Di dunia nyata, aku bukanlah tipe orang yang terlalu memikirkan apa kata orang. 𝘎𝘢𝘬 𝘨𝘢𝘮𝘱𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘢𝘱𝘦𝘳 istilah kekiniannya. Suatu hal yang aku anggap sebagai suatu kelebihan yang melekat pada diriku. Karena tidak semua orang bisa melakukan ini.
Terlihat mudah untuk diterapkan, namun kenyataannya sama sekali tidak. Terlebih untuk kebanyakan orang Indonesia yang memiliki sifat 𝘨𝘢𝘬 𝘦𝘯𝘢𝘬𝘢𝘯. Ditambah lagi dengan diriku yang kurang secara fisik. Memiliki wajah berjerawat kemerahan yang secara jelas mampu dilihat oleh semua orang bahkan sejak pertama kali bertemu jelas bukanlah hal yang menyenangkan.
Dipandang sebelah mata oleh orang-orang sudah biasa bagiku. Jadi, sifat 𝘣𝘰𝘥𝘰 𝘢𝘮𝘢𝘵 ini sangat berguna untukku di tengah kekurangan fisikku yang satu ini.
Masalahnya, sampai kapan aku bisa bertahan dengan pandangan dan perlakuan orang-orang padaku? Apakah aku selalu mampu menghadapi hal seperti itu setiap saat, dengan orang yang berbeda-beda? Tentu tidak.
Bagi orang yang berjerawat sepertiku, pasti paham sekali rasanya bagaimana sulitnya menghilangkan jerawat. Pasti ingin sekali rasanya jerawat di wajah ini segera hempas dan mengembalikan kondisi wajah seperti semula. Tidak perlu sampai secantik artis k-pop, yang penting wajah ini bebas dari jerawat dulu. Itu saja. Sayangnya, kenyataannya tidak semudah itu.
Orang terdekat
Seperti yang pernah dikatakan, bahwa kelemahan seseorang terletak pada orang terdekatnya tampaknya benar. Aku mempunyai seorang sahabat. Jujur saja, dia adalah teman terbaikku. Kami telah berteman selama bertahun-tahun. Jadi, bisa dikatakan kami sudah banyak mengenal satu sama lain. Saling tahu kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Aku akui, sahabatku ini cantik. Benar-benar cantik. Wajahnya bebas dari jerawat walau separah apapun pola hidupnya. Wajahnya memang bukan tipe yang mudah berjerawat sehingga dia tidak harus 𝘴𝘬𝘪𝘯𝘤𝘢𝘳𝘦-an rutin untuk menjaga wajahnya. Tuhan, aku juga ingin seperti itu, tolong.
Pada suatu waktu, kami sedang membahas skincare. Sungguh, suatu topik yang kurang kusukai karena pasti akan membahas jerawat, jerawat, dan jerawat. Tak lupa dengan kata-kata sedikit merendahkan. Menjengkelkan sekali. Dia bercerita mengenai dirinya yang jarang sekali 𝘴𝘬𝘪𝘯𝘤𝘢𝘳𝘦-an, secara halus membanggakan wajahnya yang 𝘨𝘭𝘰𝘸𝘪𝘯𝘨 itu.
Aku sama sekali tidak iri dengan wajahnya yang cantik itu. Tidak. Tapi, caranya berbicara seolah-olah mengatakan, “𝘎𝘶𝘦 𝘯𝘪𝘩 𝘭𝘩𝘰, 𝘸𝘢𝘭𝘢𝘶𝘱𝘶𝘯 𝘫𝘢𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘬𝘪𝘯𝘤𝘢𝘳𝘦-𝘢𝘯 𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘵𝘦𝘵𝘦𝘱 𝘨𝘭𝘰𝘸𝘪𝘯𝘨 𝘵𝘶𝘩. 𝘎𝘢𝘬 𝘫𝘦𝘳𝘢𝘸𝘢𝘵𝘢𝘯. 𝘔𝘢𝘯𝘢 𝘴𝘶𝘬𝘢 𝘣𝘦𝘨𝘢𝘥𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘶𝘭𝘢. 𝘏𝘪𝘩𝘪, 𝘨𝘶𝘦 𝘢𝘫𝘢 𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘣𝘦𝘳𝘮𝘪𝘯𝘨𝘨𝘶-𝘮𝘪𝘯𝘨𝘨𝘶 𝘨𝘢𝘬 𝘮𝘢𝘴𝘬𝘦𝘳𝘢𝘯.” Bayangkan dia berbicara seperti itu di depanku yang dia tahu persis perjuanganku menghilangkan jerawat. Maksudnya apa? 𝘚𝘦𝘯𝘨𝘢𝘫𝘢 𝘭𝘰 𝘣𝘦𝘨𝘪𝘵𝘶 𝘥𝘦𝘱𝘢𝘯 𝘨𝘶𝘦?
