Wisata Palang Pintu Kereta Api, Bukti Warga Jogja Kekurangan Tempat Hiburan

Wisata Palang Pintu Kereta Api, Bukti Warga Jogja Kekurangan Tempat Hiburan

Wisata Palang Pintu Kereta Api, Bukti Warga Jogja Kekurangan Tempat Hiburan (Unsplash.com)

Kalau ke Jogja, jangan cuma ke Malioboro atau makan gudeg, cobain juga wisata palang pintu kereta api, Gaes.

Menghabiskan waktu sore dengan berpiknik di palang pintu perlintasan kereta api adalah suatu hal lumrah bagi masyarakat Jogja. Ngopi sambil memandangi kereta melintas adalah kegiatan yang sangat syahdu untuk dilakukan. Tak hanya anak muda, orang-orang tua juga menjadi penikmat kegiatan satu ini.

Adanya kebiasaan tersebut membuat palang pintu perlintasan kereta api sering dijadikan objek wisata oleh masyarakat. Di Jogja ada beberapa palang pintu perlintasan kereta yang cukup terkenal karena disulap menjadi tempat “wisata”. Sebut saja palang pintu kereta jembatan layang Lempuyangan dan palang pintu Stasiun Patukan yang selalu ramai dipadati orang-orang. Fenomena ini sering menjadi dilema, karena keberadaan wisata palang pintu kereta api tersebut memiliki manfaat sekaligus kerugian.  

Wisata palang pintu kereta api salah secara hukum dan membahayakan keselamatan

Untuk alasan keamanan, keberadaan palang pintu kereta adalah suatu hal yang mutlak. Bahkan hal tersebut sudah diatur dalam PP No. 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api. Selain itu dalam UU No. 23 Tahun 2007 disebutkan bahwa terdapat larangan untuk melakukan aktivitas di sepanjang jalur rel kereta. Maka dari situ bisa dikatakan wisata palang pintu kereta api adalah suatu hal yang salah secara hukum. 

Dari yang saya amati, masyarakat yang biasanya berwisata di tempat itu adalah ABG ataupun keluarga yang membawa anak kecil. Jika melihat dari rentang usia, seharusnya mereka sudah memahami risiko keselamatan yang dapat ditimbukan. Sayangnya, mereka seakan menutup mata dan mengabaikan semua larangan dan bahaya tersebut.

Yang membuat ngeri adalah kegiatan yang mereka lakukan cukup berbahaya. Sering saya lihat para ABG berfoto ria di tengah rel. Ada juga yang duduk-duduk santai di atas rel, bahkan beberapa keluarga ada yang membiarkan anak mereka bermain-main di tengah rel. Kalau tiba-tiba ada kereta lewat tanpa peringatan kan bahaya.

Bahaya, namun membantu perputaran ekonomi

Adanya keramaian di suatu tempat secara tidak langsung dapat menyebabkan perputaran uang di situ. Suatu tempat yang ramai biasanya akan didatangi pedagang keliling. Orang-orang yang berwisata di palang pintu kereta api itu pasti butuh kudapan untuk sekadar menemani waktu santai. Dan para pedagang keliling akan sangat terbantu secara ekonomi karena pendapatan mereka bisa meningkat.

Selain itu, ketika suatu tempat semakin ramai biasanya akan muncul permasalahan parkir karena keterbatasan lahan. Masalah tersebut bisa saja dimanfaatkan warga sekitar untuk membuka tempat parkir dadakan yang setidaknya dapat memberikan tambahan penghasilan.

Namun di sisi lain, menjamurnya tempat wisata palang pintu kereta api bisa menggambarkan kesejahteraan ekonomi masyarakat yang masih rendah. Wisata palang pintu kereta adalah pilihan paling murah yang dapat diakses oleh masyarakat, apalagi masyarakat kelas mepet UMR. Sehingga mereka lebih memilih wisata ini karena murah meski memiliki risiko yang tinggi.

Warga Jogja butuh healing untuk menjaga kewarasan

Munculnya wisata palang pintu kereta bisa dijadikan indikasi bahwa masyarakat Jogja kekurangan tempat hiburan. Tempat hiburan mungkin banyak, tapi tidak semua dapat terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.

Dinamika kehidupan masyarakat Jogja yang mungkin penuh tekanan membuat orang-orang butuh tempat healing untuk menyegarkan pikiran. Masalahnya adalah tempat yang seharusnya bukan lokasi wisata justru malah dipaksakan untuk menjadi sarana hiburan masyarakat.  

Beralihnya palang pintu kereta api menjadi tempat hiburan menandakan bahwa pemerintah gagal dalam menciptakan ruang terbuka yang mudah diakses oleh masyarakat. Pihak KAI tentu sudah sering bertindak. Beberapa kali saya jumpai mereka melakukan upaya untuk menutup atau menggusur tempat wisata tersebut. Namun seperti jamur di musim hujan, tempat wisata palang pintu kereta akan muncul kembali dengan sendirinya selama Jogja dan permasalahannya belum terselesaikan.

Penulis: Kuncoro Purnama Aji
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA 5 Hal Konyol yang Saya Temui Saat Melewati Palang Pintu Rel Kereta Api.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version