Pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) meluncurkan website aduanasn.id. Situs ini sebagai wadah untuk melaporkan Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang terpapar radikalisme. Sebenarnya, selain situs untuk melaporkan PNS terpapar radikalisme, pemerintah juga sebaiknya bikin situs pelaporan bagi PNS yang malas dan ketus ketika melayani masyarakat. Dua jenis PNS terakhir itu sering ditemui dan kerap bersentuhan langsung dengan masyarakat.
Dari berita yang saya kutip dari Tirto, Menkominfo, Johnny G Plate mengklaim banyak keresahan di masyarakat soal radikalisme di kalangan ASN. Akhirnya 11 kementerian dan lembaga membentuk surat keputusan bersama tentang penanganan radikalisme ASN. Ada 11 poin yang cukup detail yang bisa dilaporkan ke website aduanasn.id.
Saya mencoba melihat situs aduanasn.id, dan memang sudah ada kolom yang perlu diisi jika kita ingin melapor. Di situs itu dijelaskan bahwa Aduan ASN merupakan fasilitas pengaduan ASN baik berupa situs/website, URL, akun media sosial, aplikasi mobile, dan software yang memenuhi kriteria sebagai pelanggaran berupa radikalisme negatif yang meliputi intoleran, anti-pancasila, anti-NKRI, dan menyebabkan disintegrasi bangsa.
Saya tak ingin membahas lebih jauh mengenai situs aduan itu. Pada dasarnya saya menyepakati sejumlah poin yang bisa dilaporkan ke situs aduanasn.id. PNS kerap kali juga disebut sebagai abdi negara, gaji mereka berasal dari uang negara yang artinya uang rakyat. Maka sudah sepatutnya PNS setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), bukan? Ketentuan menjaga keutuhan NKRI juga sudah diatur di Undang-Undang ASN.
Terkait dengan abdi negara, maka PNS juga harus melayani masyarakat dengan baik. Namun banyak juga ditemui PNS yang bekerja kurang tepat, seperti bermalas-malasan atau melayani masyarakat dengan ketus. Untuk PNS seperti ini, sepertinya memang perlu juga ada mekanisme pelaporan yang tersistem seperti situs aduanasn.id, lengkap dengan poin apa saja yang bisa dilaporkan.
Dalam beberapa kesempatan saya sering bersentuhan dengan PNS yang malas-malasan dan ketus itu. Pada suatu ketika saya datang ke kantor dinas di daerah saya tinggal. Di ruangan-ruangan administrasi itu terlihat mereka duduk di meja masing-masing, tampaknya tidak ada kegiatan berarti. Saya melihat satu orang sedang memainkan komputer, dan ternyata ia sedang main permainan di komputer itu.
Beberapa kali saya melihat situasi seperti itu, ya saya bisa saja sih berpikiran positif bahwa PNS itu sedang mengistirahatkan diri seusai mengerjakan banyak pekerjaan. Atau dalam beberapa kesempatan saya melihat mereka berbincang di warung kopi dekat kantor sembari menghisap rokok pada jam kerja. Jika berpikir positif, mungkin saja mereka tengah beristirahat dari beratnya beban kerja mereka.
Selain itu saya juga melihat ibu-ibu PNS asyik memilih sayur-sayuran di pedagang asongan yang datang ke kantor saat jam kerja. Setidaknya mereka bisa habiskan waktu 30 menit untuk memilih-milih sayuran, membayar, dan berbincang dengan sesama mereka. Atau saya juga menemukan ibu-ibu PNS berbelanja ke pasar tradisional atau pasar modern saat jam kerja. Tentu saja saya tidak bisa mencap mereka malas dengan melihat kondisi itu tanpa sempat menanyakan ke mereka. Siapa tahu itu bagian dari tugas kantor, atau memang berbelanja seperti itu bukanlah masalah kedisiplinan. Mungkin saja waktu yang terbuang beberapa saat juga bisa dianggap bukan masalah berarti bagi pelayanan masyarakat. Siapa tahu, bukan.
Tidak hanya itu, ada satu momen yang paling mengesalkan ketimbang melihat PNS bermalas-malasan, yaitu PNS yang ketus. Ini biasanya terjadi pada mereka yang melayani langsung masyarakat. Dari pengalaman pribadi saya, saya pernah mengantarkan surat ke salah satu dinas. Petugas yang menerima surat itu melayani saya dengan ketus. Atau ketika mengurus administrasi di salah satu kampus negeri, pegawai tata usahanya gemar melayani mahasiswa dengan ketus yang bikin banyak mahasiswa jengkel.
Contoh di atas hanya sebagian kecil dari yang terjadi di tengah masyarakat. Bisa jadi ada contoh yang lebih buruk. Meski demikian, tak bisa dimungkiri banyak juga PNS yang bekerja dengan baik.
Tentu saja saya harus berpikiran positif pada PNS yang terlihat bermalas-malasan dan ketus itu. Namun saya sulit melakukannya, karena fungsi mereka seperti tertera di pasal 10 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara adalah; pelaksana kebijakan publik, pelayan publik, dan perekat dan pemersatu bangsa. Pada Pasal 11 huruf b UU ASN itu pegawai ASN bertugas memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas. Sementara itu terkait radikalisme, juga bersinggungan dengan pasal 11 huruf c UU ASN yaitu pegawai ASN bertugas mempererat persatuan dan kesatuan NKRI.
Seandainya mereka bukan PNS, ya terserah saja mereka mau bermain game online 24 jam atau berbelanja di seluruh pusat perbelanjaan pada jam kerja atau koprol seribu kali. Jadi, ketika saya dan kita sebagai masyarakat menuntut PNS bekerja secara profesional dan berkualitas, maka sah-sah saja. Oleh karena itu, diperlukan mekanisme yang mungkin bisa serupa dengan pelaporan PNS terpapar radikalisme melalui situs aduanasn.id, sehingga mereka yang gemar bermalas-malasan dan tidak profesional bisa terawasi lebih ketat.
Tak lupa juga, mumpung masih hangat-hangatnya soal seleksi CPNS, bagi siapa saja yang ingin mendaftar seleksi CPNS harus menyadari fungsi PNS sebagai pelayan publik. Jangan sampai ketika lulus menjadi PNS malah merasa superior dibandingkan non PNS. Lantas, merasa dirinya lebih berkuasa, atau bisa dengan enteng bermalas-malasan karena gaji sudah aman dan masa tua terjamin. Maaf, sekadar mengingatkan.
BACA JUGA Dampak Positif Kalau PNS Beneran Kerja Dari Rumah atau tulisan Atanasius Rony Fernandez lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.