Hanya itu? Oh, tentu saja tidak. Sejak awal pembahasan ini aku sudah mati-matian bersikap baik-baik saja dan ikut tertawa mengenai ceritanya yang sama sekali tidak lucu dan terkesan sombong itu. Dia, dengan tidak sadar diri, terus bercerita tanpa henti hingga sampai pada suatu kalimat yang tidak akan pernah kulupakan selamanya.
Bahkan, setelah dua tahun berlalu, aku masih ingat persis bagaimana dia berkata dengan entengnya di depanku dengan nada yang sama sekali tidak menyenangkan. “𝘒𝘢𝘮𝘶 𝘬𝘢𝘯 𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘴𝘬𝘪𝘯𝘤𝘢𝘳𝘦-𝘢𝘯 𝘯𝘪𝘩, 𝘬𝘰𝘬 𝘨𝘢 𝘨𝘭𝘰𝘸 𝘶𝘱 𝘨𝘭𝘰𝘸 𝘶𝘱 𝘫𝘶𝘨𝘢? 𝘗𝘦𝘳𝘤𝘶𝘮𝘢 𝘥𝘰𝘯𝘨.” Dia berbicara dengan begitu ringan, begitu santai tanpa memikirkan seberapa menyakitkannya ucapan itu untukku. Sesama 𝘢𝘤𝘯𝘦 𝘧𝘪𝘨𝘩𝘵𝘦𝘳 pasti paham sekali rasanya.
Sakit hati banget
Jika yang berkata seperti itu bukan sahabat terbaikku, mungkin aku tidak akan sesakit hati ini. Jika yang mengatakannya adalah orang lain, aku masih bisa bersikap santai dan menganggap perkataan itu seperti angin lalu. Tapi ini? Bahkan aku tidak pernah menyangka bahwa kata-kata setajam itu akan keluar dari mulutnya. Dia tahu persis bagaimana diriku, tapi dia malah menjatuhkanku dengan kata-kata berbalut nada manis itu. Benar-benar menyakitkan.
Sejak saat itu aku sadar sepenuhnya, bahwa orang terdekat adalah orang yang paling berpotensi menyakitimu berkali-kali lipat lebih menyakitkan. Contohnya saja masalah jerawat ini. Mungkin aku yang terlalu naif saat itu bahwa orang terdekat adalah orang yang selalu ada untuk kita. Tapi kenyataannya, tidak juga. Malah mereka inilah yang paling tahu kelemahanmu sehingga bisa melukaimu dengan 𝘵𝘦𝘱𝘢𝘵 dan mulus. Dia tahu banyak hal tentang dirimu.
Untuk semuanya termasuk diriku, tolong jaga perkataan kalian. Kita tidak pernah tahu seberapa menyakitkan kata-kata kita walaupun orang lain yang mendengarnya tetap bersikap santai seolah bukan masalah besar.
Alicia Nana,
Padang,
[email protected]
BACA JUGA Siapa Bilang Jadi Pengusaha Itu Nikmat?! Nih Saya Jelasin Kondisinya dan keluh kesah lain dari pembaca Mojok di UNEG-UNEG
Keluh kesah dan tanggapan Uneg-uneg bisa dikirim di sini