Bisa-bisanya pemerintah berselingkuh dengan kapitalisme dan bikin Omnibus Law?
Ketika iseng buka story WhatsApp, saya terhenyak melihat status seorang teman yang bunyinya kira-kira begini: “Ya Allah pemerintah kok gini amat sama rakyatnya ya….” Teman saya ini adalah seorang pekerja buruh di salah satu perusahaan rokok di daerah Gresik, Jawa Timur.
Seloroh kawan saya itu adalah satu dari sekian banyak perasaan kecewa rakyat kepada negara. Di tengah berbagai ketimpangan dan kemiskinan yang semakin memprihatinkan, negara malah berselingkuh dengan kapitalisme yang melahirkan omnibus law dan segala ke-jancuk-annya.
Di tengah-tengah kondisi ini saya berharap orang-orang semacam Karl Marx, Enggels, Che Guavera, Tan Malaka, Bung Hatta, sampai DN Aidit hidup kembali. Perjuangan perlawanan ini butuh orang-orang seperti mereka, yang lantang menyuarakan ketidakadilan di tengah masyarakat yang mulai bersepakat dengan sistem yang semakin hari semakin nggak jelas.
Gelombang penolakan omnibus law oleh mahasiswa dan berbagai kalangan rasanya nggak akan pernah padam sampai RUU Cilaka ini benar-benar mau diperbaiki. Itu kalau pemerintah masih sayang sama rakyatnya.
Namun, jika ternyata pemerintah emang udah nggak sayang lagi sama rakyat, maka saya kira rakyat juga nggak akan pernah berhenti untuk protes. Lihatlah beberapa waktu lalu, gelombang demonstrasi telah dimulai. Tak tanggung-tanggung gerakan #Gejayanmemanggil misalnya, jadi trending di Twitter.
Rentetan itu saya hitung masih jilid pertama, loh. Saya sangat berharap akan ada deretan jilid-jilid selanjutnya.
Apalagi kalau ternyata pemerintah masih gitu-gitu aja. Seperti ngotot nggak mau dengerin, lantas pakai dalih dan retorika-retorika palsu semacam, “salah ketik”, dan lain sebagainya. Saya rasa sih, pemerintah perlu waspada. Saya haqqul yaqin, gelombang protes dan parlemen jalanan bakal tumpah ruah. Lagi.
Oleh karena itu, saya pikir seberapa pun jungkir baliknya buzzerRp cari cara untuk menggagalkan upaya penolakan. Atau seberapa banyak pun mereka dibayar. Saya nggak yakin penolakan omnibus law ini akan berakhir begitu saja. Ya masak mau menyerah sementara masa depan kita bakal sulit terpisahkan dari RUU ini? Ya masak nggak mau lagi berjuang sementara di sana tertaut kehidupan kita selajutnya?
Bayangkan saja kalau RUU Cilaka ini berhasil disahkan: Akan banyak orang jadi goblok mendadak. Kita sudah kuliah tinggi-tinggi ngabisin duit orang tua sampai sawah mertua, eh pas lulus dan ndilalah kerja di perusahaan swasta malah nggak punya jaminan hidup yang layak. Dan yang (((lagi-lagi))) bakal diuntungkan dalam aturan ini, ya perusahaan. Hadeeeh, kapitalisme maneh, Cok!
Melihat kondisi yang semrawut ini, saya jadi ingat dengan sang bapak republik: Tan Malaka, dalam maha karyanya Gerpolek (Gerilya, Politk, dan Ekonomi). Tan Malaka pernah merisaukan hal-hal semacam ini. Walaupun pemikirannya soal kemandirian ekonomi tidak dapat diterapkan seutuhnya dalam gelombang zaman semacam globalisasi. Akan tetapi, cukup kiranya jika anggapan Tan Malaka bahwa tidak sepatutnya negara terlampau berkompromi dengan lawan.
Tan Malaka berkata bahwa upaya berunding dengan mengorbankan kedaulatan dan kemerdekaan rakyat adalah sikap yang jauh dari nilai-nilai nasionalisme. Di tengah gempuran dominasi Belanda pada waktu itu, Tan Malaka mengusulkan konsep pendirian sistem ekonomi yang didasarkan pada produksi oleh rakyat.
Kondisi semacam itu yang saya kira sedang kita hadapi hari-hari ini. Kondisi di mana lagu-lagu perjuangan kelas kembali terdengar setelah sekian tahun membisu. Sebab sudah saking keterlaluannya! Saya sih berharap pemerintah mau mendengarkan keluh-kesah rakyatnya. Bukannya malah bikin blunder mulu pakai alasan “salah ketik” dan retorika-retorika lama. Tolonglah, bikin aturan yang berpihak pada rakyat, buruh, petani, rakyat miskin kota, tentu tanpa merusak lingkungan dan kemanusiaannya.
Ya kalau ternyata pemerintah ngotot buat ngesahin RUU bermasalah ini, saya jadi membayangkan suatu hal. Kira-kira kalau Tan Malaka baca draf RUU Cilaka yang kacau ini, saya rasa beliau bakal tertawa sambil misuh, “JIAAANCOOOK!!1!!1”
BACA JUGA Bersama Ardhito Pramono Gagalkan Omnibus Law atau tulisan Adib Khairil Musthafa lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.