Selama ini, Arema FC cuma bantu biaya pengobatan korban selamat Tragedi Kanjuruhan. Soal advokasi hukum? Kenapa seolah para korban bergerak sendiri-sendiri? Ke mana manajemen dan kenapa tidak membantu mereka yang jadi korban?
Padahal, logo Arema FC adalah singa. Di alam liar, singa adalah hewan yang pemberani dan kuat. Kondisi yang terjadi malah sebaliknya. Arema FC kini tidak bertaji.
Selain akronim dari arek Malang, nama Arema juga berasal dari nama Patih Kebo Arema. Beliau adalah prajurit era Raja Kertanegara dari Singhasari yang terkenal karena memimpin Ekspedisi Pamalayu. Dalam sejarahnya, Patih Kebo Arema juga jadi tokoh yang meredam pemberontakan di dalam Singhasari.
Saat ini, baik kebesaran Patih Kebo Arema dan keberanian singa itu tidak lagi ada pada Arema FC. Tidak ada lagi kegarangan sejak tragedi. Suporternya seolah bergerak sendiri. Klubnya seakan-akan tidak membela para korban gas air mata.
Memang, yang turun ke lapangan itu salah, tetapi menggunakan gas air mata juga salah, bahkan regulasi FIFA pun menyatakan membawa gas air mata saja sudah salah. Kenapa tidak ada pembelaan diri? Kenapa manajemen bungkam? Bukannya yang bersalah pun masih bisa membela diri?
Pantas, karena ketidakpedulian Arema FC terhadap kasus tewasnya 135 suporternya sendiri, banyak suporter yang mulai cancel culture. Mereka bukan benci suporternya, melainkan klubnya. Kenapa klub tidak sadar diri? Klub ini seolah cuma memikirkan prestasi dan mengabaikan nurani dan empati.
Pantas juga, banyak Aremania yang gantung syal. Saya yang dulu bangga beratribut Arema, sekarang semuanya saya kemasi dan ditaruh selain lemari baju yang sering dipakai. Melihat logo Singo Edan saja sudah lesu. Suporter yang lain? Mulai sedikit yang pakai kaos Arema lagi.
Dulu, saya semangat menonton pertandingan Arema FC dan mengenakan atribut, sekarang menontonnya saja tidak mulai awal kick off saking malasnya. Gairah mencintai Arema sudah redup. Bukannya tidak respect sama pemainnya, melainkan sudah muak dengan manajemen.
Tanpa bermaksud menjatuhkan mental pemain yang sekarang berjuang, izinkan saya speak up: saya Aremania, tapi saya dukung cancel culture klub sendiri. Entah dengan cara apa agar klub melek. Saya yang dulu kalo Arema dihina tidak terima, kini mau ditolak di mana pun, sampai degradasi atau paling jelek bubar pun, terserah. Saya capek!
Terima kasih buat para suporter klub lain yang menyuarakan penolakan klub kami. Terima kasih atas solidaritasnya. Kadang harus ditampar dulu baru sadar, ibaratnya begitu. Mungkin dengan cara ini, semoga petinggi yang masih diam turun tangan pada akhirnya.
Penulis: Mohammad Faiz Attoriq
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Yang Belum Tersentuh di Tragedi Kanjuruhan