Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Media Sosial

Surat untuk Gus Yahya: Kesetaraan Gender Itu Nggak Cuma Ngurusin “Kapasitas”, Gus

Fatimatuz Zahra oleh Fatimatuz Zahra
22 Januari 2023
A A
Surat untuk Gus Yahya Kesetaraan Gender Itu Nggak Cuma Ngurusin Kapasitas, Gus Terminal Mojok

Surat untuk Gus Yahya Kesetaraan Gender Itu Nggak Cuma Ngurusin Kapasitas, Gus (Unsplash.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Baru-baru ini, muncul potongan video berisi imbauan Gus Yahya yang meminta perempuan di kalangan Nahdlatul Ulama untuk tidak ikut-ikutan ideologi gender yang dikembangkan oleh kebudayaan lain. Imbauan tersebut disampaikan Gus Yahya dalam pembukaan Rakernas Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU) sekitar satu bulan yang lalu.

Gus Yahya: Kita ndak usah ikut-ikutan ideologi gender yang dikembangkan budaya lain pic.twitter.com/o3TgHXCT5Q

— Ahmad Jilul Q. Farid (@jilulisme) January 17, 2023

Video lengkapnya berdurasi kurang lebih 1,5 jam dapat diakses di laman resmi TVNU di YouTube.

“Saya ingatkan kita ini, NU ini ndak usah ikutan ideologi gender yang dikembangkan dari ranah budaya lain. Ini bukan soal perempuan berhadap-hadapan sebagai satu kelompok identitas dengan laki-laki. Ini soal kapasitas, kalau goblok ya nggak akan kita pake,” kurang lebih demikian poin yang disampaikan Gus Yahya dalam potongan video tersebut.

Saya kaget tapi sekaligus nggak kaget juga mendengar Gus Yahya berujar demikian. Kaget karena seorang dengan jabatan strategis dalam ormas terbesar di Indonesia bisa berkata demikian. Tapi nggak kaget karena dari kecil saya berada di lingkungan yang sangat NU, yang tak jarang berpola pikir maskulin bahkan cenderung misoginis semacam itu.

Masyarakat NU dahulu kebanyakan adalah masyarakat pedesaan, yang dalam praktiknya, tak jarang membatasi seorang perempuan untuk berpendidikan. Yang terbaik bagi perempuan adalah rumahnya, kemaslahatan perempuan ada di dalam rumahnya. Kurang lebih begitu. Jadi nggak begitu mengherankan jika pemikiran demikian lahir dan tumbuh subur di tengah warga NU.

Tapi, Gus Yahya ini kan bukan kalangan masyarakat NU yang saya sebut. Lahir dan besar sebagai seorang anak kiai, aksesnya terhadap ilmu pengetahuan dan perkembangan peradaban mestinya kan lebih luas. Namun hal itu ternyata nggak mengubah cara pandang Gus Yahya terhadap terminologi gender.

Meski begitu hal lain yang juga tak kalah mencengangkan dari ucapan Gus Yahya adalah beliau berucap di depan para aktivis perempuan NU. Saya lihat ada Mbak Alissa Wahid dan Ibu Nur Rofiah di sana, dan mungkin banyak yang lainnya. Mereka adalah sedikit dari penggerak kongres ulama perempuan yang fokus pada sejumlah isu terkait ketimpangan gender.

Baca Juga:

Kuliah di UNU Yogyakarta: Senang dengan Fasilitasnya tapi Sedih karena Nama Gedungnya

Lulusan S2 Kesulitan Cari Kerja di Jogja: Ditolak Puluhan Sekolah karena NU dan Tidak Punya KTA Muhammadiyah Sampai Nggak Tega Ngasih Gaji Kecil

Seandainya Gus Yahya mau bertanya kepada mereka terkait apa sebenarnya yang diperjuangkan para feminis atau aktivis kesetaraan gender atau al mujadilah atau apa pun sebutannya, saya yakin ucapan itu nggak akan ada di tengah forum penting semacam pembukaan rakernas.

Pasalnya, saat Gus Yahya menyinggung perkara kapasitas, terdengar sekali seperti seorang yang tak pernah melihat kondisi di lapangan dan hanya baca teori. Pun teorinya tak lengkap.

