Daripada mengganjal dan mengarat di ingatan. Maka, saya memutuskan untuk menceritakannnya di sini. Cerita tentang betapa cueknya saya hingga mengalami penyesalan di kemudian hari.
Dulu waktu saya masih kelas 10 SMA, seorang cewek memanggil nama saja. Cewek itu saya akui cantik, ia termasuk salah satu anak gaul seangkatan saya. Ketika saya dipanggil itu, saya hanya diam, padahal saya dengar namun berlagak nggak tahu. Setelah kejadian itu, saya sangat menyesal tidak memberi jawaban padanya.
Penyesalan itu terus merundungku, sudah kucoba untuk melupakannya tapi mungkin kah ini yang namanya rasa. Jujur saya ini orang yang masih polos, masih nol masalah begituan. Saya terus mencoba melupakan namun terus gagal. Hingga tibalah saatnya.
Sekitar dua bulan yang lalu, tepatnya pada tahun baru, saya meminta nomor WA kepada teman saya. Nomor WA yang saya minta adalah nomor WA-nya cewek yang saya taksir (yang memanggilku waktu itu).
Nah, setelah mendapat nomornya, saya bahagia seketika. Tetapi kebahagiaan itu tidak bertahan lama, setelah saya mengirim chat kepada dia, jawabannya sangat mengecewakan. Saat saya mengirim pesan “maaf, ini aku…. (saya mengenalkan diri saya dan bertanya apakah benar dia yang memanggilku waktu itu)
Namun, apa jawabannya?
“Maaf saya tidak kenal,” yah, pastinya para pembaca sudah tau apa yang saya rasakan. Terpaksa saya menyudahi chat-chatan yang garing itu dengan “ya sudah kalau begitu.”
Sungguh pengalaman yang membagongkan.
Dari pengalaman saya itu, saya mendapat pelajaran. Yaitu yang pertama, kalau jadi orang jangan cuek-cuek atau nanti akan jadi petaka bagimu. Cuek memang perlu, tapi harus tahu di mana, kapan dan kepada siapa sifat cuek digunakan.
Kedua, jangan terlalu banyak berekspetasi kalau tidak ingin kecewa. Yah, itulah yang saya dapatkan.
M Farouq Ds. Sukoharjo, Kec. Bandung, Kab. Tulungagung [email protected]
BACA JUGA Dear Debt Collector, Menagih ke Kontak Darurat Itu Sia-sia dan keluh kesah lain dari pembaca Mojok di UNEG-UNEG.
Keluh kesah dan tanggapan Uneg-uneg bisa dikirim di sini