MOJOK.CO – Setelah matang pohon, Unai Emery bisa langsung menikmati hasil semaian Arsene Wenger di Arsenal dalam wujud Willock dan Nelson. Merci Arsene.
Trofeo Juan Gamper, laga uji tanding berbalut “kompetisi” antara Barcelona melawan Arsenal seperti sebuah ladang di masa panen. Setidaknya di babak pertama, sebelum Arsenal kembali ke jati diri mereka; kombinasi antara senang menyusahkan diri sendiri, membuat kesalahan-kesalahan elementer, dan Shkodran Mustafi.
Poin terakhir itu saya bahas di awal saja. Jadi, memang nggak seharusnya kita meledek Mustafi sebegitu rupa. Meski sengit betul kepada pemain asal Jerman itu, beliau masih pemain Arsenal. Untuk menghargai keberadaannya, sebaiknya dibuatkan kursi khusus di bangku cadangan.
Kursi yang seperti ada di The Premier XXI, yang empuk dan ada selonjoran, kasih bantal dan selimut. Sediakan juga kudapan dan air mineral biar Mustafi nyaman nonton pertandingan Arsenal dari sisi lapangan. Bikin senyaman mungkin, biar yang berjuang di lapangan itu bek tengah lain. Buat “lord” seperti Mustafi, sudah saatnya untuk beristirahat dan menimati masa akhir karier bersama Arsenal.
Nah, kembali ke rasa terima kasih kepada Arsene Wenger.
Saya akui, sebagai pengasuh @arsenalskitchen, saya adalah salah satu yang berteriak kencang meminta Arsene Wenger untuk lengser. Bukan karena soal pribadi, tetapi memang sudah saatnya. Arsenal butuh sepak bola modern, dan zaman Arsene Wenger sudah tertinggal. Namun, untuk soal kejelian melihat potensi pemain muda, Arsene Wenger memang tiada tanding.
Mata yang jeli ditunjang daya analisis akan potens pemain muda membuat Arsenal bisa bertahan di “zaman kegelapan”. Sebuah zaman di mana The Gunners sudah seperti mini market yang menyediakan pemain jadi untuk diborong klub kaya. Wenger mengantisipasinya dengan “visi” jangka panjang: sabar menunggu pemain muda untuk matang.
Beliau memang membuat banyak kesalahan ketika gagal merawat Serge Gnabry, Ismael Bennacer, dan Carlos Vela. Namun, kesalahan merawat tiga pemain tersebut dibayar lunas dengan kesabaran ketika mengurus pemain-pemain seperti Joe Willock dan Reiss Nelson. Dua pemain muda ini bermain sangat apik di babak pertama ketika melawan Barcelona.
Atribut penting Willock, polesan Arsene Wenger
Unai Emery seharusnya tengah bahagia betul melihat perkembangan Willock dan Nelson. Nama pertama diperkirakan akan sulit betul menembus tim utama. Sebagai seorang gelandang sentral, ia harus bisa menggeser Matteo Guendouzi, Lucas Torreira, dan Mo Elneny. Dua nama pertama adalah pemain muda yang musim lalu tampil cukup baik.
Namun, setelah kepergian Aaron Ramsey dan mendapatkan kepercayaan penuh di masa pra-musim, Willock sadar akan potensinya. Willock, yang kini berusia 19 tahun, sadar kalau dirinya berada dalam usia penting. Seiring perkembangan sepak bola, pemain muda dituntut untuk segera dewasa. Sedikit memaksa memang, tetapi begitu kenyataan yang terjadi.
Banyak pemain besar, sudah sadar akan potensi dan tanggung jawab sejak usia belia. Katakanlah sejak usia 18 tahun, seorang pemain harus sudah punya mental bersaing di tim utama. Willock berhasil menunjukkannya. Bahkan, selama pra-musim ini, saya rasa Willock, anak didik Arsene Wenger itu, mendapat nilai paling bagus.
Sudah saatnya Willock naik kelas. Apalagi, atribut yang ia miliki, tak ditemukan di gelandang-gelandang Arsenal lainnya. Willock pandai mencari ruang, terutama ketika naik membantu serangan. Ini atribut penting bagi seorang advance midfielder, atribut yang juga dimiliki oleh Ramsey. Oleh sebab itu, Emery sering menempatkan Willock dekat dengan striker.
Willock juga punya atribut dasar gelandang sentral modern. Punya press resistance yang tinggi, Willock bisa dijadikan akses dari kiper ke gelandang yang lebih menyerang. Matanya awas dan jeli melihat ruang. Atribut bertahanya juga di atas rata-rata. Di usia 19 tahun, Emery sudah bisa memanen potensi Willock.
Reiss Nelson dan kebutuhan Arsenal akan winger
Emery terlihat sangat membutuhkan seorang runner. Meski sudah mendapatkan tanda tangan Nicolas Pepe, tentu saja Arsenal butuh pelapis dengan level tinggi. Mengambil jalan terjal, Reiss Nelson memberi bukti kalau dirinya layak membayangi semua winger tim utama.
Usia Nelson juga 19 tahun, sama seperti Willock. Satu hal yang membuat Nelson lebih unggul ketimbang Willock adalah soal pengalaman. Dipinjamkan selama satu musim ke Bundesliga adalah keputusan bijak. Bundesliga, liga underrated itu, menyediakan ekosistem yang tepat untuk perkembangan pemain muda.
Nelson tidak hanya sudah “dewasa”, ia juga sangat matang di usia belia. Bahkan kalau Emery memainkan Nelson untuk memberi kesempatan adaptasi bagi Pepe, tidak akan ada Gooners yang protes. Ia memang layak mendampingi Pierre-Emerick Aubameyang dan Alexandre Lacazette. Sesederhana itu.
Sama seperti Willock, Nelson juga ditemukan oleh Arsene Wenger. Bakatnya sudah terlihat jelas ketika masih menyandang status wonderkid, bibit unggul di usia 16 tahun. Keduanya sudah siap panen di usia 19 tahun.
Setelah matang pohon, Emery bisa langsung menikmati hasil semaian Arsene Wenger. Buah yang matang itu, seharusnya bisa menghidupi Arsenal selama satu dekade ke depan. Untuk itu, perlu kita haturkan terima kasih yang mendalam kepada Arsene Wenger.
Merci, Arsene.