“Ini bukan soal perempuan berhadap-hadapan sebagai satu kelompok identitas dengan laki-laki. Ini soal kapasitas, kalau goblok ya nggak akan kita pake,” kata Gus Yahya.

Gus Yahya kok bisa yakin sekali kalau ini semua cuma perkara kapasitas? Padahal saya pernah tanya langsung kepada Mbak Alissa, Ketua PBNU, ke mana perginya perempuan-perempuan hebat yang bersinar di masa sekolahnya.

Mba Alissa saat itu menjawab bahwa tak semuanya punya kesempatan untuk dapat melanjutkan jenjang pendidikannya. Masih banyak yang beranggapan bahwa perempuan tak perlu kuliah, apalagi sampai S3. Perempuan dianggap mencukupkan perannya dengan menikah dan mengerjakan pekerjaan domestik saja.

Dari situ harusnya Gus Yahya tahu, bahwa dengan kapasitas yang lebih unggul sekalipun, tanpa adanya akses, perempuan tetap akan tertinggal.

Nggak usah jauh-jauh deh, PBNU sendiri baru punya ketua perempuan setelah umurnya hampir satu abad. Apa iya itu semua karena nggak ada perempuan dalam 100 tahun terakhir ini yang kapabel jadi pemimpin? Bukankah itu karena mitos-mitos peminggiran yang menganggap perempuan tak layak memimpin?

Gus Yahya juga perlu tahu kalau kesetaraan gender nggak cuma bicara soal kesempatan untuk perempuan. Di ruang-ruang yang mungkin tak pernah Gus Yahya dengar, ada banyak sekali permasalahan akibat ketimpangan gender yang coba diurai dalam ruang-ruang sunyi. Mulai dari problem kekerasan seksual—yang belakangan juga sedang marak terjadi di pesantren—, permasalahan KDRT yang masih terus dianggap aib, perdagangan perempuan, dan banyak lagi.

Saya paham, barangkali sebagai seorang laki-laki beragama Islam dari suku Jawa, Gus Yahya nggak pernah mendengar teriakan para perempuan papa di luaran sana. Tapi, bukan berarti mereka tak ada.

Lahirnya UU TPKS setelah bertahun-tahun mengendap juga merupakan hasil perjuangan tanpa henti para perempuan yang menurut Gus Yahya “terpapar ideologi gender” itu. Mereka hanya ingin menghadirkan perlindungan bagi kaumnya yang tak aman di mana-mana.

Gus Yahya dan otoritasnya sejujurnya tak semestinya berkata demikian. Seperti halnya yang Gus Mus ingatkan dalam media sosialnya, bahwa seseorang yang berpotensi diikuti oleh jamaah, hendaknya bijaksana dalam berkata dan bertindak.

Sebagai pemegang kepemimpinan tertinggi dalam ormas besar di Indonesia, Gus Yahya pasti tahu kalau banyak pesantren cabul belakangan ini yang juga mencatut jamaah NU, baik sebagai korban maupun pelaku. Jadi, alih-alih Gus Yahya menyebarkan ketidaktahuan soal gender yang dibalut dengan bumbu misinformasi tersebut, apa tidak sebaliknya Gus Yahya memulai langkah tegas untuk menertibkan sistem pendidikan pesantren yang hierarkis dan melahirkan celah kepatuhan buta hingga terjadi kekerasan seksual tersebut?

Absennya pendidikan seks di pesantren juga tak bisa terus menerus diabaikan. Kalau Gus Yahya mau baca berita soal kasus KS di pesantren ini, Gus Yahya akan menemukan bahwa para santri yang dimanipulasi ini kebanyakan masih polos dan naif. Mereka bahkan mungkin tak begitu memahami pengalaman kebertubuhannya. Apalagi berharap mereka paham jenis-jenis kekerasan seksual, bagaimana mencegah dan menanganinya.

Atau barangkali Gus Yahya bisa bicarakan dengan Mbak Alissa terkait maraknya praktik kejahatan khitan perempuan yang masih marak di mana-mana. Dengan begitu, mungkin Gus Yahya akan tahu bahwa pembicaraan soal gender memang sama sekali bukanlah pembicaraan laki-laki versus perempuan, melainkan pembicaraan kemanusiaan.

Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Mengapa Perlu Memperkenalkan Kesetaraan Gender pada Anak?

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 22 Januari 2023 oleh

Tags: FeminismeGus YahyaKesetaraan Gendernu
Fatimatuz Zahra

Fatimatuz Zahra

Sedang belajar tentang manusia dan cara menjadi manusia.

ArtikelTerkait

perempuan ngegombal

Perempuan Juga Boleh dong Ngegombal

17 Maret 2020
feminisme

Belajar Menjadi Feminis Dari Ibu yang Tidak Tahu Apa Itu Feminisme

27 September 2019
Opini Julia Suryakusuma terhadap Film ‘Tilik’ Berbau Kolonialisme Gaya Baru feminisme terminal mojok.co

Opini Julia Suryakusuma terhadap Film ‘Tilik’ Berbau Kolonialisme Gaya Baru

20 September 2020
perempuan

Hanya Karena Saya Perempuan?

7 Juni 2019
Di Luar Berdebat, di Kampung Saya, NU dan Muhammadiyah Berhubungan Erat Sampai ke Kamar terminal mojok.co

Alasan Teman Saya yang Orang Muhammadiyah Tidak Direstui Menikah dengan Orang NU

28 Mei 2020
4 Barang yang Tidak Disangka NU Menjualnya, Nggak Mau Kalah dengan Muhammadiyah Mojok.co

4 Barang yang Tidak Disangka Nahdlatul Ulama Menjualnya

27 Januari 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Kukira Jurusan Ekonomi Pembangunan Cuma Itung-itungan, Ternyata Isinya Analisis Kebijakan Melulu yang Bikin Pusing

Kukira Jurusan Ekonomi Pembangunan Cuma Itung-itungan, Ternyata Isinya Analisis Kebijakan Melulu yang Bikin Pusing

15 November 2025
5 Hal Menjengkelkan di Semarang yang Bikin Orang Luar Kota Gigit Jari

5 Hal Menjengkelkan di Semarang yang Bikin Orang Luar Kota Gigit Jari

14 November 2025
Jalan Raya Kalimalang Dibenci Sekaligus Dicintai Pengendara yang Melintas kalimalang jakarta

Jalur Kalimalang Arah Jakarta Adalah Jalan Paling Absurd di Jakarta, Bikin Bingung dan Sebel

13 November 2025
4 Ciri Bubur Ayam yang Pasti Enak, Cocok Jadi Penyelamat Perut di Pagi Hari

4 Ciri Bubur Ayam yang Pasti Enak, Cocok Jadi Penyelamat Perut di Pagi Hari

15 November 2025
7 Alasan Jombang Layak Jadi Kiblat Slow Living di Jawa Timur Mojok.co lamongan

Jombang dan Lamongan, Saudara Senasib Sependeritaan: Sama-sama Dihimpit Tetangga yang Maju, Sama-sama Punya Infrastruktur Remuk

15 November 2025
4 Salah Kaprah Jurusan Sejarah yang Terlanjur Melekat dan Dipercaya Banyak Orang Mojok.co

4 Salah Kaprah Jurusan Sejarah yang Terlanjur Melekat dan Dipercaya Banyak Orang

18 November 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=xlSfd228tDI

DARI MOJOK

  • Menolak Kerja di Dubai yang Bergaji Puluhan Juta demi Temani Ibu yang Sedang Sakit dan Bertahan dengan Gaji UMR Jogja
  • Kala Puskesmas Hadir di Gang-Gang Sempit, Anak Muda dan Lansia Jogja Tak Punya Alasan Untuk Sakit
  • Driver Ojol di Malang Pertama Kali Dapat Pesanan Bersihin Makam dan Nyekar di Pusara Orang Kristen, Doa Pakai Al-Fatihah
  • Komikus Era 80-an Akui Sulitnya Membuat Karya di Masa Kini, bahkan Harus Mengamati Lewat Drakor untuk Kembangkan Cerita Anak
  • Lari Sambil Nikmati Kopi dan Pastry, Fitbar Hadirkan Shake Out Run Pertama di Indonesia
  • JILF 2025 Angkat Isu Sastra dan Kemanusiaan

Summer Sale Banner
  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.