin tidak sah karena rekaman video menunjukkan kalau bola sempat mampir di tangan Aymeric Laporte, bek Manchester City. Merujuk aturan baru, bola yang menyentuh tangan, mau disengaja atau tidak, tetap dianggap pelanggaran (handball).
Ini kedua kalinya Manchester City dibuat sakit hati oleh VAR ketika menghadapi lawan yang sama, klub hotel melati itu. Pertama, ketika menghadapi mereka di Liga Champions. Gol Raheem Sterling dianulir oleh VAR. Kedua, baru saja terjadi, Jesus gagal jadi “juru selamat” dari hasil imbang.
Yang lebih bikin sakit hati dan bikin VAR semakin berbau busuk untuk Manchester City adalah kejadian menyebalkan ini sama-sama terjadi di tanggal 17; 17 April Liga Champions dan 17 Agustus Liga Inggris. Sebaiknya, jika dapat jadwal main lagi di tanggal 17, Manchester City minta perubahan jadwal saja. Jika kesulitan ganti jadwal, Manchester City harus mempertimbangkan pindah ke Liga Indonesia. Di sini, satu hal yang pasti adalah ketidakpastian jadwal.
Well, itulah sepak bola. Wangi kasturi untuk Ceballos dan Arsenal, tapi wangi tai kucing untuk Manchester City. Peristiwa menyebalkan ini perlu dipikirkan dengan tenang karena hanya soal giliran saja suporter mana yang akan memaki paling keras nanti.
Sebagai bonus, saya lampirkan satu kicauan yang benar belaka:
[someone’s nose hair is a millimetre offside]
VAR: DING DING DING! ATTENTION! OFFSIDE! GOAL MUST NOT STAND!
[Spurs player strangles a Man City lad in the box]
VAR: Ah f*ck it, looks fine to me *lights up a fag*
— Paddy Power (@paddypower) August 17, 2019